Yuk Simak Perbedaan Milenial dan Gen Z dalam Menggunakan Media Sosial
10 August 2021 |
10:11 WIB
Tiap generasi memiliki kecenderungan masing-masing, salah satunya dalam hal penggunaan media sosial. Generasi yang usianya tidak terpaut terlalu jauh pun, seperti Generasi Milenial (saat ini berusia 25-40 tahun) dan Gen Z (saat ini berusia 24 tahun ke bawah), memiliki perbedaan yang mencolok.
Menurut Anubhav Nayyar, Director of Market Development for SEA, Snap Inc. (Snapchat), kebanyakan milenial adalah digital immigrants, artinya mereka ada pada masa sebelum adanya adopsi teknologi secara massal.
Hal ini berbeda dengan Gen Z yang merupakan generasi pertama dan dapat dianggap sebagai digital natives yang sesungguhnya. Mereka lahir di dunia dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, yang berarti internet sudah menyatu dengan kehidupan mereka sehari-hari.
"Mereka tidak mengalami dunia tanpa smartphone dan internet. Oleh karena itu, cara berpikir, berkomunikasi, dan menggunakan internet Gen Z berbeda dengan generasi sebelumnya," katanya.
Dalam hal penggunaan media sosial milenial dan gen Z punya perbedaan yang sangat signifikan, terutama dalam hal berbagi informasi.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Snap Inc., milenial berada di urutan teratas sebagai generasi yang paling suka "berbagi kebahagiaan". Hal tersebut berlaku di sebagian besar kategori yang disurvei, termasuk kategori kehidupan percintaan, masalah kesehatan mental, dan masalah keuangan.
"Milenial merupakan generasi yang paling sedikit mengatakan saya tidak akan berbagi tentang hal itu. Berbagi informasi terlalu banyak memiliki beberapa konsekuensi negatif, seperti masalah keamanan, kehilangan pekerjaan, atau berisiko pada reputasi pribadi," ungkap Nayyar.
Sebaliknya, gen Z cenderung lebih menjaga privasi, setelah belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka. Gen Z yang familiar dengan platform-platform ini membuat mereka memilih dengan cermat bagaimana dan di mana mereka dapat berbagai informasi.
Mereka lebih menyukai konten yang dapat menghilang di messaging platform. Menurut Nayyar, mereka juga lebih suka berbagai hal-hal detail tentang kehidupan percintaan mereka dengan sahabat mereka saja di private messages dibandingkan dengan milenial yang membagikannya di media sosial.
"Gen Z secara implisit memahami bahwa hanya karena mereka dapat berbagi informasi dengan seluruh dunia, bukan berarti mereka harus membagikan semuanya. Pola pikir seperti inilah yang harus diadopsi oleh kita semua," tegasnya.
Lingkaran pertemanan yang lebih besar bukan berarti lebih baik. Gen Z menyesuaikan pendekatan mereka dalam berteman, berbeda dengan generasi milenial yang berkeinginan memiliki jaringan yang luas.
Gen Z lebih mencari kedekatan dan keintiman dalam lingkaran kecil pertemanan mereka. Sebaliknya, generasi milenial merupakan generasi yang paling menginginkan memiliki teman sebanyak mungkin.
Hal yang sama pun terjadi di Indonesia, di mana generasi yang lebih tua cenderung menjalin pertemanan dengan orang sebanyak mungkin, sementara Gen Z lebih selektif terhadap siapa saja yang masuk ke dalam lingkaran pertemanan mereka.
"Menurut pakar pertemanan, kelompok teman yang lebih besar dapat merugikan seseorang karena terdapat tekanan yang lebih besar pula bagi orang-orang yang berbeda dan yang berada dalam hubungan tersebut," tutup Nayyar.
Menurut Anubhav Nayyar, Director of Market Development for SEA, Snap Inc. (Snapchat), kebanyakan milenial adalah digital immigrants, artinya mereka ada pada masa sebelum adanya adopsi teknologi secara massal.
Hal ini berbeda dengan Gen Z yang merupakan generasi pertama dan dapat dianggap sebagai digital natives yang sesungguhnya. Mereka lahir di dunia dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, yang berarti internet sudah menyatu dengan kehidupan mereka sehari-hari.
"Mereka tidak mengalami dunia tanpa smartphone dan internet. Oleh karena itu, cara berpikir, berkomunikasi, dan menggunakan internet Gen Z berbeda dengan generasi sebelumnya," katanya.
Dalam hal penggunaan media sosial milenial dan gen Z punya perbedaan yang sangat signifikan, terutama dalam hal berbagi informasi.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Snap Inc., milenial berada di urutan teratas sebagai generasi yang paling suka "berbagi kebahagiaan". Hal tersebut berlaku di sebagian besar kategori yang disurvei, termasuk kategori kehidupan percintaan, masalah kesehatan mental, dan masalah keuangan.
"Milenial merupakan generasi yang paling sedikit mengatakan saya tidak akan berbagi tentang hal itu. Berbagi informasi terlalu banyak memiliki beberapa konsekuensi negatif, seperti masalah keamanan, kehilangan pekerjaan, atau berisiko pada reputasi pribadi," ungkap Nayyar.
Sebaliknya, gen Z cenderung lebih menjaga privasi, setelah belajar dari kesalahan yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka. Gen Z yang familiar dengan platform-platform ini membuat mereka memilih dengan cermat bagaimana dan di mana mereka dapat berbagai informasi.
Mereka lebih menyukai konten yang dapat menghilang di messaging platform. Menurut Nayyar, mereka juga lebih suka berbagai hal-hal detail tentang kehidupan percintaan mereka dengan sahabat mereka saja di private messages dibandingkan dengan milenial yang membagikannya di media sosial.
"Gen Z secara implisit memahami bahwa hanya karena mereka dapat berbagi informasi dengan seluruh dunia, bukan berarti mereka harus membagikan semuanya. Pola pikir seperti inilah yang harus diadopsi oleh kita semua," tegasnya.
Lingkaran pertemanan yang lebih besar bukan berarti lebih baik. Gen Z menyesuaikan pendekatan mereka dalam berteman, berbeda dengan generasi milenial yang berkeinginan memiliki jaringan yang luas.
Gen Z lebih mencari kedekatan dan keintiman dalam lingkaran kecil pertemanan mereka. Sebaliknya, generasi milenial merupakan generasi yang paling menginginkan memiliki teman sebanyak mungkin.
Hal yang sama pun terjadi di Indonesia, di mana generasi yang lebih tua cenderung menjalin pertemanan dengan orang sebanyak mungkin, sementara Gen Z lebih selektif terhadap siapa saja yang masuk ke dalam lingkaran pertemanan mereka.
"Menurut pakar pertemanan, kelompok teman yang lebih besar dapat merugikan seseorang karena terdapat tekanan yang lebih besar pula bagi orang-orang yang berbeda dan yang berada dalam hubungan tersebut," tutup Nayyar.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.