4 Stigma tentang Gen Z yang Bikin Susah Cari Kerja, Simak Penjelasannya!
28 October 2024 |
14:19 WIB
Belakangan ini muncul fenomena Gen Z sulit mencari pekerjaan. Generasi sebelumnya menilai, mereka tidak memiliki etos kerja yang kuat, tidak menangani feedback dengan baik, dan secara umum tidak siap menghadapi tuntutan dunia kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada 2024 masih didominasi generasi muda, termasuk Gen Z yakni kelompok demografis yang lahir antara 1997-2012.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya lulusan baru yang masuk ke pasar kerja setiap tahunnya, tapi tidak sebanding dengan pertumbuhan lapangan kerja. Sebagian besar lulusan baru juga kesulitan memperoleh pekerjaan dan beradaptasi dengan dunia kerja.
Baca juga: Generasi Milenial & Gen Z Mendominasi Investor Pasar Modal Indonesia
Berdasarkan laporan terbaru dari Intelligent, platform konsultasi pendidikan dan karier mengungkapkan, banyak perusahaan ragu mempekerjakan Gen Z.
Sebuah survei terhadap hampir 1.000 manajer perekrutan mengungkapkan bahwa satu dari enam perusahaan enggan merekrut Gen Z karena mereka mudah tersinggung dan cenderung merasa dirinya sangat hebat.
Perbedaan antar-generasi tersebut memengaruhi cara Gen Z berinteraksi dengan dunia, termasuk di lingkup pekerjaan mereka. Nah Genhype, berikut adalah beberapa penyebab kenapa Gen-Z sulit mendapat pekerjaan.
Salah satu kritik paling umum terhadap Gen Z dari Gen Milenial hingga Baby Boomer adalah kurangnya motivasi dalam bekerja. Semua orang membicarakan keengganan Gen Z untuk bekerja keras demi apa yang ingin mereka capai dalam hidup.
Hal ini tentu ada sebabnya. Gen Z menyaksikan secara langsung ketidakstabilan industri pada era pandemi. Perusahaan besar memecat dan melakukan pemotongan gaji terhadap karyawannya yang loyal.
Dari sudut pandang ini, para Gen Z mungkin telah mengembangkan rasa skeptisisme mengenai jalur karier tradisional. Mereka akhirnya enggan terjun ke bidang pekerjaan yang tidak menawarkan banyak stabilitas.
Karyawan Gen Z sangat peduli dengan kesehatan mentalnya. Mereka sering membahas pentingnya kesejahteraan mental dan mencari dukungan ketika benar-benar diperlukan. Saat mulai merasakan burn out, mereka akan mengambil rehat sejenak dari pekerjaan untuk healing.
Sayangnya, aktivitas healing ini kadang-kadang dicap malas oleh generasi yang lebih tua. Mereka mungkin melihat waktu yang dihabiskan untuk istirahat tersebut sebagai kurangnya etos kerja, tanpa mempertimbangkan konteks kesehatan mental di balik keputusan tersebut.
Menurut survei Cigna International Health pada 2023 terhadap hampir 12.000 pekerja di seluruh dunia, 91 persen dari mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun melaporkan tengah mengalami stres, dibandingkan dengan rata-rata 84 persen.
Riset menunjukkan bahwa Gen Z muncul sebagai kelompok demografi yang paling stres di tempat kerja, dan mereka berjuang keras untuk mengatasinya. Data yang sama menunjukkan stres yang tidak dapat dikelola memengaruhi hampir seperempat responden Gen Z yakni 23 persen, dan hampir semuanya 98 persen menghadapi gejala kelelahan.
Masalah lain yang membuat Gen Z sulit mendapat pekerjaan adalah komunikasi. Meskipun generasi ini dikenal lewat teknologi, namun bukan berarti keterampilan interpersonal mereka kuat.
Baca juga: 5 Cara Bangun Good Vibes Ala Gen Z: Selektif Konsumsi Konten hingga Self Reward
Gen Z tumbuh besar dengan media sosial dan komunikasi berbasis teks. Hal ini membuat karyawan muda kesulitan dengan interaksi dan komunikasi tatap muka. Hal ini membuat mereka tidak siap untuk lingkup pekerjaan yang di dalamnya mengharuskan rapat, presentasi, serta kolaborasi.
Industri kerja saat ini tidak hanya memerlukan kualifikasi, tetapi juga pengalaman yang luas. Banyak Gen Z yang merasa kesulitan bersaing dengan kandidat lebih tua yang mungkin memiliki lebih banyak pengalaman, sehingga mereka sulit mendapatkan pekerjaan.
Selain itu, terbatasnya program magang dan kesempatan kerja sambilan juga memperburuk masalah ini. Lantaran tidak semua Gen Z memiliki akses untuk mendapatkan pengalaman kerja.
Editor: Fajar Sidik
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada 2024 masih didominasi generasi muda, termasuk Gen Z yakni kelompok demografis yang lahir antara 1997-2012.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya lulusan baru yang masuk ke pasar kerja setiap tahunnya, tapi tidak sebanding dengan pertumbuhan lapangan kerja. Sebagian besar lulusan baru juga kesulitan memperoleh pekerjaan dan beradaptasi dengan dunia kerja.
Baca juga: Generasi Milenial & Gen Z Mendominasi Investor Pasar Modal Indonesia
Berdasarkan laporan terbaru dari Intelligent, platform konsultasi pendidikan dan karier mengungkapkan, banyak perusahaan ragu mempekerjakan Gen Z.
Sebuah survei terhadap hampir 1.000 manajer perekrutan mengungkapkan bahwa satu dari enam perusahaan enggan merekrut Gen Z karena mereka mudah tersinggung dan cenderung merasa dirinya sangat hebat.
Perbedaan antar-generasi tersebut memengaruhi cara Gen Z berinteraksi dengan dunia, termasuk di lingkup pekerjaan mereka. Nah Genhype, berikut adalah beberapa penyebab kenapa Gen-Z sulit mendapat pekerjaan.
1. Tidak Memiliki Etos Kerja yang Kuat
Salah satu kritik paling umum terhadap Gen Z dari Gen Milenial hingga Baby Boomer adalah kurangnya motivasi dalam bekerja. Semua orang membicarakan keengganan Gen Z untuk bekerja keras demi apa yang ingin mereka capai dalam hidup.Hal ini tentu ada sebabnya. Gen Z menyaksikan secara langsung ketidakstabilan industri pada era pandemi. Perusahaan besar memecat dan melakukan pemotongan gaji terhadap karyawannya yang loyal.
Dari sudut pandang ini, para Gen Z mungkin telah mengembangkan rasa skeptisisme mengenai jalur karier tradisional. Mereka akhirnya enggan terjun ke bidang pekerjaan yang tidak menawarkan banyak stabilitas.
2. Sering Dicap Malas
Karyawan Gen Z sangat peduli dengan kesehatan mentalnya. Mereka sering membahas pentingnya kesejahteraan mental dan mencari dukungan ketika benar-benar diperlukan. Saat mulai merasakan burn out, mereka akan mengambil rehat sejenak dari pekerjaan untuk healing. Sayangnya, aktivitas healing ini kadang-kadang dicap malas oleh generasi yang lebih tua. Mereka mungkin melihat waktu yang dihabiskan untuk istirahat tersebut sebagai kurangnya etos kerja, tanpa mempertimbangkan konteks kesehatan mental di balik keputusan tersebut.
Menurut survei Cigna International Health pada 2023 terhadap hampir 12.000 pekerja di seluruh dunia, 91 persen dari mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun melaporkan tengah mengalami stres, dibandingkan dengan rata-rata 84 persen.
Riset menunjukkan bahwa Gen Z muncul sebagai kelompok demografi yang paling stres di tempat kerja, dan mereka berjuang keras untuk mengatasinya. Data yang sama menunjukkan stres yang tidak dapat dikelola memengaruhi hampir seperempat responden Gen Z yakni 23 persen, dan hampir semuanya 98 persen menghadapi gejala kelelahan.
3. Kurangnya Komunikasi Interpersonal
Masalah lain yang membuat Gen Z sulit mendapat pekerjaan adalah komunikasi. Meskipun generasi ini dikenal lewat teknologi, namun bukan berarti keterampilan interpersonal mereka kuat. Baca juga: 5 Cara Bangun Good Vibes Ala Gen Z: Selektif Konsumsi Konten hingga Self Reward
Gen Z tumbuh besar dengan media sosial dan komunikasi berbasis teks. Hal ini membuat karyawan muda kesulitan dengan interaksi dan komunikasi tatap muka. Hal ini membuat mereka tidak siap untuk lingkup pekerjaan yang di dalamnya mengharuskan rapat, presentasi, serta kolaborasi.
4. Minimnya Pengalaman Kerja
Industri kerja saat ini tidak hanya memerlukan kualifikasi, tetapi juga pengalaman yang luas. Banyak Gen Z yang merasa kesulitan bersaing dengan kandidat lebih tua yang mungkin memiliki lebih banyak pengalaman, sehingga mereka sulit mendapatkan pekerjaan.Selain itu, terbatasnya program magang dan kesempatan kerja sambilan juga memperburuk masalah ini. Lantaran tidak semua Gen Z memiliki akses untuk mendapatkan pengalaman kerja.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.