Alasan Joko Anwar Baru Filmkan Skenario Pengepungan di Bukit Duri Setelah 17 Tahun
23 October 2024 |
13:04 WIB
Penulis skenario sekaligus sutradara Joko Anwar akan merilis film ke-11 garapannya berjudul Pengepungan di Bukit Duri. Meski baru akan tayang 2025 di bioskop, naskah film bergenre action-thriller ini telah digarap Joko sejak 2007. Setelah 17 tahun, skenario itu baru benar-benar direalisasikan menjadi film layar lebar.
Skenario Pengepungan di Bukit Duri bahkan mulai digarap Joko sejak dia pertama kali terjun ke dunia perfilman. Proses risetnya telah dimulai sejak 2002, dengan melakukan wawancara terhadap beberapa anak remaja yang dianggap bermasalah oleh lingkungan sosialnya. Termasuk, melakukan interview dengan beberapa pendidik, dan orang-orang yang terlibat dalam isu-isu kekerasan di kalangan remaja.
Ada alasan tersendiri mengapa Joko Anwar baru menggarap skenario film Pengepungan di Bukit Duri meski skenarionya telah digarap sejak belasan tahun lalu. Dia menyebut, menggarap film ini membutuhkan kematangan baik sebagai sutradara yang berkaitan dengan teknis produksi, maupun sebagai manusia.
"Karena kalau misalnya salah bikin film ini, akan terjadi sesuatu yang enggak sampai, bahkan jatuhnya menjadi eksploitatif. Jadi harus digarap dengan matang dan respectful. Sehingga yang ingin kami sampaikan bahwa film ini anti kekerasan, bisa berhasil menjadi sebuah film yang memiliki pesan penting," katanya kepada Hypeabis.id saat ditemui di Jakarta, baru-baru ini.
Baca juga: Joko Anwar Garap Film Pengepungan di Bukit Duri, Kolaborasi dengan Amazon MGM Studios
Di sisi lain, dalam kurun waktu tersebut, skenario film Pengepungan di Bukit Duri juga mengalami perkembangan dan penajaman sesuai dengan kondisi sosial yang terus berubah dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan oleh sang kreator agar skenario filmnya tetap relevan dan dekat dengan masyarakat.
Plus, selama itu juga, Joko mencoba meramu teknis penyajian film aksi garapannya agar tidak terkesan mengglorifikasi kekerasan, tetapi justru menyentuh psikis dari penonton tentang apa yang ingin disampaikan dalam film Pengepungan di Bukit Duri.
"Walaupun tetap film ini akan menghibur dari segi karakter, plot, cerita, dan sebagainya, tapi di balik itu juga ada isu yang sangat penting. Setelah 17 tahun menimbang-nimbang dan menajamkan skenarionya, saya merasa baru saat ini cukup dewasa untuk membuat film ini," kata sutradara berusia 48 tahun ini.
Dari segi cerita, Pengepungan di Bukit Duri mengambil latar 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Situasinya digambarkan dengan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Di tengah semua itu, muncul Edwin, guru pengganti di SMA Duri yang dikhususkan untuk mendidik siswa-siswi bermasalah. Situasi semakin rumit, Edwin menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Film Pengepungan di Bukit Duri dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat yaitu Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, dan Sandy Pradana. Selain itu, ada juga Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
Pengepungan di Bukit Duri menjadi film ke-11 Joko Anwar. Sebelumnya, sutradara berusia 48 tahun ini telah menggarap 10 film dengan ragam genre, mulai dari horor, thriller hingga drama, seperti Janji Joni (2005), Pintu Terlarang (2009), dan A Copy of My Mind (2016).
Beberapa film besutannya juga sukses menjadi box office dengan jutaan penonton, di antaranya film Pengabdi Setan (2017) dengan 4,2 juta penonton, Pengabdi Setan 2 (2022) dengan 6,3 juta penonton, dan Siksa Kubur (2024) yang memperoleh 4 juta penonton.
Joko mengatakan film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu dan tema anti-kekerasan yang menurutnya sangat urgen untuk diangkat dan menjadi diskursus saat ini. Sebab, menurutnya, kekerasan menjadi isu yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat saat ini.
"Setelah membuat film-film yang sifatnya eskapisme dan menawarkan hiburan, alangkah baiknya setelah 10 film selama 20 tahun, film saya yang ke-11, memulai dari nol lagi yang secara tema sangat penting dan relevan untuk masyarakat Indonesia," katanya.
Menariknya, Pengepungan di Bukit Duri merupakan film kolaborasi Come and See Pictures dengan rumah produksi Hollywood Amazon MGM Studios. Kerja sama ini menjadi kolaborasi perdana Amazon MGM Studios dengan rumah produksi di Asia Tenggara untuk film rilisan bioskop.
Tia Hasibuan selaku produser mengatakan kolaborasi tersebut terjadi lantaran Amazon MGM Studios yang tengah membuka peluang kerja sama proyek film dengan rumah produksi internasional. Di sisi lain, Come and See Pictures juga tengah mencari kolaborator. Akhirnya keduanya pun bekerja sama sejak 2021, hingga akhirnya merampungkan proyek film ini pada 2024.
"Kami ingin mencari partner terbaik, yang benar-benar memiliki visi yang sama dengan Come and See Pictures, dan visi cerita yang mau kami sampaikan ke khalayak," ucapnya.
James Farrell selaku Vice President International Originals Amazon MGM Studios mengatakan kolaborasi ini menandai pencapaian penting bagi pihaknya, lantaran untuk pertama kalinya rumah produksi berlogo singa itu bekerja sama dengan perusahaan produksi film dari Asia Tenggara untuk perilisan film bioskop. Termasuk, menjadi kolaborasi pertama dengan Joko Anwar.
"Kami sangat antusias untuk mempersembahkan hasil kerja sama kami dengan tim Come and See Pictures menghidupkan visi unik Joko Anwar ke layar lebar bagi penonton Indonesia," katanya.
Adapun, film Pengepungan di Bukit Duri dijadwalkan tayang tahun 2025 di bioskop Indonesia.
Baca juga: 7 Film Indonesia Tayang November 2024 di Bioskop
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Skenario Pengepungan di Bukit Duri bahkan mulai digarap Joko sejak dia pertama kali terjun ke dunia perfilman. Proses risetnya telah dimulai sejak 2002, dengan melakukan wawancara terhadap beberapa anak remaja yang dianggap bermasalah oleh lingkungan sosialnya. Termasuk, melakukan interview dengan beberapa pendidik, dan orang-orang yang terlibat dalam isu-isu kekerasan di kalangan remaja.
Ada alasan tersendiri mengapa Joko Anwar baru menggarap skenario film Pengepungan di Bukit Duri meski skenarionya telah digarap sejak belasan tahun lalu. Dia menyebut, menggarap film ini membutuhkan kematangan baik sebagai sutradara yang berkaitan dengan teknis produksi, maupun sebagai manusia.
"Karena kalau misalnya salah bikin film ini, akan terjadi sesuatu yang enggak sampai, bahkan jatuhnya menjadi eksploitatif. Jadi harus digarap dengan matang dan respectful. Sehingga yang ingin kami sampaikan bahwa film ini anti kekerasan, bisa berhasil menjadi sebuah film yang memiliki pesan penting," katanya kepada Hypeabis.id saat ditemui di Jakarta, baru-baru ini.
Baca juga: Joko Anwar Garap Film Pengepungan di Bukit Duri, Kolaborasi dengan Amazon MGM Studios
Di sisi lain, dalam kurun waktu tersebut, skenario film Pengepungan di Bukit Duri juga mengalami perkembangan dan penajaman sesuai dengan kondisi sosial yang terus berubah dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan oleh sang kreator agar skenario filmnya tetap relevan dan dekat dengan masyarakat.
Plus, selama itu juga, Joko mencoba meramu teknis penyajian film aksi garapannya agar tidak terkesan mengglorifikasi kekerasan, tetapi justru menyentuh psikis dari penonton tentang apa yang ingin disampaikan dalam film Pengepungan di Bukit Duri.
"Walaupun tetap film ini akan menghibur dari segi karakter, plot, cerita, dan sebagainya, tapi di balik itu juga ada isu yang sangat penting. Setelah 17 tahun menimbang-nimbang dan menajamkan skenarionya, saya merasa baru saat ini cukup dewasa untuk membuat film ini," kata sutradara berusia 48 tahun ini.
Dari segi cerita, Pengepungan di Bukit Duri mengambil latar 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Situasinya digambarkan dengan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Di tengah semua itu, muncul Edwin, guru pengganti di SMA Duri yang dikhususkan untuk mendidik siswa-siswi bermasalah. Situasi semakin rumit, Edwin menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Film Pengepungan di Bukit Duri dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat yaitu Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, dan Sandy Pradana. Selain itu, ada juga Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
Pengepungan di Bukit Duri menjadi film ke-11 Joko Anwar. Sebelumnya, sutradara berusia 48 tahun ini telah menggarap 10 film dengan ragam genre, mulai dari horor, thriller hingga drama, seperti Janji Joni (2005), Pintu Terlarang (2009), dan A Copy of My Mind (2016).
Beberapa film besutannya juga sukses menjadi box office dengan jutaan penonton, di antaranya film Pengabdi Setan (2017) dengan 4,2 juta penonton, Pengabdi Setan 2 (2022) dengan 6,3 juta penonton, dan Siksa Kubur (2024) yang memperoleh 4 juta penonton.
Joko mengatakan film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu dan tema anti-kekerasan yang menurutnya sangat urgen untuk diangkat dan menjadi diskursus saat ini. Sebab, menurutnya, kekerasan menjadi isu yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat saat ini.
"Setelah membuat film-film yang sifatnya eskapisme dan menawarkan hiburan, alangkah baiknya setelah 10 film selama 20 tahun, film saya yang ke-11, memulai dari nol lagi yang secara tema sangat penting dan relevan untuk masyarakat Indonesia," katanya.
Menariknya, Pengepungan di Bukit Duri merupakan film kolaborasi Come and See Pictures dengan rumah produksi Hollywood Amazon MGM Studios. Kerja sama ini menjadi kolaborasi perdana Amazon MGM Studios dengan rumah produksi di Asia Tenggara untuk film rilisan bioskop.
Tia Hasibuan selaku produser mengatakan kolaborasi tersebut terjadi lantaran Amazon MGM Studios yang tengah membuka peluang kerja sama proyek film dengan rumah produksi internasional. Di sisi lain, Come and See Pictures juga tengah mencari kolaborator. Akhirnya keduanya pun bekerja sama sejak 2021, hingga akhirnya merampungkan proyek film ini pada 2024.
"Kami ingin mencari partner terbaik, yang benar-benar memiliki visi yang sama dengan Come and See Pictures, dan visi cerita yang mau kami sampaikan ke khalayak," ucapnya.
James Farrell selaku Vice President International Originals Amazon MGM Studios mengatakan kolaborasi ini menandai pencapaian penting bagi pihaknya, lantaran untuk pertama kalinya rumah produksi berlogo singa itu bekerja sama dengan perusahaan produksi film dari Asia Tenggara untuk perilisan film bioskop. Termasuk, menjadi kolaborasi pertama dengan Joko Anwar.
"Kami sangat antusias untuk mempersembahkan hasil kerja sama kami dengan tim Come and See Pictures menghidupkan visi unik Joko Anwar ke layar lebar bagi penonton Indonesia," katanya.
Adapun, film Pengepungan di Bukit Duri dijadwalkan tayang tahun 2025 di bioskop Indonesia.
Baca juga: 7 Film Indonesia Tayang November 2024 di Bioskop
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.