Sambut Hari Batik, Seniman Tiarma Sirait Gelar Pameran Tunggal Lukisan Batik Kontemporer
04 October 2024 |
08:30 WIB
Ada banyak ragam cara untuk menyambut Hari Batik. Seniman Tiarma Sirait memiliki inisiatif berbeda untuk mengapresiasi Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi itu dengan cara yang unik. Dia menggelar pameran tunggal bertajuk Batik dalam Dimensi Baru, di Cemara 6 Galeri, Jakarta, pada 3-16 Oktober 2024.
Dikenal sebagai seniman fesyen, Tiarma memang kerap menampilkan berbagai jenis karya dari instalasi, pertunjukan, dan tekstil dengan batik sebagai basis berkreasi. Hasilnya adalah berbagai kelindan rupa mengenai citraan, motif, corak, dan goresan kuas, serta pena dalam kanvas berbagai ukuran yang penuh warna dan otentik.
Baca juga: Keseruan Perayaan Hari Batik Nasional 2024 di Museum Batik Indonesia TMII
Ketua Yayasan Cemara 6 Galeri, Dr. Inda Citraninda Noerhadi, mengatakan bahwa perkembangan teknologi telah membuat batik berevolusi sedemikian rupa. Tak sekadar menjadi kain yang dikenakan saat acara tertentu, batik telah digunakan sebagai inspirasi dan ekspresi individual lewat berbagai media, seperti fesyen, instalasi seni, dan lukisan.
Bahkan, seni performans dan media digital saat ini juga telah menggunakan batik sebagai medium karya untuk menggenapi citraan yang ingin dihadirkan ke publik, sehingga memungkinkan hadirnya inovasi batik yang signifikan. "Adanya adaptasi ini menunjukkan bahwa batik mampu melintasi zaman dan menjembatani masa lalu dengan masa depan," katanya.
Selaras, kurator Anna Sungkar mengatakan, dalam pamerannya kali ini Tiarma bukan sekadar mengeksplorasi secara spesifik gaya batik tertentu. Melainkan mengungkai ragam flora dan fauna di Tanah Air dengan motif-motif yang masih dipengaruhi gaya melukis kain batik. Pola tersebut juga diejawantahkan dalam berbagai medium baik kanvas hingga kertas.
Sebagai seniman yang mengeksplorasi batik sejak dekade 90-an, menurut Anna Sungkar, Tiarma juga terus memperlihatkan progresifitas dalam berkarya. Lewat pameran ini, Genhype akan diajak melihat bagaimana sang seniman dengan saksama melukiskan detail yang menakjubkan, serta variasi motif-motif yang berhasil direduksi dengan baik.
"Berbeda dengan batik pesisir yang warnanya blink-blink dan ngejreng, karya batik Tiarma justru menampilkan warna yang kalem dan lembut, dengan kombinasi yang harmonis. Citraan ini menunjukkan dimensi baru atas aspek kontemporer dari batik yang diciptakannya," katanya.
Refleksi tersebut, menurut Anna Sungkar teradicita dalam lukisan The Nature of the Nature (acrylic on canvas, 140x60x4,5 cm). Lukisan ini secara umum mengimak tiga ekor binatang dalam frame yang berbeda, yang sedang berlari. Lewat pola pembuatan gambar yang simetris, sang seniman juga memberikan isian dalam gambar dengan berbagai bebungaan, liliana, dan motif-motif arkaik di tubuh objek.
Karya tersebut juga mendemonstrasikan bagaimana sang seniman mengolah warna hijau kebiruan (teal) yang menjadi frame dari boks berwarna lemon dan macaroon atau light khaki. Pilihan warna inilah yang menurut Anna, jarang digunakan oleh para pembatik tradisional, karena mereka lebih banyak melukis batik dengan corak-corak warna hangat, seperti merah, biru, atau kehijauan.
Impresi yang lain juga tercitra dalam serial lukisan Keep Blooming (acrylic, and pen on canvas, 34x34x3cm) yang berjumlah lebih dari 30 lukisan. Karya berstruktur dua kotak dengan warna yang berbeda itu, menggambarkan berbagai bentuk flora dan fauna seperti burung merak, kupu-kupu, kembang, reptil, hingga aneka jenis burung, dengan penyesuain detail corak dari pena.
Sama seperti karya sebelumnya, seri Keep Blooming juga menampilkan permainan warna yang kaya dan bervariasi. Walakin, sang seniman sepertinya juga ingin memberi kesan yang berbeda lewat serial Keep Alive (ink on paper, 30,5x30,5 cm). sekumpulan karya tinta di atas kertas yang lebih banyak mengeksplorasi bentuk-bentuk makhluk aneh, dengan berbagai variasi.
Berbeda dari lukisan sebelumnya, tampaknya Tiarma mendapat kepuasan tersendiri dengan menikmati bleber-nya tinta di atas air. Lukisan seri ini juga seolah menjadi percobaan sang seniman dalam eksplorasi pencarian bentuk lewat media baru sebelum mengalihkannya ke atas kanvas yang lebih besar.
"Secara tematik, spirit perempuan [dalam membatik] menjadi daya dan bentuk yang kuat dalam karya saya, sebagai bagian tak terpisahkan dengan alam di satu sisi, tetapi juga dengan peranannya dalam perkembangan peradaban," katanya.
Tiarma Dame Ruth Sirait adalah seorang pelukis, seniman fesyen dan desainer tekstil berbasis di Bandung. Ide-ide melukisnya dikembangkan dari pengalamannya dalam fesyen dan tekstil, dengan batik sebagai salah satu motif eksplorasinya. Hingga saat ini, Tiarma juga telah berpameran di berbagai tempat baik di dalam dan luar negeri.
Tiarma menempuh pendidikan seinya di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam bidang Desain Tekstil. Kemudian dia melanjutkan ke Institut Teknologi Royal Melbourne (RMIT) dalam bidang Desain Mode, dan Program beasiswa STINT, dan menyelesaikan Magister Fashion dan Desain Tekstil di University of Borås, Swedia.
Baca juga: Di Antara Lilin dan Canting, Menjaga Batik Tetap Berkelanjutan di Tengah Globalisasi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Dikenal sebagai seniman fesyen, Tiarma memang kerap menampilkan berbagai jenis karya dari instalasi, pertunjukan, dan tekstil dengan batik sebagai basis berkreasi. Hasilnya adalah berbagai kelindan rupa mengenai citraan, motif, corak, dan goresan kuas, serta pena dalam kanvas berbagai ukuran yang penuh warna dan otentik.
Baca juga: Keseruan Perayaan Hari Batik Nasional 2024 di Museum Batik Indonesia TMII
Ketua Yayasan Cemara 6 Galeri, Dr. Inda Citraninda Noerhadi, mengatakan bahwa perkembangan teknologi telah membuat batik berevolusi sedemikian rupa. Tak sekadar menjadi kain yang dikenakan saat acara tertentu, batik telah digunakan sebagai inspirasi dan ekspresi individual lewat berbagai media, seperti fesyen, instalasi seni, dan lukisan.
Bahkan, seni performans dan media digital saat ini juga telah menggunakan batik sebagai medium karya untuk menggenapi citraan yang ingin dihadirkan ke publik, sehingga memungkinkan hadirnya inovasi batik yang signifikan. "Adanya adaptasi ini menunjukkan bahwa batik mampu melintasi zaman dan menjembatani masa lalu dengan masa depan," katanya.
Selaras, kurator Anna Sungkar mengatakan, dalam pamerannya kali ini Tiarma bukan sekadar mengeksplorasi secara spesifik gaya batik tertentu. Melainkan mengungkai ragam flora dan fauna di Tanah Air dengan motif-motif yang masih dipengaruhi gaya melukis kain batik. Pola tersebut juga diejawantahkan dalam berbagai medium baik kanvas hingga kertas.
Sebagai seniman yang mengeksplorasi batik sejak dekade 90-an, menurut Anna Sungkar, Tiarma juga terus memperlihatkan progresifitas dalam berkarya. Lewat pameran ini, Genhype akan diajak melihat bagaimana sang seniman dengan saksama melukiskan detail yang menakjubkan, serta variasi motif-motif yang berhasil direduksi dengan baik.
"Berbeda dengan batik pesisir yang warnanya blink-blink dan ngejreng, karya batik Tiarma justru menampilkan warna yang kalem dan lembut, dengan kombinasi yang harmonis. Citraan ini menunjukkan dimensi baru atas aspek kontemporer dari batik yang diciptakannya," katanya.
Refleksi tersebut, menurut Anna Sungkar teradicita dalam lukisan The Nature of the Nature (acrylic on canvas, 140x60x4,5 cm). Lukisan ini secara umum mengimak tiga ekor binatang dalam frame yang berbeda, yang sedang berlari. Lewat pola pembuatan gambar yang simetris, sang seniman juga memberikan isian dalam gambar dengan berbagai bebungaan, liliana, dan motif-motif arkaik di tubuh objek.
Karya tersebut juga mendemonstrasikan bagaimana sang seniman mengolah warna hijau kebiruan (teal) yang menjadi frame dari boks berwarna lemon dan macaroon atau light khaki. Pilihan warna inilah yang menurut Anna, jarang digunakan oleh para pembatik tradisional, karena mereka lebih banyak melukis batik dengan corak-corak warna hangat, seperti merah, biru, atau kehijauan.
Lukisan The Nature of the Nature (acrylic on canvas, 140x60x4,5 cm). (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Sama seperti karya sebelumnya, seri Keep Blooming juga menampilkan permainan warna yang kaya dan bervariasi. Walakin, sang seniman sepertinya juga ingin memberi kesan yang berbeda lewat serial Keep Alive (ink on paper, 30,5x30,5 cm). sekumpulan karya tinta di atas kertas yang lebih banyak mengeksplorasi bentuk-bentuk makhluk aneh, dengan berbagai variasi.
Berbeda dari lukisan sebelumnya, tampaknya Tiarma mendapat kepuasan tersendiri dengan menikmati bleber-nya tinta di atas air. Lukisan seri ini juga seolah menjadi percobaan sang seniman dalam eksplorasi pencarian bentuk lewat media baru sebelum mengalihkannya ke atas kanvas yang lebih besar.
"Secara tematik, spirit perempuan [dalam membatik] menjadi daya dan bentuk yang kuat dalam karya saya, sebagai bagian tak terpisahkan dengan alam di satu sisi, tetapi juga dengan peranannya dalam perkembangan peradaban," katanya.
Serial lukisan Keep Blooming (acrylic, and pen on canvas, 34x34x3cm). (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Tiarma Dame Ruth Sirait adalah seorang pelukis, seniman fesyen dan desainer tekstil berbasis di Bandung. Ide-ide melukisnya dikembangkan dari pengalamannya dalam fesyen dan tekstil, dengan batik sebagai salah satu motif eksplorasinya. Hingga saat ini, Tiarma juga telah berpameran di berbagai tempat baik di dalam dan luar negeri.
Tiarma menempuh pendidikan seinya di Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam bidang Desain Tekstil. Kemudian dia melanjutkan ke Institut Teknologi Royal Melbourne (RMIT) dalam bidang Desain Mode, dan Program beasiswa STINT, dan menyelesaikan Magister Fashion dan Desain Tekstil di University of Borås, Swedia.
Baca juga: Di Antara Lilin dan Canting, Menjaga Batik Tetap Berkelanjutan di Tengah Globalisasi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.