Karya berjudul Salutan Oranye di pameran Menjabat Tangan Ingatan. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Cerita di Balik Pameran Menjabat Tangan Ingatan Karya Haiza Putti

25 September 2024   |   14:21 WIB
Image
Alya Hafilah Salsabila Mahasiswi Universitas Padjadjaran

Seniman Haiza Putti, atau yang akrab disapa Runi telah rampung menggelar pameran seni perdananya. Mengusung tema Menjabat Tangan ingatan, pameran tersebut diselenggarakan hampir sebulan penuh, mulai dari 25 Agustus hingga 22 September 2024. 

Pameran ini terdiri dari 14 karya yang dibagi menjadi 9 chapter berjudul Menjabat Tangan Ingatan; Bunga Takambang; Kain Emma; Takambang Jadi Guru; Salutan Oranye; Luruih, Karitiang, Luruih, Karitiang; Catatan 1992; Titipan Makanan Hari Itu; dan The Eyes Were Closed, so They Passed On.

“Inti dari tema Menjabat Tangan Ingatan adalah pada akhirnya aku sadar bahwa ada kebutuhan untuk berdamai dengan ingatan kita sedari kecil. Pameran ini sendiri banyak membahas tentang mendiang ibu aku yang meninggal saat aku usia 2 tahun," katanya. 

Pengunjung akan disambut dengan lukisan yang memiliki judul yang sama dengan tema pameran, Menjabat Tangan Ingatan. Lukisan ini dipilih sebagai karya pembuka, sekaligus karya utama dalam pameran. Lukisan yang didominasi warna ungu tersebut menceritakan tentang ingatan Runi ketika ibunya telah menyelesaikan proses pemandian dan pengkafanan jenazah. 

Baca juga: Pameran Solo Perdana Seniman Thailand Korakrit Arunanondchai Siap Hadir di Museum MACAN
 

Karya berjudul Menjabat Tangan Ingatan. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Karya berjudul Menjabat Tangan Ingatan. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Uniknya, Runi memiliki hierarki warnanya sendiri. Menurutnya, warna ungu merupakan urutan pertama dalam hierarki warna karena sejarahnya yang hanya digunakan untuk kalangan bangsawan, dan pigmennya yang sulit dicari pada masa lampau. 

Tak hanya menampilkan lukisan, Runi juga membuat karya yang berbahan dasar clay seperti karyanya yang berjudul Bunga Takambang, Catatan 1992, dan Titipan Makanan Hari Itu. Dua karya pertama dicetak langsung dari buku catatan ibunya, yang kemudian dicetak dalam clay

Perempuan lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), ITB, ini juga mengatakan bahwa dirinya banyak terinspirasi dari kebudayaan Minang. Hal ini dituangkannya dalam tiga karyanya dengan chapter Kain Emma, serta detail desain kain Minang dalam karyanya yang berjudul The Eyes Were Closed so They Passed On
 

Karya berjudul The Eyes Were Closed, so They Passed On. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Karya berjudul The Eyes Were Closed, so They Passed On. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Runi juga menyinggung isu mengenai perempuan dan standar kecantikan yang tertuang dalam dua karyanya berjudul Luruih, Karitiang, Luruih, Karitiang. Karya tersebut dibuat berdasarkan pengalaman menarik yang dia alami saat pemakaman ibundanya, ketika salah satu keluarganya memuji rambutnya yang lurus lebat, tak seperti ibunya yang memiliki rambut keriting. 

Dia menyadari bagaimana hal tersebut menarik karena suasana duka yang sedang menyelimutinya dapat dicampur dengan standar kecantikan. Maka, karyanya yang satu ini memiliki detail jahitan lurus dan bergelombang yang menggambarkan rambutnya dan rambut sang ibu. 
 

Karya berjudul Luruih, Karitiang, Luruih, Karitiang. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Karya berjudul Luruih, Karitiang, Luruih, Karitiang. (Sumber: Hypeabis.id/Alya Hafilah)

Selain beberapa karya di atas, pameran ini juga memiliki banyak karya lainnya yang tak kalah unik, dengan setiap besutannya yang memiliki kisahnya masing-masing. 

Meskipun Menjabat Tangan Ingatan merupakan pameran solo perdananya, Runi mengaku sudah menyiapkan konsep serta tema pameran dari 2 tahun lamanya. Uniknya, bersama Ibrahim Soetomo sebagai kurator, Runi hanya memiliki waktu 2 bulan untuk mempersiapkan seluruh karyanya. 

Dalam prosesnya, pameran tersebut cukup menantang bagi perempuan berusia 26 tahun ini. Pasalnya, Runi terbiasa dengan karya lukis. Namun dalam pameran ini, dia tak hanya memamerkan bentuk lukisan, melainkan beberapa karya keramik atau clay.

Selain itu, karena beberapa karyanya yang mengangkat budaya Minang, Runi pun harus melakukan berbagai riset untuk mengembangkan karyanya. “Dari pengalamanku menggarap pameran ini, yang aku pelajari adalah betapa pentingnya untuk menelusuri kembali akar budaya dari keluargaku sendiri. Lewat hal itu, aku akhirnya bisa memahami manusia secara general, sih,” ungkapnya. 

Sebagai seorang seniman, dia merasa karya-karyanya merupakan wadah untuk menuangkan perasaan yang tak dapat dia sampaikan melalui kata-kata. Dia berharap orang-orang yang menikmati karyanya dapat melihat apa yang telah dibuatnya dari perspektifnya masing-masing. 

Baca juga: Ratusan Artefak Bersejarah dari Belanda Siap Dipajang di Pameran Repatriasi

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Resmi Pensiun, Simak Perjalanan Karier TenZ di Skena Kompetitif Valorant

BERIKUTNYA

Hypeprofil Ramon Y. Tungka: Setia Menjaga Lingkungan Demi Hidup yang Lestari

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: