Animator Ryan Adriandhy berpose seusai wawancara dengan Hyeabis.id di kantor Visinema Pictures, Jakarta, Selasa (10/9/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)

Hypeprofil Sutradara Ryan Adriandhy: Merawat Mimpi Masa Kecil Menjadi Animator

22 October 2024   |   15:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Di ruang editing studio animasi Visinema di Jakarta Selatan, sutradara Ryan Adriandhy memperlihatkan sejumlah potongan adegan film Jumbo. Film yang akan menjadi penanda debut animasi feature pertamanya itu memang masih dalam proses sunting. 

Di layar besar di hadapannya itu, tersaji karakter Don, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang akan menjadi pusat cerita filmnya. Dia tampak sedang asyik bermain dengan sejumlah teman yang ada di dunianya.

“Secara umum proses produksi filmnya sudah selesai. Sekarang ini lagi proses post produksi, masuk ke tahap editing akhir,” ucap Ryan kepada Hypeabis.id.

Sebentar lagi, mimpi yang telah lama dipupuknya sejak kecil itu akan terwujud. Meski dalam dekade terakhir dirinya lebih dahulu dikenal publik sebagai komika yang menjuarai kompetisi Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) 1, sebenarnya dalam lubuk hati kecilnya mimpi besarnya adalah menjadi sineas yang menggarap film animasi. 

Baca juga: Hypeprofil Editor Aline Jusria: Resep Bercerita dalam Penyuntingan Film

 
Animator Ryan Adriandhy berpose seusai wawancara dengan Hyeabis.id di kantor Visinema Pictures, Jakarta, Selasa (10/9/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Di tengah gemerisik suara dahan pohon rindang di studio film yang kerap mencetak box office ini, Ryan banyak bercerita tentang masa kecilnya. Dia masih ingat betul satu momen kecil yang mengubah hidupnya hingga sekarang.

Ketika usianya masih 4 tahun, orang tuanya mengajaknya pergi nonton ke bioskop untuk pertama kalinya. Kata ayahnya, ini adalah hadiah ulang tahunnya. Film yang ditontonnya saat itu adalah The Lion King (1994).

Selepas keluar dari bioskop, dirinya mengaku langsung jatuh cinta dengan dunia animasi, atau dalam bahasanya kala itu adalah ‘film kartun’. Film animasi baginya kala itu cukup unik. Apa yang ditampilkan itu tidak nyata, tetapi mampu membawa banyak emosi, dari ketawa, bahagia, hingga menangis sedih.

“Ketika keluar dari bioskop, saya bilang ke orang tua saya, saya mau jadi kartunis,” tutur Ryan.

Setelah momen itu, Ryan mulai banyak membuka diri pada media-media bercerita. Salah satu yang cukup berpengaruh baginya adalah komik. Pada medio 1990-an, komik memang tengah jadi salah satu bentuk hiburan yang juga populer. 

Beberapa komik yang diingatnya dan masih berkesan itu misalnya adalah Kungfu Boy dan Doraemon. Konsumsi animasi tak hanya dari komik, kala itu stasiun televisi swasta Indonesia juga mulai banyak menampilkan hal-hal serupa, dari Ninja Hatori, Tom & Jerry, hingga Mickey Mouse.

Tontonan-tontonan tersebut kemudian mulai membentuk Ryan kecil. Dia tak berhenti sekadar jadi pengonsumsi animasi. Ryan kecil mencoba membuatnya sendiri. Hal itu dimulai dengan menggambar karakter-karakter yang disukainya.

Soal menggambar ini, Ryan mengaku terinspirasi dari buku Gemar Menggambar Bersama Pak Tino Sidin. Dari situ kecintaannya pada dunia gambar dan bercerita terus bertumbuh, bahkan terpupuk hingga SMA.

Ketika menginjak remaja inilah, Ryan juga mulai berkenalan dengan dunia yang lebih luas, termasuk internet. Dia pun mulai mencari-cari cara menjadi animator andal, di mana universitas terbaiknya, dan industrinya. 

“Waktu itu pilihannya cuma dua, pertama di Jepang karena di sana ada anime. Kedua ya Amerika Serikat karena di sana ada Pixar dan segala macam. Kebetulan waktu itu film-film animasi 3D juga mulai naik,” jelasnya.

 
Animator Ryan Adriandhy berpose seusai wawancara dengan Hyeabis.id di kantor Visinema Pictures, Jakarta, Selasa (10/9/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Dua negara itu menjadi tujuan Ryan selanjutnya. Namun, dia menyadari bersekolah di luar negeri tidaklah mudah, tak terkecuali dari segi biaya. Mimpi bersekolah di luar negeri pun mesti sedikit tertunda.

Kendati demikian, tekadnya masih bulat. Untuk memperkuat dasarnya di dunia menggambar, Ryan terlebih dahulu mengambil studi desain komunikasi visual di Binus. Di bangku perkuliahan ini, jalan menuju mimpinya mulai terbentuk.

Kebetulan, tempat kuliahnya bisa mengadopsi double degree. Namun, hal itu urung diambil karena dirinya merasa potensi belajarnya bisa tidak maksimal. Di kampus ini, Ryan juga kemudian bertemu dengan dosen bernama Chris Lie, yang juga adalah pendiri Caravan Studio, salah satu studio animasi Indonesia yang banyak ikut menggarap film-film Hollywood. 

Dia banyak bercerita dan berdiskusi dengannya. Dari situ, dirinya tahu soal berbagai kemungkinan sekolah di luar negeri dengan gratis. Akan tetapi, beasiswa itu tak diberikan secara cuma-cuma.

Untuk mendapatkan beasiswa, dirinya mesti memiliki nilai akademik yang baik. Selain itu, sebagai tambahannya, calon penerima beasiswa juga sebaiknya memiliki pengalaman non-akademis, organisasional, atau semacamnya.

Ryan merasa jalan takdirnya menjadi animasi seperti dibukakan jalan oleh Tuhan. Selepas kuliahnya selesai pada 2011, tak lama kemudian ada audisi Stand Up Comedy. Dirinya merasa kesenian ini bisa menjadi ajang pembuktian sekaligus latihan, khususnya dalam teknik bercerita.

Kala itu, Ryan juga suka membuat postingan di Twitter (sekarang X) yang bernada humor hingga menarik perhatian Pandji Pragiwaksono, salah satu founder Stand Up Indo. Pada akhirnya, ikutlah dirinya ke kompetisi ini.

Dia kemudian keluar sebagai juara pertama. Setelah itu, Ryan sempat berkarier di dunia entertainment dan komedi. Dari membintangi serial Malam Minggu Miko sampai menjadi host di acara Kokoro no Tomo Pop. Beberapa kali, dirinya juga menggelar stand up comedy special.

Pada 2013 akhir, Ryan merasa pengalamannya sudah cukup. Dia pun memutuskan kembali ke mimpi lamanya, yakni menjadi animator. Jalan itu kemudian terbuka ketika Ryan diterima beasiswa Fullbright dari AMINEF.

Animator itu bertutur, 2013 memang menjadi salah satu titik krusial di dalam hidupnya. Setelah sukses menjadi juara pertama SUCI, peluangnya melebarkan sayap di dunia entertainment sangat terbuka. Dia pun sempat berkecimpung di industri ini tiga tahun lamanya. 

Namun, Ryan merasa perlahan Tuhan ingin mengembalikkan hidupnya ke impian lamanya. Ada momen sentimental yang membuatnya memutuskan tetap menghidupkan mimpi jadi animator. “Sebenarnya alasannya sangat personal banget sih. Pada 2013 itu, almarhumah ibuku sakit. Di situ ada obrolanlah, nanya kayak ‘cita-citamu masih sama enggak?’,” ucapnya.
 

Animator Ryan Adriandhy berpose seusai wawancara dengan Hyeabis.id di kantor Visinema Pictures, Jakarta, Selasa (10/9/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)

Animator Ryan Adriandhy berpose seusai wawancara dengan Hyeabis.id di kantor Visinema Pictures, Jakarta, Selasa (10/9/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)

Pertanyaan itu kemudian memantik gejolak mimpi masa kecilnya. Ryan merasa mimpi bukan lagi tentang diri sendiri. Mimpi barangkali juga menjadi medium dirinya bisa merasa dekat dengan orang-orang tercintanya.

Setelah beasiswa didapat, Ryan kemudian mengambil studi S2 di Rochester Institute of Technology (RIT) di Rochester, New York. Total, dia berkuliah selama tiga tahun. Dua tahun untuk kelas, satu tahun terakhir untuk menggarap tesis.

Tugas akhir berupa film pendek yang diberi nama Prognosis itu kemudian juga berhasil memenangkan Piala Citra pada FFI 2020. Setelah pulang ke Indonesia, Ryan kemudian mulai berjejaring.

Dia bertemu dengan Angga Dwimas Sasongko, pendiri Visinema Pictures. Keduanya berkolaborasi untuk membuat film animasi Nussa (2021). Tak lama setelah itu, Visinema kemudian mulai menaruh perhatian khusus pada animasi hingga lahirlah Visinema Animation. 

Ryan menjadi bagian di dalamnya hingga sekarang. Setelah sukses dengan Nussa, dia diberi kepercayaan menggarap film panjang animasi pertamanya sendiri bertajuk Jumbo. Kini, film tersebut telah memasuki tahap editing akhir dan direncanakan tayang pada awal 2025. 

Baca juga: Hypeprofil Sastrawan Felix K Nesi: Budaya Bertutur Melahirkan Keberanian Imajinasi

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Cek Daftar Tempat Parkir ke Acara GIIAS Semarang 23-27 Oktober 2024

BERIKUTNYA

Spesifikasi & Harga Kapal Yacht yang Dibeli Prilly Latuconsina

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: