Darurat Depresi di Asia Pasifik, Remaja Dewasa jadi Kelompok Paling Rentan
24 September 2024 |
18:00 WIB
Asia Pasifik tengah mengalami kedaruratan kasus depresi. Laporan KPMG Singapura dan Johnson & Johnson bertajuk Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum menyebutkan Asia Pasifik memiliki tingkat depresi dan penyakit jiwa yang paling tinggi dibanding wilayah lainnya di dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara khusus menyoroti kasus depresi sebagai gangguan mental yang paling umum. Depresi telah menyumbang 4,3 persen dari beban penyakit global, dan diproyeksikan menjadi beban penyakit nomor 1 di negara-negara maju seluruh dunia pada 2030 . Sementara di negara berkembang, depresi diprediksi akan menjadi salah satu penyebab utama beban penyakit setelah HIV/AID dan kematian perinatal.
Jika ditarik lebih jauh, beban penyakit yang lahir dari gangguan kesehatan mental bisa memberi dampak kerugian yang besar bagi negara. Orang dengan gangguan depresi cenderung sulit produktif, dan tidak mampu mengambil peran sebagai bagian dari masyarakat yang akan mempengaruhi ekonomi negara.
Baca juga: Kenali 5 Tanda Depresi, Salah Satunya Enggak Fokus
Meski telah diproyeksikan menjadi beban penyakit terberat kurang dari satu dekade mendatang, Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RS MMC, Adhi Wibowo Nurhidayat, menyayangkan masih kurangnya tenaga kesehatan yang harusnya dapat melayani pasien gangguan kesehatan jiwa.
WHO memperkirakan sebanyak 970 juta orang di dunia terdampak gangguan jiwa, di mana 29 persen di antaranya didera depresi. Dalam keterangannya di Webinar Pahami Depresi, Cegah Bunuh Diri, Adhi menjabarkan data bahwa Indonesia hanya memiliki kurang lebih 1.500 dokter spesialis kejiwaan.
Sementara menurut data BPS terbaru, Adhi mengatakan Indonesia memiliki 281 juta penduduk. “Bayangkan, kita hanya memiliki proporsi 0,4 psikiater dari 100.000 penduduk,” katanya.
Angka tersebut jelas jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Singapura memiliki proporsi sekitar 4,4 psikiater untuk tiap 100.000 penduduk, Sementara Thailand memiliki 1,3 psikiater untuk tiap 100.000 penduduk.
“Membuktikan bahwa Ini gangguan kesehatan jiwa masalah yang berat tapi tenaga profesional kita masih sangat kurang,” imbuhnya.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan RI menyebutkan jika depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental paling umum terjadi pada remaja dewasa berusia 15-24 tahun. Kelompok umur ini mendapatkan prevalensi yang paling tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya.
Menurut Data SKI 2023, 61 persen remaja dewasa berusia 15-24 tahun yang mengalami depresi dalam 1 bulan terakhir pernah berpikiran untuk mengakhiri hidup.
Apabila melihat data global, sebanyak 70 persen kalangan generasi Z melakukan bunuh diri saat mengalami gangguan mental, terutama depresi. Adhi mengatakan, data mengenai percobaan bunuh diri dan bunuh diri sulit ditemukan di Indonesia.
Pada 2016, 3,7 per 100.000 penduduk Indonesia dikatakan bunuh diri. “Fenomena bunuh diri itu seperti gunung es, diasumsikan tiap 1 kasus yang tampak di permukaan, maka 5 angka bunuh diri rata-rata terjadi juga,” kata Adhi.
Kasus-kasus di unit gawat darurat seperti keracunan atau kecelakaan sebagai bagian dari percobaan bunuh diri juga jarang teridentifikasi, yang menyebabkan datanya sulit diidentifikasi.
Sebagai salah satu beban penyakit yang diprediksikan akan menduduki peringkat pertama di antara penyakit lainnya, antisipasi terkait gangguan kesehatan mental seperti depresi sudah seharusnya ditegakkan. Sebab, banyak kasus terkait gangguan kesehatan jiwa dapat ditanggulangi dengan pencegahan, apalagi di usia remaja dewasa yang merupakan generasi penerus bangsa.
Baca juga: Apa Itu Emotional Eating yang Disebut Sebagai Efek Stres & Depresi?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara khusus menyoroti kasus depresi sebagai gangguan mental yang paling umum. Depresi telah menyumbang 4,3 persen dari beban penyakit global, dan diproyeksikan menjadi beban penyakit nomor 1 di negara-negara maju seluruh dunia pada 2030 . Sementara di negara berkembang, depresi diprediksi akan menjadi salah satu penyebab utama beban penyakit setelah HIV/AID dan kematian perinatal.
Jika ditarik lebih jauh, beban penyakit yang lahir dari gangguan kesehatan mental bisa memberi dampak kerugian yang besar bagi negara. Orang dengan gangguan depresi cenderung sulit produktif, dan tidak mampu mengambil peran sebagai bagian dari masyarakat yang akan mempengaruhi ekonomi negara.
Baca juga: Kenali 5 Tanda Depresi, Salah Satunya Enggak Fokus
Meski telah diproyeksikan menjadi beban penyakit terberat kurang dari satu dekade mendatang, Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa RS MMC, Adhi Wibowo Nurhidayat, menyayangkan masih kurangnya tenaga kesehatan yang harusnya dapat melayani pasien gangguan kesehatan jiwa.
WHO memperkirakan sebanyak 970 juta orang di dunia terdampak gangguan jiwa, di mana 29 persen di antaranya didera depresi. Dalam keterangannya di Webinar Pahami Depresi, Cegah Bunuh Diri, Adhi menjabarkan data bahwa Indonesia hanya memiliki kurang lebih 1.500 dokter spesialis kejiwaan.
Sementara menurut data BPS terbaru, Adhi mengatakan Indonesia memiliki 281 juta penduduk. “Bayangkan, kita hanya memiliki proporsi 0,4 psikiater dari 100.000 penduduk,” katanya.
Angka tersebut jelas jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Singapura memiliki proporsi sekitar 4,4 psikiater untuk tiap 100.000 penduduk, Sementara Thailand memiliki 1,3 psikiater untuk tiap 100.000 penduduk.
“Membuktikan bahwa Ini gangguan kesehatan jiwa masalah yang berat tapi tenaga profesional kita masih sangat kurang,” imbuhnya.
Remaja Dewasa Paling Rentan
Ilustrasi depresi (Sumber gambar: Engin Akyurt/Pexels)
Menurut Data SKI 2023, 61 persen remaja dewasa berusia 15-24 tahun yang mengalami depresi dalam 1 bulan terakhir pernah berpikiran untuk mengakhiri hidup.
Apabila melihat data global, sebanyak 70 persen kalangan generasi Z melakukan bunuh diri saat mengalami gangguan mental, terutama depresi. Adhi mengatakan, data mengenai percobaan bunuh diri dan bunuh diri sulit ditemukan di Indonesia.
Pada 2016, 3,7 per 100.000 penduduk Indonesia dikatakan bunuh diri. “Fenomena bunuh diri itu seperti gunung es, diasumsikan tiap 1 kasus yang tampak di permukaan, maka 5 angka bunuh diri rata-rata terjadi juga,” kata Adhi.
Kasus-kasus di unit gawat darurat seperti keracunan atau kecelakaan sebagai bagian dari percobaan bunuh diri juga jarang teridentifikasi, yang menyebabkan datanya sulit diidentifikasi.
Sebagai salah satu beban penyakit yang diprediksikan akan menduduki peringkat pertama di antara penyakit lainnya, antisipasi terkait gangguan kesehatan mental seperti depresi sudah seharusnya ditegakkan. Sebab, banyak kasus terkait gangguan kesehatan jiwa dapat ditanggulangi dengan pencegahan, apalagi di usia remaja dewasa yang merupakan generasi penerus bangsa.
Baca juga: Apa Itu Emotional Eating yang Disebut Sebagai Efek Stres & Depresi?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.