Tajuk Nona-log berhomonim dengan kata lain di negara Korea, untuk memanggil kakak perempuan atau teman perempuan yang lebih tua. (Sumber gambar: Baik Art Gallery)

Menyelami Estetika Rupa dari Sudut Pandang Perempuan dalam Pameran Nonalog

15 October 2024   |   21:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sejumlah poci teh berbagai ukuran itu terlihat ganjil di atas meja. Mengambil warna putih sebagai dasar karya, lewat bentuknya yang unik langsung berhasil memikat mata pengunjung. Ada yang gagangnya berbentuk kaki, tutupnya bertangkai tangan, atau satu di antaranya berbentuk seperti setrika.

Seduhan Waktu. Itulah judul karya dari perupa Cecil Mariani dalam pameran Nonalog, di Baik Art Gallery, Jakarta. Selain karya Cecil, ekshibisi ini juga memacak karya perupa lain seperti Ayurika, Candrani Yulis , Dian Suci, Dzikra A.N, Henryette Louise, Maharani Mancanegara, Restu Ratnaningtyas, dan Windi Apriani.

Mengetengahkan estetika dari sudut pandang perempuan, Cecil juga menggambarkan sosok anak sedang menyeduh teh bersama bangau. Penggunaan bingkai merah objek lukisan yang bernuansa monokrom, menghasilkan kontrasitas unik, yakni lewat objek yang jika tidak diperhatikan dengan tegas seperti bayang-bayang cermin. 

Baca juga: Pameran Temporer Museum Nasional Indonesia Tampilkan 9 Arca Era Singhasari
 

Sejumlah karya Cecil Mariani bertajuk Menyeduh waktu di Baik Art Gallery (sumber gambar: Baik Art gallery)

Sejumlah karya Cecil Mariani bertajuk Seduhan waktu di Baik Art Gallery (sumber gambar: Baik Art gallery) 

Menurut Cecil, ihwal pembuatan seri karya tersebut juga tak lepas dari ibunya yang selalu menikmati proses menyeduh teh di rumah, serta mengoleksi poci-poci teh beragam rupa. Momen inilah yang  kemudian juga mendorongnya untuk membuat 5 seri poci teh Seduhan Waktu, meski bentuknya keluar dari lazimnya bentuk sebuah poci teh.

"Setiap kali saya membuat poci, memang ada dorongan-dorongan transgresi yang terus membuat teko teh yang saya buat jadi terlalu aneh untuk bisa diterima oleh ibu saya,"katanya.

Ada pula karya Windi Apriani berjudul For a While. Karya ini menampilkan tirai jendela dengan bias cahaya yang masuk ke sebuah ruangan. Meski hanya menggunakan bolpoin, sang seniman dengan sangkil berhasil menggambarkan nuansa gelap dan terang, panas dan dingin, dengan hanya bermodalkan garis. 

Melihat lukisan-lukisan Windi, publik juga seperti diajak merasakan intensitas pengalaman estetik yang enigmatik. Refleksi ini didapat dari mencermati satu demi satu tarikan garis yang secara konsisten dibuat. Garis kemudian  menjadi arsir, serta menghasilkan citraan bentuk yang khas, dengan teknik yang sulit. 

"Karya- karya saya, dari segi visual memang nampak ‘berlapis’, yang terdiri dari penggabungan objek. Ini mengejawantahkan penyetaraan ihwal masa lalu, kini, nanti, ingatan, momen, dan realitas yang berbeda-beda tersebut pada satu ‘bingkai’ persepsi yang sama," katanya. 
 

Karya Protes 

Memasuki bagian lain galeri, Genhype juga akan bersitatap dengan ranjang kapuk, dan tiga buah rekal beserta kitab kuning di atasnya. Huruf-huruf dari kitab tersebut bertebaran, dan tumpah-ruah ke lantai. Di latar ranjang, terdapat objek-objek tangan jemari telunjuk terjepit, menggenggam, atau empat jari mengelus sesuatu.

Instalasi bertajuk Blinded by the Light of Faith itu, merupakan karya Candrani Yulis. Karya bertarikh 2023 ini menjadi semacam bentuk protes sang seniman terhadap kajian fiqih yang mempromosikan pernikahan dini perempuan, dan mengatur seksualitas di dalam perkawinan.

Menurut Candrani, beberapa kitab kuning tidak selalu sejalan dengan ajaran Islam, seperti kitab yang hanya berpihak pada laki-laki, dan menghambat kesetaraan gender. Khususnya bagi kaum perempuan yang berada dalam sistem patriarki, serta mengesampingkan nalar atau logika yang baik dalam beragama.

"Objek-objek tangan mengisyaratkan panduan dalam persenggamaan sebagaimana diatur dalam kitab. Cahaya lampu redup menyiratkan suasana rumah, cahaya iman, sekaligus tanda waktu untuk tidur atau melakukan hubungan seksual," katanya.
 

 karya Candrani Yulis bertajuk Blinded by the Light of Faith  (sumber gambar: Baik Art Gallery)

karya Candrani Yulis bertajuk Blinded by the Light of Faith (sumber gambar: Baik Art Gallery) 

Ayurika tampil dengan karya berbeda, lewat lukisan Gambuh (oil on canvas, 70x250 cm, 2024). Karya ini menampilkan tubuh seorang wanita tanpa busana dengan pose telentang pada tanah, akan tetapi bagian kepalanya tidak ditampilkan secara lengkap. 

Pada bagian latar belakang, terdapat goresan tulisan berisi salah satu tembang Macapat Sekar Gambuh, sebuah syair berbahasa Jawa, yang secara keseluruhan mengandung nasihat berisi larik serta dinamika kehidupan manusia, mulai dari janin dalam rahim, kelahiran hingga kematian. 

"Sekar Gambuh kerap dikaitkan dengan kehidupan manusia dalam fase perkawinan. Ini merupakan sebuah simbol penyatuan, bukan hanya tentang hubungan antara suami-isteri atau laki-laki dan perempuan secara fisik. Gambuh itu 'gathuk tur jumbuh' artinya cocok, sesuai dan menyatu," katanya. 

Gallery Manager Baik Art Gallery Jakarta, Devi Triasari mengatakan, dipamerkannya karya para puan ini adalah untuk memperkenalkan seniman perempuan ke publik. Ini juga tak lepas dari banyaknya seniman laki-laki yang selama ini mendominasi galeri, pasar dan bursa seni di Tanah Air, serta luar negeri.

Tajuk Nonalog dipilih karena kata tersebut juga berhomonim dengan kata lain di negara Korea, untuk memanggil kakak perempuan atau teman perempuan yang lebih tua. Bahkan, kata 'noona' adalah panggilan sayang umum dalam bahasa Yunani dan Italia untuk memanggil seorang nenek.

"Kita awalnya menentukan temanya terlebih dahulu. Kemudian dikurasi karya-karya yang bisa masuk dalam tema ini. Selain itu, kita juga meriset sejarah biografi penciptaan dari para seniman. Setelah 6 bulan diberi tenggat untuk menyelesaikan karya, inilah hasilnya," katanya. 

Baca juga: Bikin Nostalgia, Pameran 'Im Not Okay' Angkat Kisah Perjalanan Musik Emo

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Kresek Project, Upaya Mengolah Limbah Plastik Menjadi Karya Seni Bernilai Tinggi

BERIKUTNYA

Max Bakal Meluncur di Indonesia November 2024, Layanan Streaming Makin Ramai

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: