Strategi Cerdas Mengelola Keuangan Keluarga untuk Pasangan Muda
11 July 2024 |
09:00 WIB
Tak sedikit pasangan muda yang baru membina rumah tangga bingung dalam merencanakan keuangan. Meski sudah terbiasa merencanakan keuangan pribadi, beberapa pasangan mungkin memerlukan adaptasi lebih untuk mengatur keuangan keluarga. Sebab, alokasi yang tadinya diatur untuk pribadi kini beralih untuk beberapa anggota keluarga.
Begitu pula dalam hal mengatur proporsi yang tentu berbeda. Perencana keuangan Ruisa Khoiriyah menjelaskan, perencanaan keuangan untuk pribadi tentu lebih ringkas, tidak serumit perencanaan keuangan keluarga. Naun bagi keluarga muda dengan anak misalnya, Ruisa menyebut tentu akan lebih membutuhkan banyak pos keuangan yang harus dikelola.
Baca juga: 4 Cara Membangun Pondasi Keuangan yang Kuat buat Pasangan
Contohnya, alokasi, keluarga perlu memprioritaskan alokasi untuk keperluan bertahan hidup seperti makan dan minuman. Alokasi selanjutnya dipertimbangkan untuk kebutuhan pengeluaran wajib seperti membeli atau membayar langganan listrik, air, internet, uang sekolah anak, sewa rumah, pengeluaran premi asuransi/BPJS, dan sebagainya.
Belum lagi pengeluaran operasional lain yang tak boleh lewat dari anggaran, semisal transportasi, biaya untuk asisten rumah tangga, hingga alokasi kecil seperti uang sampah komplek.
Alokasi wajib juga harus ditetapkan untuk pembayaran cicilan atau sifat utang lainnya seperti KPR atau kartu kredit. Kemudian keluarga juga wajib mengalokasikan kebutuhan future spending (pengeluaran yang pasti dilakukan di masa depan).
“Contoh future spending ini seperti menabung, mambangun dana darurat keluarga, persiapan uang sekolah anak, dana pensiun, bagan persiapan kebutuhan untuk mudik di tahun mendatang,” kata Ruisa.
Kemudian, alokasi bisa dibagi untuk kebutuhan yang bersifat sosial dan amal, seperti sedekah zakat, atau kebutuhan sosial di lingkungan. Setelah dirasa alokasi primer dalam porsi yang tepat, keluarga baru boleh menentukan alokasi yang bersifat tersier misalnya langganan streaming, makan bersama di restoran tiap pekan, staycation dan lainnya.
Arus uang (cash flow) tiap keluarga bisa berbeda-beda tergantung prinsip pasangan. Sepasang suami istri tentu memiliki pendekatan tertentu yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mempertimbangkan berbagai faktor.
“Ada yang semua pendapatan di-pool jadi satu (antara suami dan istri), kemudian dibagi ke beberapa pos. Tapi ada juga yang dibagi langsung dalam alokasi dari tiap gaji istri atau suami,” kata Ruisa.
Tiap pendekatan ini tentu memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Namun Ruisa menyarankan, sebaiknya miliki saja satu rekening yang bisa diakses bersama yang berisi dana operasional keluarga.
”Supaya arus keluarnya bisa terkontrol bersama, sementara pengeluaran yang sifatnya tabungan atau investasi bsia dari rekening lain dengan mengaktifkan fitur autodebet,” katanya.
Selain arus kas, keluarga juga perlu mempersipakan dana darurat. Dana darurat bisa ditabung setiap bulan atau setiap mendapatkan penghasilan. Cara paling sederhana untuk membangun dana darurat adalah dengan menyisihkan minimal 10 persen penghasilan, kemudian uangnya diletakkan dalam rekening khusus dana darurat.
Ruisa menyarankan dana darurat bisa diletakkan pada tabungan rencana yang terkunci agar terpisah dari rekening operasional sehari-hari. Namun, dana darurat juga bisa ditempatkan di deposito atau reksa dana pasar uang.
Idealnya, dana darurat perlu disiapkan sebesar 6 kali dari nilai pengeluaran rutin. Namun lebih idealnya bagi yang sudah berkeluarga, diperlukan persiapan dana darurat hingga 12 kali dari pengeluaran rutin bulanan. Misal pengeluaran rutin bulanan adalah Rp10 juta, maka perlu disiapkan Rp120 juta untuk berjaga-jaga.
Baca juga: Moms, Ini Lo Pentingnya Literasi Keuangan Anak Sejak Dini
Editor: Dika Irawan
Begitu pula dalam hal mengatur proporsi yang tentu berbeda. Perencana keuangan Ruisa Khoiriyah menjelaskan, perencanaan keuangan untuk pribadi tentu lebih ringkas, tidak serumit perencanaan keuangan keluarga. Naun bagi keluarga muda dengan anak misalnya, Ruisa menyebut tentu akan lebih membutuhkan banyak pos keuangan yang harus dikelola.
Baca juga: 4 Cara Membangun Pondasi Keuangan yang Kuat buat Pasangan
Contohnya, alokasi, keluarga perlu memprioritaskan alokasi untuk keperluan bertahan hidup seperti makan dan minuman. Alokasi selanjutnya dipertimbangkan untuk kebutuhan pengeluaran wajib seperti membeli atau membayar langganan listrik, air, internet, uang sekolah anak, sewa rumah, pengeluaran premi asuransi/BPJS, dan sebagainya.
Belum lagi pengeluaran operasional lain yang tak boleh lewat dari anggaran, semisal transportasi, biaya untuk asisten rumah tangga, hingga alokasi kecil seperti uang sampah komplek.
Alokasi wajib juga harus ditetapkan untuk pembayaran cicilan atau sifat utang lainnya seperti KPR atau kartu kredit. Kemudian keluarga juga wajib mengalokasikan kebutuhan future spending (pengeluaran yang pasti dilakukan di masa depan).
“Contoh future spending ini seperti menabung, mambangun dana darurat keluarga, persiapan uang sekolah anak, dana pensiun, bagan persiapan kebutuhan untuk mudik di tahun mendatang,” kata Ruisa.
Kemudian, alokasi bisa dibagi untuk kebutuhan yang bersifat sosial dan amal, seperti sedekah zakat, atau kebutuhan sosial di lingkungan. Setelah dirasa alokasi primer dalam porsi yang tepat, keluarga baru boleh menentukan alokasi yang bersifat tersier misalnya langganan streaming, makan bersama di restoran tiap pekan, staycation dan lainnya.
Mengencangkan Sabuk Lewat Dana Darurat
Ilustrasi tabungan (Sumber gambar: Towfiqu barbhuiya/Unsplash)
“Ada yang semua pendapatan di-pool jadi satu (antara suami dan istri), kemudian dibagi ke beberapa pos. Tapi ada juga yang dibagi langsung dalam alokasi dari tiap gaji istri atau suami,” kata Ruisa.
Tiap pendekatan ini tentu memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Namun Ruisa menyarankan, sebaiknya miliki saja satu rekening yang bisa diakses bersama yang berisi dana operasional keluarga.
”Supaya arus keluarnya bisa terkontrol bersama, sementara pengeluaran yang sifatnya tabungan atau investasi bsia dari rekening lain dengan mengaktifkan fitur autodebet,” katanya.
Selain arus kas, keluarga juga perlu mempersipakan dana darurat. Dana darurat bisa ditabung setiap bulan atau setiap mendapatkan penghasilan. Cara paling sederhana untuk membangun dana darurat adalah dengan menyisihkan minimal 10 persen penghasilan, kemudian uangnya diletakkan dalam rekening khusus dana darurat.
Ruisa menyarankan dana darurat bisa diletakkan pada tabungan rencana yang terkunci agar terpisah dari rekening operasional sehari-hari. Namun, dana darurat juga bisa ditempatkan di deposito atau reksa dana pasar uang.
Idealnya, dana darurat perlu disiapkan sebesar 6 kali dari nilai pengeluaran rutin. Namun lebih idealnya bagi yang sudah berkeluarga, diperlukan persiapan dana darurat hingga 12 kali dari pengeluaran rutin bulanan. Misal pengeluaran rutin bulanan adalah Rp10 juta, maka perlu disiapkan Rp120 juta untuk berjaga-jaga.
Baca juga: Moms, Ini Lo Pentingnya Literasi Keuangan Anak Sejak Dini
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.