Hypeprofil: Pipiet Noorastuti Co-founder Nona Rara Batik yang Peduli Perajin Daerah
07 October 2024 |
18:00 WIB
Batik kini tak lagi berupa jarik atau kemben yang identik dengan masyarakat tempo dulu di pedesaan. Wujudnya pun tak terbatas pada sehelai kain panjang tanpa jahitan. Kini kain bermotif yang dilukis dengan lilin atau malam ini kini telah menjadi bagian dari tren fesyen.
Nona Rara Batik merupakan salah satu rumah mode batik yang tak hanya eksis di kancah nasional, namun juga sukses menembus pasar global. Pipiet Noorastuti, bersama Atiek Octrina, dan Yosep Dimas mendirikan jenama ini sejak 2011.
Baca juga: Hypeprofil Ramon Y. Tungka: Setia Menjaga Lingkungan Demi Hidup yang Lestari
Tumbuh besar di tengah perajin batik, Pipiet Noorastuti sebagai co-founder Nona Rara Batik memiliki misi agar kain tradisional Indonesia ini bisa dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat dan di segala kegiatan. Sekaligus memperlihatkan keindahan wastra nusantara dan memberdayakan para perajin batik dan penjahit lokal.
"Nenek saya pada waktu itu merupakan seorang pengrajin batik, namun karena kondisi krisis ekonomi pada 1998, usaha batiknya terpaksa gulung tikar," ujar Pipiet.
Melalui Nona Rara Batik, dia ingin membangkitkan kembali usaha yang dirintis oleh sang nenek. Selain itu juga turut melestarikan, memberikan edukasi, serta menambah informasi mengenai kain batik agar semakin banyak masyarakat yang menggunakannya.
Adapun Nona Rara sendiri diambil dari nama keponakannya, yakni putri dari Atiek Octrina. Jenama ini mulai menapaki industri mode tanah air sebagai usaha kecil menengah (UKM) dengan memasarkan produknya via Facebook, lalu pada November 2011 resmi membuka toko pertama di ITC Kuningan meski masih memproduksi dalam skala rumahan.
Selama menjalankan bisnis ini, Pipiet melihat peluang dan potensinya terus berkembang sehingga membuatnya makin percaya diri. Terlebih industri batik sendiri, dari segi desain dan modelnya juga terus berinovasi jadi semakin modern sehingga mulai menarik minat generasi muda.
"Produk Nona Rara Batik merupakan hasil karya pengrajin lokal, kita tidak menggunakan batik yang diproduksi melalui mesin cetak sehingga setiap koleksi yang dikeluarkan juga terbatas dan motifnya tidak sama dengan motif-motif yang ada di pasaran," katanya.
Bisa dibilang 80-90 persen motif Nona Rara Batik merupakan custom, misalnya dengan memadu padankan motif batik dari berbagai daerah Indonesia. Idenya didapatkan setelah berdiskusi langsung dengan para perajin, sehingga tidak mengurangi atau melanggar pakem-pakem yang sudah ada.
Dari para perajin, jenama ini juga mendapat informasi mengenai pakem-pakem batik. Ada situasi di mana mereka menemukan batik yang dibuat dengan teknik-teknik dari China, motifnya mirip dengan batik Indonesia tapi tetap saja tidak bisa dikategorikan sebagai batik.
Nona Rara sendiri sejak awal berdirinya banyak mengeksplorasi batik Encim Pekalongan yang penuh bunga-bunga dan warnanya pun cerah. Seperti yang kita tahu, dulu kain batik didominasi warna-warna gelap seperti coklat dan krem.
"Batik Encim Pekalongan ini mulai diaplikasikan ke jenis-jenis batik lainnya misalnya batik Cirebon yang punya kombinasi warnanya sendiri," ujarnya.
Sementara dari segi potongannya, diwujudkan dalam bentuk atasan, gaun, blazer, jaket, celana, dan rok yang casual untuk digunakan ke kantor atau aktivitas lainnya. Mereka juga banyak membuat pakaian dengan konsep 2 in 1 atau 3 in 1 yang bisa menciptakan beberapa looks, misalnya atasan batik dengan resleting yang rapi, ketika resletingnya dibuka bisa dijadikan outer.
Setiap bulannya mereka meluncurkan dua koleksi baru dengan mengusung tema kain tertentu atau pesanan khusus tertentu sehingga bisa memperkenalkan berbagai jenis wasta nusantara. Menggunakan batik cap atau tulis yang diproduksi langsung oleh para pengrajin batik daerah.
"Melihat adalnya peningkatan penjualan dan masih banyak wastra yang bisa dieksplorasi, rasanya masih banyak kemungkinan untuk semakin berkembang," katanya.
Nona Rara Batik juga sejak lama mulai menyasar pasar internasional. Berkolaborasi dengan Hypefast, jenama ini muncul di videotron Times Square, New York, Amerika Serikat (AS) bersama 16 merek fesyen lokal lainnya beberapa waktu lalu. Ini menjadi semacam teaser dari Hypefast yang bertujuan menargetkan merek fesyen lokal untuk mencapai pasar global dengan cara yang lebih efektif dan scalable.
“Bagi Nona Rara Batik, kesempatan muncul di NYC walaupun dalam bentuk videotron, merupakan harapan bahwa merek lokal bisa meng-global,” ujarnya.
Meski begitu, dalam perjalanannya jenama ini juga mengalami sejumlah tantangan, baik dari segi produksi maupun bisnisnya. Salah satunya adalah membangun dan mempertahankan ekosistem yang kuat dalam menjaga warisan budaya di tengah perkembangan zaman.
Misalnya, dengan konsisten menggunakan teknik batik tulis dan cap dalam menciptakan produk dengan harga terjangkau, serta memberdayakan perajin daerah. Nona Rara kini telah berhasil memberdayakan puluhan karyawan. Mereka menggandeng hampir 30 perajin lokal batik dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Bali, Solo, Pekalongan, Cirebon, dan Garut dengan rata-rata usia perajin, mulai dari 20-an sampai 60-an.
"Membuat batik dengan volume besar juga menjadi tantangan tersendiri, apalagi kalau cuaca tak menentu, beda kloter bisa beda hasil warnanya, makanya kami juga selektif lagi memilih perajin
yang menyanggupi untuk produksi massal," papar Pipiet.
Misalnya akhir tahun mulai memasuki musim hujan, jenama ini tidak bisa membuat batik dengan warna-warna cerah karena minimnya cahaya matahari membuat warnanya tidak keluar. Oleh karenanya, produksinya bisa ditunda sampai beberapa waktu ke depan.
Selain itu, untuk mengupayakan bisnis yang ramah lingkungan, Nona Rara Batik juga memiliki sister brand yaitu PART of Nona Rara yang fokus mengolah sisa kain untuk menjadi produk baru fesyen bernilai jual.
"Produk PART of Nona Rara memiliki range harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan Nona Rara Batik sehingga dapat merangkul audiens dari segmen yang berbeda, dan pada akhirnya makin memperluas target pasar," ujarnya.
Sejak awal berdirinya, strategi marketing yang diadopsi jenama ini untuk meningkatkan penjualan, yakni memanfaatkan penggunaan media sosial dan e-commerce. Dimulai dengan penjualan via online di Facebook, lalu membuka toko offline supaya pelanggan dapat merasakan pengalaman langsung dengan produk.
Namun, tetap dibarengi dengan pemasaran di berbagai platform e-commerce dan marketplace. Berkat pemanfaatan berbagai fitur di e-commerce, omzet Nona Rara Batik pada 2024 ini meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
"Nona Rara Batik terus belajar dan berusaha tetap relevan sesuai kebutuhan pembeli, tak lupa tetap mengkomunikasikan budaya batik dan menjaga harganya tetap terjangkau sehingga produk kami bisa digunakan masyarakat luas," katanya.
Baca juga: Kisah Sukses Nona Rara Batik, Bangun Bisnis Berbasis Komunitas
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Nona Rara Batik merupakan salah satu rumah mode batik yang tak hanya eksis di kancah nasional, namun juga sukses menembus pasar global. Pipiet Noorastuti, bersama Atiek Octrina, dan Yosep Dimas mendirikan jenama ini sejak 2011.
Baca juga: Hypeprofil Ramon Y. Tungka: Setia Menjaga Lingkungan Demi Hidup yang Lestari
Tumbuh besar di tengah perajin batik, Pipiet Noorastuti sebagai co-founder Nona Rara Batik memiliki misi agar kain tradisional Indonesia ini bisa dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat dan di segala kegiatan. Sekaligus memperlihatkan keindahan wastra nusantara dan memberdayakan para perajin batik dan penjahit lokal.
"Nenek saya pada waktu itu merupakan seorang pengrajin batik, namun karena kondisi krisis ekonomi pada 1998, usaha batiknya terpaksa gulung tikar," ujar Pipiet.
Melalui Nona Rara Batik, dia ingin membangkitkan kembali usaha yang dirintis oleh sang nenek. Selain itu juga turut melestarikan, memberikan edukasi, serta menambah informasi mengenai kain batik agar semakin banyak masyarakat yang menggunakannya.
Adapun Nona Rara sendiri diambil dari nama keponakannya, yakni putri dari Atiek Octrina. Jenama ini mulai menapaki industri mode tanah air sebagai usaha kecil menengah (UKM) dengan memasarkan produknya via Facebook, lalu pada November 2011 resmi membuka toko pertama di ITC Kuningan meski masih memproduksi dalam skala rumahan.
Selama menjalankan bisnis ini, Pipiet melihat peluang dan potensinya terus berkembang sehingga membuatnya makin percaya diri. Terlebih industri batik sendiri, dari segi desain dan modelnya juga terus berinovasi jadi semakin modern sehingga mulai menarik minat generasi muda.
"Produk Nona Rara Batik merupakan hasil karya pengrajin lokal, kita tidak menggunakan batik yang diproduksi melalui mesin cetak sehingga setiap koleksi yang dikeluarkan juga terbatas dan motifnya tidak sama dengan motif-motif yang ada di pasaran," katanya.
Bisa dibilang 80-90 persen motif Nona Rara Batik merupakan custom, misalnya dengan memadu padankan motif batik dari berbagai daerah Indonesia. Idenya didapatkan setelah berdiskusi langsung dengan para perajin, sehingga tidak mengurangi atau melanggar pakem-pakem yang sudah ada.
Dari para perajin, jenama ini juga mendapat informasi mengenai pakem-pakem batik. Ada situasi di mana mereka menemukan batik yang dibuat dengan teknik-teknik dari China, motifnya mirip dengan batik Indonesia tapi tetap saja tidak bisa dikategorikan sebagai batik.
Nona Rara sendiri sejak awal berdirinya banyak mengeksplorasi batik Encim Pekalongan yang penuh bunga-bunga dan warnanya pun cerah. Seperti yang kita tahu, dulu kain batik didominasi warna-warna gelap seperti coklat dan krem.
"Batik Encim Pekalongan ini mulai diaplikasikan ke jenis-jenis batik lainnya misalnya batik Cirebon yang punya kombinasi warnanya sendiri," ujarnya.
Sementara dari segi potongannya, diwujudkan dalam bentuk atasan, gaun, blazer, jaket, celana, dan rok yang casual untuk digunakan ke kantor atau aktivitas lainnya. Mereka juga banyak membuat pakaian dengan konsep 2 in 1 atau 3 in 1 yang bisa menciptakan beberapa looks, misalnya atasan batik dengan resleting yang rapi, ketika resletingnya dibuka bisa dijadikan outer.
Setiap bulannya mereka meluncurkan dua koleksi baru dengan mengusung tema kain tertentu atau pesanan khusus tertentu sehingga bisa memperkenalkan berbagai jenis wasta nusantara. Menggunakan batik cap atau tulis yang diproduksi langsung oleh para pengrajin batik daerah.
"Melihat adalnya peningkatan penjualan dan masih banyak wastra yang bisa dieksplorasi, rasanya masih banyak kemungkinan untuk semakin berkembang," katanya.
Nona Rara Batik juga sejak lama mulai menyasar pasar internasional. Berkolaborasi dengan Hypefast, jenama ini muncul di videotron Times Square, New York, Amerika Serikat (AS) bersama 16 merek fesyen lokal lainnya beberapa waktu lalu. Ini menjadi semacam teaser dari Hypefast yang bertujuan menargetkan merek fesyen lokal untuk mencapai pasar global dengan cara yang lebih efektif dan scalable.
“Bagi Nona Rara Batik, kesempatan muncul di NYC walaupun dalam bentuk videotron, merupakan harapan bahwa merek lokal bisa meng-global,” ujarnya.
Tantangan dalam Produksi dan Bisnis
Meski begitu, dalam perjalanannya jenama ini juga mengalami sejumlah tantangan, baik dari segi produksi maupun bisnisnya. Salah satunya adalah membangun dan mempertahankan ekosistem yang kuat dalam menjaga warisan budaya di tengah perkembangan zaman.
Misalnya, dengan konsisten menggunakan teknik batik tulis dan cap dalam menciptakan produk dengan harga terjangkau, serta memberdayakan perajin daerah. Nona Rara kini telah berhasil memberdayakan puluhan karyawan. Mereka menggandeng hampir 30 perajin lokal batik dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Bali, Solo, Pekalongan, Cirebon, dan Garut dengan rata-rata usia perajin, mulai dari 20-an sampai 60-an.
"Membuat batik dengan volume besar juga menjadi tantangan tersendiri, apalagi kalau cuaca tak menentu, beda kloter bisa beda hasil warnanya, makanya kami juga selektif lagi memilih perajin
yang menyanggupi untuk produksi massal," papar Pipiet.
Misalnya akhir tahun mulai memasuki musim hujan, jenama ini tidak bisa membuat batik dengan warna-warna cerah karena minimnya cahaya matahari membuat warnanya tidak keluar. Oleh karenanya, produksinya bisa ditunda sampai beberapa waktu ke depan.
Selain itu, untuk mengupayakan bisnis yang ramah lingkungan, Nona Rara Batik juga memiliki sister brand yaitu PART of Nona Rara yang fokus mengolah sisa kain untuk menjadi produk baru fesyen bernilai jual.
"Produk PART of Nona Rara memiliki range harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan Nona Rara Batik sehingga dapat merangkul audiens dari segmen yang berbeda, dan pada akhirnya makin memperluas target pasar," ujarnya.
Sejak awal berdirinya, strategi marketing yang diadopsi jenama ini untuk meningkatkan penjualan, yakni memanfaatkan penggunaan media sosial dan e-commerce. Dimulai dengan penjualan via online di Facebook, lalu membuka toko offline supaya pelanggan dapat merasakan pengalaman langsung dengan produk.
Namun, tetap dibarengi dengan pemasaran di berbagai platform e-commerce dan marketplace. Berkat pemanfaatan berbagai fitur di e-commerce, omzet Nona Rara Batik pada 2024 ini meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
"Nona Rara Batik terus belajar dan berusaha tetap relevan sesuai kebutuhan pembeli, tak lupa tetap mengkomunikasikan budaya batik dan menjaga harganya tetap terjangkau sehingga produk kami bisa digunakan masyarakat luas," katanya.
Baca juga: Kisah Sukses Nona Rara Batik, Bangun Bisnis Berbasis Komunitas
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.