Instalasi video bertajuk No history in a room filled with people with funny names 5 (2018) karya Korakrit Arunanondchai. (Sumber gambar: Museum MACAN)

Pameran Solo Perdana Seniman Thailand Korakrit Arunanondchai Siap Hadir di Museum MACAN

25 September 2024   |   09:30 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Museum MACAN kembali memboyong seniman kontemporer global ke Indonesia. Museum seni di Jakarta Barat itu akan menggelar pameran tunggal karya-karya Korakrit Arunanondchai, perupa kelahiran Thailand yang kini berbasis di Amerika Serikat dan Bangkok untuk pertama kalinya di Indonesia.

Pameran yang akan berlangsung pada 30 November 2024 hingga 6 April 2025 tersebut diberi tajuk Sing Dance Cry Breathe | as their world collides on to the screen.

Ekshibisi ini akan menghadirkan beragam rangkaian praktik artistik Arunanondchai, mulai dari instalasi-instalasi videonya yang paling dikenal, lukisan, hingga instalasi khas tapaknya yang teranyar. Bergumul dengan tema-tema yang berkaitan dengan identitas, memori, kehidupan, kematian, spiritualitas, dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia.

Baca juga: Pencarian Tak Berkesudahan Jumaldi Alfi dalam Pameran Never Ending Stories

Praktik artistik Arunanondchai kerap mengangkat pengalaman-pengalaman pribadi yang berakar kuat pada konteks budaya negara asalnya, Thailand, maupun juga tempat-tempat lain dengan narasi budaya dan sejarah yang berlapis. Karena itu, karya-karyanya juga merupakan refleksi atas isu-isu global dewasa ini.
 

F

Seniman Korakrit Arunanondchai. (Sumber gambar: Museum MACAN)

Ketertarikan Arunanondchai terhadap spiritualitas dan mitologi mencerminkan asal-usul budayanya, di mana tema-tema ini terjalin erat dalam tatanan budaya masyarakat Thailand. Pengunjung akan dapat mempelajari eksplorasi Arunanondchai tentang persimpangan antara kehidupan kontemporer dan bentuk-bentuk kepercayaan tradisional.

"Melalui karyanya, sang perupa menjembatani masa lalu dan masa kini, mengajak orang-orang untuk merenungkan tema-tema universal tentang eksistensi, identitas, dan kekuatan tak kasat mata yang membentuk dunia kita," demikian tulis Museum MACAN dalam keterangan resminya.

Sebagai seniman, Arunanondchai kerap menciptakan karya yang berfokus pada potensi transformatif dalam proses bercerita. Melalui setiap proyeknya, dia mengembangkan sebuah kosmos yang terdiri dari kisah-kisah yang terjalin berkelindan, yang diceritakan melalui instalasi-instalasi video, lukisan, objek-objek, dan karya performatifnya yang ekspansif. 

Dalam video-videonya, dia memproses pengalaman-pengalaman pribadinya sebagaimana dia mencerna beragam peristiwa politik, sejarah, maupun pertanyaan-pertanyaan akan masa kini yang kian dilanda krisis.
 
 

Simbolisme Burung Hong (Phoenix)

Dalam pameran ini, Arunanondchai akan kembali menyelami simbolisme burung hong (phoenix) dan api yang menjadi motif berulang dalam karya-karyanya. Simbolisme ini mencerminkan eksplorasi sang perupa terhadap proses penciptaan dan
kehancuran.

Dengan merefleksikan gagasan akan transformasi yang abadi, baik secara personal, kutural, maupun teknologi, Arunanondchai menggambarkan pembaruan dan adaptasi
identitas budaya dalam menghadapi modernisasi dan globalisasi.

Di antara karya-karya yang akan ditampilkan dalam pameran ini adalah instalasi lukisan terbaru beserta dua instalasi video penting dari sang perupa, yakni No History in a Room Filled with People with Funny Names 5 (2018) dan Songs for Living (2021).

No history in a room filled with people with funny names 5 merupakan instalasi video yang diproduksi bersama dengan sineas Amerika Alex Gjovic dan kolaborator Tosh Basco. Video ini mengambil inspirasi dari ritual "Ghost Cinema" di Timur Laut Thailand, di mana para biksu memproyeksikan film ke dinding kuil untuk penonton-penonton yang merupakan roh.
 

Instalasi video bertajuk No history in a room filled with people with funny names 5 (2018) karya Korakrit Arunanondchai. (Sumber gambar: Museum MACAN)

Instalasi video bertajuk Songs for Living (2021) karya Korakrit Arunanondchai. (Sumber gambar: Museum MACAN)

Sementara Songs for Living ialah ebuah karya di mana Arunanondchai menyinggung konsep waktu di luar rentang hidup manusia. Video tersebut memperlihatkan perjalanan roh
yang kembali ke wujud tubuhnya, hendak terlahir kembali. 

Unsur api, air, dan gambaran Garuda yang terbakar muncul dalam beberapa kesempatan, melambangkan proses kematian, pembusukan, dan kelahiran kembali, mengundang audiens untuk melakukan refleksi kolektif mengenai akhirat dan kelangsungan hidup.

Venus Lau selaku Direktur Museum MACAN mengatakan pameran ini akan menampilkan beragam eksplorasi artistik Arunanondchai, menggali tema seputar kemanusiaan dan
spiritualitas yang menjadi inti karyanya. Selain itu, pameran ini juga menampilkan banyak koleksi lukisan sang seniman yang sebagian besar belum pernah dipamerkan di tempat lain.

"Kami berharap dapat mengundang pengunjung untuk merasakan dunia seni Korakrit Arunanondchai yang mendalam dan menggugah pikiran dalam pameran penting ini," katanya.

Sebelumnya, Arunanondchai telah berpameran di berbagai belahan dunia, termasuk di antaranya pameran tunggal di Bangkok kunsthalle, Bangkok (2024), Solar dos Abacaxis, Rio de Janeiro (2024), The Metropolitan Arts Centre (MAC), Belfast (2023), Moderna Museet, Stockholm (2022), Art Sonje Center, Seoul (2022), dan Singapore Art Museum, Singapura (2022).

Termasuk, di Spazio Maiocchi, Milan (2019), Museum of Contemporary Art Kiasma, Helsinki (2017), Museion, Bolzano (2016), Palais de Tokyo, Paris (2015), dan Museum of Modern Art PS1, New York (2014).

Baca juga: Merayakan Inklusivitas Seni Rupa Lewat Pameran Warna-warna 

Selain itu, seniman kelahiran 1986 ini  juga telah berpartisipasi dalam berbagai biennale, antara lain Gwangju Biennale (2021), Dhaka Art Summit (2020), 16th Istanbul Biennale (2019), Whitney Biennial (2019), 58th International Art Exhibition – La Biennale di Venezia (2019), Berlin Biennale (2016) dan 20th Biennale of Sydney (2016).

Karya-karyanya telah menjadi bagian dari koleksi permanen Whitney Museum of American Art, New York; Centre Pompidou, Paris; Fondation Louis Vuitton, Paris; Tate Modern, London; Astrup Fearnley Museum, Oslo; Zabludowicz Collection, London; Sifang Art Museum, Nanjing. Adapun, Arunanondchai juga merupakan salah satu pendiri dan penyelenggara Ghost, festival seni dan performans di Bangkok.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

9 Jenis Sate Khas Hari Raya Galungan & Maknanya bagi Umat Hindu

BERIKUTNYA

Gaya Cinta Laura dan Enzy Storia jadi Model di Le Défilé L'Oreal Paris

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: