ilustrasi (sumber : Thirdman/pexels)

Apa Itu Doom Spending, Fenomena Keuangan yang Menghantui Generasi Muda

10 October 2024   |   22:00 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Fenomena doom spending saat ini makin ramai diperbincangkan, terutama di kalangan generasi muda, seperti Gen Z dan milenial, yang kerap terjebak dalam pola pengeluaran konsumtif. Meski situasi ekonomi kian menantang tetapi tak sedikit yang justru menghabiskan pendapatan mereka hanya untuk sesuatu yang memberi kepuasan sesaat.

Bahkan untuk mencapai kepuasan itu kadang dengan harga yang mahal dan tidak masuk akal. Fenomena ini nyatanya tak hanya soal kebiasaan menghabiskan uang secara tidak terkendali karena tak adanya tujuan jangka panjang yang ingin dicapai tetapi juga erat kaitannya dengan kesehatan mental dan sosial.

Ghita Argasasmita, seorang perencana keuangan menjelaskan doom spending merupakan perilaku konsumtif yang sebetulnya didorong oleh rasa frustrasi karena ketidakmampuan mencapai target keuangan jangka panjang. Misalnya, mereka merasa frustasi tidak bisa membeli rumah karena harga properti yang melambung tinggi, atau tidak bisa membeli kendaraan karena harganya yang terbilang cukup mahal.

Baca Juga: Strategi Cerdas Mengelola Keuangan Keluarga untuk Pasangan Muda

"Banyak yang merasa, 'Untuk apa menabung jika akhirnya tetap tidak bisa membeli rumah?' Akhirnya, mereka memilih menghabiskan uang untuk hal-hal yang dapat dinikmati sekarang, seperti liburan atau membeli barang-barang gaya hidup lainnya tanpa memiliki target masa depan," tuturnya dalam bincang santai di Podcast Broadcash Bisnis Indonesia.

Fenomena ini sebetulnya juga tidak bisa dilepaskan dari peran social media yang mempercepat pola konsumsi masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Mereka terbiasa hidup di era yang serba cepat untuk mendapatkan kepuasan yang instan sehingga sulit menunda kesenangan untuk focus pada tujuan jangka panjang.

Selain itu, media sosial juga mendorong perilaku konsumtif dimana seseorang membeli suatu barang branded yang mahal  atau barang viral yang limited edition karena ingin diakui oleh lingkungannya atau eksis di media social.

Menurutnya, perilaku doom spending ini berbeda dengan retail therapy yang biasanya dilakukan hanya untuk menghilangkan stres atau mendapatkan kesenangan dan kepuasan dengan berbelanja. Kalau doom spending lebih didorong oleh rasa frustasi karena tidak mampu mencapai tujuan jangka panjang.

Retail theraphy ini biasanya masih dalam batas anggaran yang direncanakan. Sementara doom spending terjadi ketika seseorang terus mengeluarkan uang tanpa memperhitungkan dampaknya,” jelas Ghita.

Dampak dari doom spending ini tidak hanya pada keuangan pribadi, tetapi juga pada kesehatan mental. Rasa frustrasi karena tidak mampu mencapai tujuan finansial dapat menimbulkan perasaan gagal dan stres berkepanjangan. “Pada akhirnya, perilaku boros ini hanya menambah tekanan mental," jelas Ghita.

Selain itu, sikap boros tersebut lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan yang membuat seseorang terjebak pada pinjaman online. Ketika uang yang dimilikinya sudah tidak mencukup untuk membeli kesenangannya, maka dia tidak segan menggunakan pinjaman online.

Lalu, bagaimana cara menghindari prilaku doom spending? Ghita menyarankan agar generasi muda tetap dapat menyeimbangkan kebutuhan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

"Tidak masalah untuk menikmati hidup, tapi tetap harus ada batasannya. Cobalah untuk tetap menabung, meskipun kecil,” tuturnya.

Jika menabung untuk membeli rumah terasa berat, fokuslah pada tujuan yang lebih kecil terlebih dahulu, seperti memiliki dana darurat atau aset investasi yang lebih terjangkau seperti kendaraan. “Yang penting, jangan terjebak dalam pola pikir 'lebih baik habiskan sekarang daripada tidak bisa mencapai apa-apa',” pesannya.

Ghita juga menekankan pentingnya kesadaran diri terhadap pengaruh sosial media dalam pola konsumsi dengan menentukan prioritas dan tetap konsisten dengan tujuan finansial. “Jangan mudah terpengaruh dengan tren atau gaya hidup orang lain di media sosial yang sering kali hanya menampilkan sisi glamor tanpa menunjukkan realitas keuangan yang sebenarnya.

Baca Juga: 5 Tips Bijak Kelola Keuangan Untuk Hadapi Inflasi Medis

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Tampil Dengan Desain Elegan, Cek 7 Fitur Unggulan Mesin Cuci Flagship Terbaru dari Sharp

BERIKUTNYA

Seniman Rani Jambak Bawa Keresahan tentang Alam lewat Kinci Aia di ICAD 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: