Mengulik Fakta Diabetes Tipe 2 dan Gagal Ginjal pada Anak Akibat Makanan Manis
18 September 2024 |
21:00 WIB
Anak-anak gemar mengonsumsi makanan manis seperti permen, cokelat, dan minuman berperisa. Namun, konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan kadar gula darah, yang dikhawatirkan bisa menyebabkan diabetes dan komplikasinya seperti gagal ginjal.
Berdasarkan laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak usia 12-18 tahun melonjak drastis sampai 70 kali lipat pada 2023, dibandingkan dengan 2010. Prevalensi kasus pada Januari 2023 adalah 2 per 100.000 jiwa sehingga sampai sekarang diabetes menjadi penyakit yang sangat diwaspadai.
"Diabetes tipe 2 yang mulai banyak terjadi pada anak remaja. Disebabkan gaya hidup yang tidak sehat termasuk pola makan yang banyak asupan ultra processed food, tinggi gula, dan zat tambahan lainnya," tulis Piprim Basarah Yanuarso, Ketua IDAI, dikutip dari Instagram, Rabu (7/7/2024).
Baca juga: IDAI Beri Penjelasan tentang Susu UHT dan Makanan Pemicu Diabetes pada Anak
Lebih lanjut dia menambahkan, diabetes tipe 2 disebabkan gaya hidup buruk, yang pada akhirnya ini akan berdampak pada obesitas. Sekitar 80 persen anak dengan diabetes, disertai obesitas. "Ketika anak obesitas, ada hipertensi, ada resistensi insulin. Nanti larinya bisa ke mana-mana," imbuhnya.
Piprim menekankan supaya orang tua tidak memberikan anak-anak makanan Ultra Processed Food (UPF) sejak dini. Lebih baik membiasakan mereka untuk mengonsumsi makanan asli dan alami, yang sama sekali tidak mengalami pemrosesan dan mengandung sedikit atau tanpa bahan tambahan dan pengawet.
"Perbanyak real food seperti ikan, unggas, daging, dan telur," ujarnya.
Ghaisani Fadiana, Dokter Spesialis Anak Subspesialis Endokrinologi memaparkan bahwa pola makan yang tidak sehat seperti kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji dan minuman berpemanis, serta gaya hidup sedentary seperti jarang olahraga, dapat meningkatkan risiko terjadinya kegemukan atau obesitas, yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes tipe 2.
"Diabetes tipe 2 ditandai dengan peningkatan kadar gula darah karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak dapat bekerja dengan baik dalam tubuh (resistensi insulin)," ujar Ghaisani pada Hypeabis.id.
Gejalanya meliputi, sering berkemih, mengompol pada malam hari, cepat merasa haus, merasa lapar berlebihan, dan berat badan turun tanpa sebab. Selain itu, gejala tambahan lainnya yakni mudah lelah, luka sulit sembuh, atau pandangan kabur.
Salah satu tanda terjadinya resistensi insulin adalah warna kulit kehitaman pada daerah-daerah lipatan seperti leher. Jika melihat tanda-tanda tersebut pada anak, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Adapun, penyebab diabetes tipe 2 salah satunya adalah kebiasan mengonsumsi makanan UPF. Makanan ini umumnya tinggi kalori, tinggi kandungan garam, gula, serta asam lemak jenuh. Selain itu, juga rendah serat, mikronutrien, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
"Zat tambahan atau komposisi UPF tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya peradangan atau inflamasi yang sering menjadi pencetus utama berbagai penyakit kronis," paparnya.
Selain itu, beberapa alasan lainnya yang membuktikan bahwa makanan UPF dapat berdampak buruk pada kesehatan, adalah sebagai berikut:
"Asupan lemak yang dibutuhkan umumnya sekitar 30-35 persen dari total kalori pada anak berusia 2-3 tahun dan sekitar 25-35 persen pada anak dan remaja berusia 4-18 tahun," ujarnya.
Selain itu, asupan gula dan garam harian pada anak dan remaja juga perlu diperhatikan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asupan garam harian sebaiknya tidak melebihi 1,5-2 gram/hari. American Heart Association (AHA) juga merekomendasikan asupan gula pada anak dan remaja tidak lebih dari 25 gram sehari atau sekitar 6 sendok teh.
Baca juga: Kenali Gejala dan Cara Mencegah Diabetes Melitus
"Diabetes tipe 2 dengan pengelolaan metabolik yang buruk dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut," papar Ghaisani.
Untuk mengetahui adanya indikasi komplikasi penyakit tersebut, dokter akan melakukan screening komplikasi dengan pemeriksaan rasio albumin-kreatinin urine untuk deteksi dini gangguan ginjal pada anak dengan diabetes.
Senada dengan pernyataan sebelumnya, Henny Adriani Puspitasari, Dokter Spesialis Anak Subspesialis Nefrologi memaparkan bahwa gagal ginjal pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit ginjal dan saluran kemih bawaan atau kelainan atau radang pada glomerulus ginjal (glomerulonefritis).
Gejala gagal ginjal dapat meliputi pembengkakan di area mata, kaki, dan pergelangan kaki, perubahan warna urine, seperti menjadi merah atau berbusa, perubahan pola buang air kecil, seperti menjadi lebih jarang atau dalam jumlah yang lebih sedikit dari biasanya.
Selain itu, anak terlihat pucat dan sering merasa lelah, kehilangan nafsu makan dan sering muntah, infeksi saluran kemih berulang, pertumbuhan anak terhambat (anak pendek), dan tekanan darah tinggi saat diperiksa.
Henny memaparkan, kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak. Obesitas berperan besar dalam kemunculan dan perburukan penyakit ginjal kronis. Selain itu, juga memiliki kaitan erat dengan dua penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir, yaitu diabetes dan hipertensi.
"Gagal ginjal yang disebabkan oleh penyakit tidak menular seperti diabetes masih dapat dicegah dengan menerapkan gaya hidup sehat," ujarnya.
Lebih lanjut dia memaparkan, perbanyak minum air putih, kurangi kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis dan asin. Penting bagi orang tua untuk membiasakan diri membaca informasi nutrisi pada kemasan makanan atau minuman dan mempertimbangkan apakah kandungan nutrisinya sesuai atau berlebihan untuk anak.
Namun, apabila anak mengalami gangguan ginjal akut yang berat atau gagal ginjal telah memasuki stadium akhir, maka cuci darah atau hemodialisis menjadi salah satu opsi terapi pengganti fungsi ginjal yang dapat diterapkan pada anak.
"Pada anak dengan gangguan ginjal akut yang parah, ada kemungkinan tindakan hemodialisisnya dihentikan jika fungsi ginjal membaik, sementara anak dengan gagal ginjal stadium akhir bisa menghentikan hemodialisis setelah mendapatkan transplantasi ginjal," ujarnya.
Baca juga: 7 Penyebab Gagal Ginjal yang Sering Dianggap Remeh
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Berdasarkan laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak usia 12-18 tahun melonjak drastis sampai 70 kali lipat pada 2023, dibandingkan dengan 2010. Prevalensi kasus pada Januari 2023 adalah 2 per 100.000 jiwa sehingga sampai sekarang diabetes menjadi penyakit yang sangat diwaspadai.
"Diabetes tipe 2 yang mulai banyak terjadi pada anak remaja. Disebabkan gaya hidup yang tidak sehat termasuk pola makan yang banyak asupan ultra processed food, tinggi gula, dan zat tambahan lainnya," tulis Piprim Basarah Yanuarso, Ketua IDAI, dikutip dari Instagram, Rabu (7/7/2024).
Baca juga: IDAI Beri Penjelasan tentang Susu UHT dan Makanan Pemicu Diabetes pada Anak
Lebih lanjut dia menambahkan, diabetes tipe 2 disebabkan gaya hidup buruk, yang pada akhirnya ini akan berdampak pada obesitas. Sekitar 80 persen anak dengan diabetes, disertai obesitas. "Ketika anak obesitas, ada hipertensi, ada resistensi insulin. Nanti larinya bisa ke mana-mana," imbuhnya.
Piprim menekankan supaya orang tua tidak memberikan anak-anak makanan Ultra Processed Food (UPF) sejak dini. Lebih baik membiasakan mereka untuk mengonsumsi makanan asli dan alami, yang sama sekali tidak mengalami pemrosesan dan mengandung sedikit atau tanpa bahan tambahan dan pengawet.
"Perbanyak real food seperti ikan, unggas, daging, dan telur," ujarnya.
Ghaisani Fadiana, Dokter Spesialis Anak Subspesialis Endokrinologi memaparkan bahwa pola makan yang tidak sehat seperti kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji dan minuman berpemanis, serta gaya hidup sedentary seperti jarang olahraga, dapat meningkatkan risiko terjadinya kegemukan atau obesitas, yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes tipe 2.
"Diabetes tipe 2 ditandai dengan peningkatan kadar gula darah karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak dapat bekerja dengan baik dalam tubuh (resistensi insulin)," ujar Ghaisani pada Hypeabis.id.
Gejalanya meliputi, sering berkemih, mengompol pada malam hari, cepat merasa haus, merasa lapar berlebihan, dan berat badan turun tanpa sebab. Selain itu, gejala tambahan lainnya yakni mudah lelah, luka sulit sembuh, atau pandangan kabur.
Salah satu tanda terjadinya resistensi insulin adalah warna kulit kehitaman pada daerah-daerah lipatan seperti leher. Jika melihat tanda-tanda tersebut pada anak, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
Adapun, penyebab diabetes tipe 2 salah satunya adalah kebiasan mengonsumsi makanan UPF. Makanan ini umumnya tinggi kalori, tinggi kandungan garam, gula, serta asam lemak jenuh. Selain itu, juga rendah serat, mikronutrien, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
"Zat tambahan atau komposisi UPF tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya peradangan atau inflamasi yang sering menjadi pencetus utama berbagai penyakit kronis," paparnya.
Selain itu, beberapa alasan lainnya yang membuktikan bahwa makanan UPF dapat berdampak buruk pada kesehatan, adalah sebagai berikut:
- Terjadi perubahan struktur atau tekstur makanan melalui proses industri (artifisial)
- Ada potensi kontaminasi dari kemasan maupun proses pembuatan makanan
- Terdapat zat tambahan (aditif) atau zat lainnya yang ditambahkan ke dalam makanan
"Asupan lemak yang dibutuhkan umumnya sekitar 30-35 persen dari total kalori pada anak berusia 2-3 tahun dan sekitar 25-35 persen pada anak dan remaja berusia 4-18 tahun," ujarnya.
Selain itu, asupan gula dan garam harian pada anak dan remaja juga perlu diperhatikan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asupan garam harian sebaiknya tidak melebihi 1,5-2 gram/hari. American Heart Association (AHA) juga merekomendasikan asupan gula pada anak dan remaja tidak lebih dari 25 gram sehari atau sekitar 6 sendok teh.
Baca juga: Kenali Gejala dan Cara Mencegah Diabetes Melitus
Penyakit Komplikasi Diabetes yang Harus Diwaspadai
Orang tua juga perlu waspada, anak dan remaja dengan diabetes tipe 2 berisiko tinggi mengalami beberapa komplikasi kronik, seperti gangguan penglihatan (retinopati), gangguan persarafan (neuropati), dan gangguan fungsi ginjal (nefropati atau gagal ginjal)."Diabetes tipe 2 dengan pengelolaan metabolik yang buruk dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut," papar Ghaisani.
Untuk mengetahui adanya indikasi komplikasi penyakit tersebut, dokter akan melakukan screening komplikasi dengan pemeriksaan rasio albumin-kreatinin urine untuk deteksi dini gangguan ginjal pada anak dengan diabetes.
Senada dengan pernyataan sebelumnya, Henny Adriani Puspitasari, Dokter Spesialis Anak Subspesialis Nefrologi memaparkan bahwa gagal ginjal pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit ginjal dan saluran kemih bawaan atau kelainan atau radang pada glomerulus ginjal (glomerulonefritis).
Gejala gagal ginjal dapat meliputi pembengkakan di area mata, kaki, dan pergelangan kaki, perubahan warna urine, seperti menjadi merah atau berbusa, perubahan pola buang air kecil, seperti menjadi lebih jarang atau dalam jumlah yang lebih sedikit dari biasanya.
Selain itu, anak terlihat pucat dan sering merasa lelah, kehilangan nafsu makan dan sering muntah, infeksi saluran kemih berulang, pertumbuhan anak terhambat (anak pendek), dan tekanan darah tinggi saat diperiksa.
Henny memaparkan, kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak. Obesitas berperan besar dalam kemunculan dan perburukan penyakit ginjal kronis. Selain itu, juga memiliki kaitan erat dengan dua penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir, yaitu diabetes dan hipertensi.
"Gagal ginjal yang disebabkan oleh penyakit tidak menular seperti diabetes masih dapat dicegah dengan menerapkan gaya hidup sehat," ujarnya.
Lebih lanjut dia memaparkan, perbanyak minum air putih, kurangi kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman manis dan asin. Penting bagi orang tua untuk membiasakan diri membaca informasi nutrisi pada kemasan makanan atau minuman dan mempertimbangkan apakah kandungan nutrisinya sesuai atau berlebihan untuk anak.
Namun, apabila anak mengalami gangguan ginjal akut yang berat atau gagal ginjal telah memasuki stadium akhir, maka cuci darah atau hemodialisis menjadi salah satu opsi terapi pengganti fungsi ginjal yang dapat diterapkan pada anak.
"Pada anak dengan gangguan ginjal akut yang parah, ada kemungkinan tindakan hemodialisisnya dihentikan jika fungsi ginjal membaik, sementara anak dengan gagal ginjal stadium akhir bisa menghentikan hemodialisis setelah mendapatkan transplantasi ginjal," ujarnya.
Baca juga: 7 Penyebab Gagal Ginjal yang Sering Dianggap Remeh
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.