Intip Strategi Lima Foodpreneurs Ini Bawa Bisnisnya Naik Kelas
03 November 2024 |
17:05 WIB
Kuliner merupakan salah satu subsektor ekonomi kreatif yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Tak sedikit pelaku usaha yang memulai bisnis dengan membuka usaha kuliner. Pasalnya, kuliner ini memiliki prospek yang sangat besar, untuk memulainya pun cukup mudah dan bisa dijalankan dari rumah atau dengan modal yang cukup minim.
Meski memiliki prospek dan potensi yang besar, sayangnya masih banyak pelaku usaha kuliner yang sulit untuk berkembang atau naik kelas karena sebagian besar dari mereka hanya berjualan dan tidak benar-benar menjadikan usahanya sebagai sebuah bisnis yang dapat di scaleup.
Padahal, jika usaha tersebut dijalankan dengan manajemen yang baik, inovasi yang terus menerus, hingga strategi yang tepat, bukan tidak mungkin usaha yang awalnya hanya skala kecil atau rumahan, berkembang menjadi bisnis kuliner yang ekspansif.
Baca juga: FoodStartup Indonesia Buka Peluang Permodalan untuk Foodpreneur
Nah, bagi Genhype yang ingin bisnis kulinernya naik kelas, berikut lima kisah inspiratif dari para foodpreneur yang sukses mengembangkan bisnis kuliner dari nol hingga menjadi brand ternama yakni Rio Saputra, CEO Pisang Madu Pasti; Helga Angelina, Founder Burgreens dan Green Rebel; serta Arga Pratama, CEO Urban Wagyu, yang sukses mengembangkan usahanya dari nol hingga menjadi brand kuliner ternama.
Rio Saputra memulai bisnis Pisang Madu Pasti dengan modal awal Rp10 juta yang digunakan untuk membeli gerobak serta bahan dan perlengkapan. “Awalnya saat pandemi 2020 akhir, saya mulai mencoba-coba meracik pisang goreng madu. Setelah 3 bulan melakukan penelitian dan pengembangan saya mendapat formula resep yang tepat dan memberanikan diri berjualan dengan gerobak kecil,” tuturnya dalam Foodpreneurs Scale-Up Forum 2024 with BRI yang diselenggarakan oleh Ideapreneurs Club beberapa waktu lalu.
Keputusan untuk menjual pisang madu karena dari hasil riset singkatnya dia menemukan bahwa pisang merupakan salah satu buah yang selalu ada sepanjang tahun. Apalagi masyarakat Indonesia juga sangat suka dengan gorengan, termasuk pisang goreng.
Meski hanya bermula dari gerobak kecil, Rio mampu membuktikan bahwa bisnisnya dapat berkembang pesat dan dalam kurun 3 tahunan dia telah memiliki 40 gerai tersebar di berbagai kawasan Jabodetabek yang semuanya dikelola sendiri.
Rio memang memilih untuk mengembangkan bisnisnya secara bertahap alih-alih menggunakan sistem franchise. Misalnya saja, di tahun pertama dia hanya memiliki dua cabang. Kemudian dia memperkuat tim dan sistem operasional sehingga lebih percaya diri untuk ekspansi lebih besar dan lebih luas lagi.
“Membangun tim yang solid dan fondasi yang kokoh adalah langkah penting agar bisnis bisa bertahan lama. Target saya ke depannya bisa membuka 1.000 gerai Pisang Madu Pasti yang tersebar di seluruh Indonesia,” harapnya.
Kesuksesannya membawa Pisang Madu Pasti naik kelas tidak lepas dari ketekunan dan kemampuannya dalam menciptakan brand yang kuat. Menurutnya brandi itu menjadi sesuatu yang penting di samping marketing. “Kalau brandingnya kuat, orang akan mempromosikan kita tanpa harus kita bayar," jelasnya.
Selain itu, Rio juga terus melakukan inovasi dengan menciptakan berbagai produk yang menarik dan diminati konsumen, termasuk menjalin kerjasama dengan public figure untuk membawa brand nya lebih dikenal lagi.
Foodpreneur lainnya yang juga sukses mengembangkan bisnisnya dari nol adalah Helga Angelina pemilik usaha Burgreens dan Green Rebel. Pada awalnya Helga memang ingin mengubah pola hidup sehat setelah dirinya didiagnosa autoimun.
Setelah merasakan manfaat dari pola makan berbasis tanaman, Helga tergerak untuk mendirikan Burgreens bersama suaminya menjadi bisnis yang berkelanjutan.
Dengan modal terbatas, mereka membuka gerai pertama di sebuah kos-kosan milik temannya di Rempoa dengan sistem bagi hasil. Tak dinyana, bisnis tersebut mendapat sambutan positif dari komunitas hidup sehat.
Titik balik dalam pengembangan Burgreens terjadi ketika mendapatkan dukungan dari seorang investor, yang memungkinkan ekspansi ke mal-mal besar. Tak hanya di Jakarta, Burgreens telah berkembang hingga ke Bali.
“Burgreens tidak hanya tentang makanan, tapi tentang memberikan solusi makanan yang enak dan sehat bagi siapa saja. Kami percaya bahwa makanan sehat harus terasa enak agar bisa diterima luas,” kata Helga.
Pandemi yang terjadi pada 2020 lalu juga mendorong mereka meluncurkan Green Rebel, brand FMCG yang menyediakan protein ‘daging’ berbasis nabati yang lezat dan lebih ramah lingkungan. “Kami ingin berkontribusi dengan menjadi supplier protein berbasis tanaman untuk membantu restoran-restoran lain berinovasi dengan menu sehat,” ungkap Helga.
Saat ini, Green Rebel telah merambah pasar internasional, termasuk Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Meski perjalanan menuju ekspor masih dalam tahap awal, kesuksesan Helga menunjukkan bagaimana fokus yang jelas, adaptasi terhadap pasar, dan kemitraan strategis dapat menjadi kunci untuk membawa produk lokal menjadi pemain global dalam industri makanan sehat.
Arga Pratama pemilik usaha Urban Wagyu memulai usahanya dari kondisi finansial yang sulit setelah bisnis fashion yang dijalankan gagal. Tak menyerah, Arga beralih ke bisnis kuliner dan memulai daging wagyu premium, Urban Wagyu sebagai bisnis steak wagyu berbasis online.
"Kami melihat ada peluang untuk menawarkan pengalaman bersantap eksklusif dengan menu wagyu yang berbeda," ungkap Arga.
Dengan konsep pre-order dan strategi pemasaran di Instagram, ia berhasil menarik minat pelanggan, bahkan saat belum memiliki toko fisik. Setelah sukses dengan penjualan online, Arga akhirnya membuka gerai Urban Wagyu pertama. Arga membagikan tantangan mengelola operasional restoran premium, terutama dalam mempertahankan kualitas dan konsistensi rasa.
Urban Wagyu kini telah berkembang menjadi salah satu brand steak wagyu terkemuka di Indonesia, membuktikan bisnis kuliner premium dapat berkembang pesat dengan keberanian mengambil risiko dan strategi yang matang.
Mario mengembangkan Seporsi Mie Kari berawal dari kenangan sederhana akan mie kari buatan ibunya, dan produk tersebut makin digemari generasi muda. Baginya, makanan bukan sekadar rasa, melainkan kenangan.
Setiap kali pelanggan menyantap hidangan ini, Mario berharap mereka merasakan kehangatan yang ia rasakan semasa kecil. Usaha ini juga ditunjang dengan presentasi tempat yang bersih serta nyaman, dan hal itu sangat dihargai generasi muda.
Adapun Nova Dewi menghadapi tantangan yang berbeda dalam memperkenalkan jamu kepada generasi muda. Jamu yang identik dengan “rasa pahit” dan “orang tua” berhasil ia kemas ulang melalui Suwe Ora Jamu, dengan konsep yang lebih interaktif dan menarik.
“Sekarang anak-anak muda semakin penasaran untuk mencoba protokol kesehatan tradisional ini, apalagi dengan narasi yang tepat. Mereka bangga menunjukkan diri sedang minum jamu melalui media sosial,” jelas Nova.
Kesuksesan dalam mengembangkan bisnis kuliner tradisional tidak hanya datang dari cita rasa dan kualitas, namun juga dari kemampuan menyesuaikan produk dengan perubahan preferensi pasar dan membangun cerita yang melekat di hati pelanggan.
Baca juga: Memetik Inspirasi Bisnis dari Dua Tanipreneur Muda Asal Malang
Editor: Puput Ady Sukarno
Meski memiliki prospek dan potensi yang besar, sayangnya masih banyak pelaku usaha kuliner yang sulit untuk berkembang atau naik kelas karena sebagian besar dari mereka hanya berjualan dan tidak benar-benar menjadikan usahanya sebagai sebuah bisnis yang dapat di scaleup.
Padahal, jika usaha tersebut dijalankan dengan manajemen yang baik, inovasi yang terus menerus, hingga strategi yang tepat, bukan tidak mungkin usaha yang awalnya hanya skala kecil atau rumahan, berkembang menjadi bisnis kuliner yang ekspansif.
Baca juga: FoodStartup Indonesia Buka Peluang Permodalan untuk Foodpreneur
Nah, bagi Genhype yang ingin bisnis kulinernya naik kelas, berikut lima kisah inspiratif dari para foodpreneur yang sukses mengembangkan bisnis kuliner dari nol hingga menjadi brand ternama yakni Rio Saputra, CEO Pisang Madu Pasti; Helga Angelina, Founder Burgreens dan Green Rebel; serta Arga Pratama, CEO Urban Wagyu, yang sukses mengembangkan usahanya dari nol hingga menjadi brand kuliner ternama.
1. Rio Saputra, Owner Pisang Madu Pasti
Rio Saputra pemilik usaha Pisang Madu Pasti yang sukses membawa usaha pisang goreng gerobakan menjadi bisnis dengan puluhan outlet yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Menurut Rio, kunci utama dari keberhasilan adalah kerja keras, branding yang tepat, dan inovasi tanpa henti.Rio Saputra memulai bisnis Pisang Madu Pasti dengan modal awal Rp10 juta yang digunakan untuk membeli gerobak serta bahan dan perlengkapan. “Awalnya saat pandemi 2020 akhir, saya mulai mencoba-coba meracik pisang goreng madu. Setelah 3 bulan melakukan penelitian dan pengembangan saya mendapat formula resep yang tepat dan memberanikan diri berjualan dengan gerobak kecil,” tuturnya dalam Foodpreneurs Scale-Up Forum 2024 with BRI yang diselenggarakan oleh Ideapreneurs Club beberapa waktu lalu.
Keputusan untuk menjual pisang madu karena dari hasil riset singkatnya dia menemukan bahwa pisang merupakan salah satu buah yang selalu ada sepanjang tahun. Apalagi masyarakat Indonesia juga sangat suka dengan gorengan, termasuk pisang goreng.
Meski hanya bermula dari gerobak kecil, Rio mampu membuktikan bahwa bisnisnya dapat berkembang pesat dan dalam kurun 3 tahunan dia telah memiliki 40 gerai tersebar di berbagai kawasan Jabodetabek yang semuanya dikelola sendiri.
Rio memang memilih untuk mengembangkan bisnisnya secara bertahap alih-alih menggunakan sistem franchise. Misalnya saja, di tahun pertama dia hanya memiliki dua cabang. Kemudian dia memperkuat tim dan sistem operasional sehingga lebih percaya diri untuk ekspansi lebih besar dan lebih luas lagi.
“Membangun tim yang solid dan fondasi yang kokoh adalah langkah penting agar bisnis bisa bertahan lama. Target saya ke depannya bisa membuka 1.000 gerai Pisang Madu Pasti yang tersebar di seluruh Indonesia,” harapnya.
Kesuksesannya membawa Pisang Madu Pasti naik kelas tidak lepas dari ketekunan dan kemampuannya dalam menciptakan brand yang kuat. Menurutnya brandi itu menjadi sesuatu yang penting di samping marketing. “Kalau brandingnya kuat, orang akan mempromosikan kita tanpa harus kita bayar," jelasnya.
Selain itu, Rio juga terus melakukan inovasi dengan menciptakan berbagai produk yang menarik dan diminati konsumen, termasuk menjalin kerjasama dengan public figure untuk membawa brand nya lebih dikenal lagi.
2. Helga Angelina, Owner Burgreens da Green Rebel
Foodpreneur lainnya yang juga sukses mengembangkan bisnisnya dari nol adalah Helga Angelina pemilik usaha Burgreens dan Green Rebel. Pada awalnya Helga memang ingin mengubah pola hidup sehat setelah dirinya didiagnosa autoimun.Setelah merasakan manfaat dari pola makan berbasis tanaman, Helga tergerak untuk mendirikan Burgreens bersama suaminya menjadi bisnis yang berkelanjutan.
Dengan modal terbatas, mereka membuka gerai pertama di sebuah kos-kosan milik temannya di Rempoa dengan sistem bagi hasil. Tak dinyana, bisnis tersebut mendapat sambutan positif dari komunitas hidup sehat.
Titik balik dalam pengembangan Burgreens terjadi ketika mendapatkan dukungan dari seorang investor, yang memungkinkan ekspansi ke mal-mal besar. Tak hanya di Jakarta, Burgreens telah berkembang hingga ke Bali.
“Burgreens tidak hanya tentang makanan, tapi tentang memberikan solusi makanan yang enak dan sehat bagi siapa saja. Kami percaya bahwa makanan sehat harus terasa enak agar bisa diterima luas,” kata Helga.
Pandemi yang terjadi pada 2020 lalu juga mendorong mereka meluncurkan Green Rebel, brand FMCG yang menyediakan protein ‘daging’ berbasis nabati yang lezat dan lebih ramah lingkungan. “Kami ingin berkontribusi dengan menjadi supplier protein berbasis tanaman untuk membantu restoran-restoran lain berinovasi dengan menu sehat,” ungkap Helga.
Saat ini, Green Rebel telah merambah pasar internasional, termasuk Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Meski perjalanan menuju ekspor masih dalam tahap awal, kesuksesan Helga menunjukkan bagaimana fokus yang jelas, adaptasi terhadap pasar, dan kemitraan strategis dapat menjadi kunci untuk membawa produk lokal menjadi pemain global dalam industri makanan sehat.
3. Arga Pratama, Owner Urban Wagyu
Arga Pratama pemilik usaha Urban Wagyu memulai usahanya dari kondisi finansial yang sulit setelah bisnis fashion yang dijalankan gagal. Tak menyerah, Arga beralih ke bisnis kuliner dan memulai daging wagyu premium, Urban Wagyu sebagai bisnis steak wagyu berbasis online."Kami melihat ada peluang untuk menawarkan pengalaman bersantap eksklusif dengan menu wagyu yang berbeda," ungkap Arga.
Dengan konsep pre-order dan strategi pemasaran di Instagram, ia berhasil menarik minat pelanggan, bahkan saat belum memiliki toko fisik. Setelah sukses dengan penjualan online, Arga akhirnya membuka gerai Urban Wagyu pertama. Arga membagikan tantangan mengelola operasional restoran premium, terutama dalam mempertahankan kualitas dan konsistensi rasa.
Urban Wagyu kini telah berkembang menjadi salah satu brand steak wagyu terkemuka di Indonesia, membuktikan bisnis kuliner premium dapat berkembang pesat dengan keberanian mengambil risiko dan strategi yang matang.
4. Mario Dalimartha, CEO Seporsi Mie Kari dan Kembang Bawang
Kesuksesan dalam bisnis kuliner juga dibuktikan oleh Mario Dalimartha yang merupakan CEO Seporsi Mie Kari dan Kembang Bawang yang memodifikasi makanan tradisional menjadi lebih modern dan relevan bagi generasi muda.Mario mengembangkan Seporsi Mie Kari berawal dari kenangan sederhana akan mie kari buatan ibunya, dan produk tersebut makin digemari generasi muda. Baginya, makanan bukan sekadar rasa, melainkan kenangan.
Setiap kali pelanggan menyantap hidangan ini, Mario berharap mereka merasakan kehangatan yang ia rasakan semasa kecil. Usaha ini juga ditunjang dengan presentasi tempat yang bersih serta nyaman, dan hal itu sangat dihargai generasi muda.
5. Nova Dewi, CEO Suwe Ora Jamu
Adapun Nova Dewi menghadapi tantangan yang berbeda dalam memperkenalkan jamu kepada generasi muda. Jamu yang identik dengan “rasa pahit” dan “orang tua” berhasil ia kemas ulang melalui Suwe Ora Jamu, dengan konsep yang lebih interaktif dan menarik.“Sekarang anak-anak muda semakin penasaran untuk mencoba protokol kesehatan tradisional ini, apalagi dengan narasi yang tepat. Mereka bangga menunjukkan diri sedang minum jamu melalui media sosial,” jelas Nova.
Kesuksesan dalam mengembangkan bisnis kuliner tradisional tidak hanya datang dari cita rasa dan kualitas, namun juga dari kemampuan menyesuaikan produk dengan perubahan preferensi pasar dan membangun cerita yang melekat di hati pelanggan.
Baca juga: Memetik Inspirasi Bisnis dari Dua Tanipreneur Muda Asal Malang
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.