Heboh Soal Royalti Pencipta Lagu Asmalibrasi, Begini Kata Pengamat Musik Nuran Wibisono
09 September 2024 |
20:05 WIB
Kisruh tentang pembagian royalti yang berkeadilan masih menjadi momok di industri musik Indonesia. Terbaru, perhatian publik tertuju pada perdebatan terbuka antara penyanyi muda asal Semarang, Fanny Soegi, yang baru-baru ini mengungkapkan keresahannya terkait masalah hak royalti lagu Asmalibrasi.
Melalui unggahannya di Twitter (X), Fanny mengungkapkan bahwa dia merasa iba ketika mengetahui bahwa pencipta lagu Asmalibrasi tidak mendapatkan royalti yang semestinya, meskipun lagu tersebut sangat populer dan banyak didengar di berbagai platform musik digital hingga offline.
Baca juga: Melly Goeslaw & Yovie Widianto Sentil Royalti Streaming Musik Tidak Adil & Transparan
Dalam unggahannya, Fanny mengungkapkan bahwa kondisi pencipta lagu Asmalibrasi cukup memprihatinkan, yang tinggal di rumah kontrakan bahkan harus terjerat utang hanya untuk membiayai sekolah anaknya. Padahal, lagu karyanya itu banyak didengar dan dinikmati publik.
"Bayangin aja, lagu Asmalibrasi yang kalian dengar di mana-mana, tapi penciptanya sampai minjem uang untuk bayar sekolah anaknya," tulis Fanny di laman X pribadinya, Minggu, 8 September 2024.
Fanny juga menybutkan bahwa royalti yang dihasilkan lagu tersebut mencapai angka yang signifikan, yaitu lebih dari setengah miliar rupiah. Dia menyoroti adanya ketidakadilan dalam pembagiannya, di mana orang-orang yang tidak memiliki hak justru menerima porsi royalti yang lebih besar.
Menurut Fanny, proses pembagian royalti ini tidak transparan dan cenderung merugikan pencipta lagu. "Nominal dari royalti lagu ini enggak main-main, setengah miliar lebih ada. Tapi justru orang-orang yang enggak punya hak, dapat paling banyak dan enggak transparan," tulis Fanny yang merupakan mantan vokalis band Soegi Bornean.
Sementara itu, manajemen Soegi Bornean menanggapi pernyataan Fanny melalui Instagram @soegiborneanmusik. Mereka menegaskan bahwa royalti telah dibagikan sesuai kesepakatan, dengan Fanny terlibat dalam setiap keputusan.
"Kami pihak manajemen mendistribusikan sesuai dengan nominal yang telah disepakati. Fanny pun selalu terlibat dalam keputusan pembagian royalti," tulis manajemen Soegi Bornean. Mereka juga menambahkan bahwa hubungan dengan pencipta lagu tetap baik dan siap melakukan rekonsiliasi jika diperlukan.
Mengenai hal ini, pengamat musik Tanah Air, Nuran Wibisono memberikan tanggapan terhadap kasus yang dialami Fanny dan penulis lagu Asmalibrasi. Menurutnya, masalah royalti pada kasus Fanny dan lagu Asmalibrasi bukan disebabkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), melainkan terkait manajemen band Soegi Bornean.
Menurutnya, meskipun perjanjian sistem royalti di atas kertas sudah baik, kenyataannya seringkali tidak efektif. "Royalti sebesar setengah miliar sudah cair, namun distribusinya tidak dikelola dengan baik oleh manajemen band," ujar Nuran melalui pesan WhatsApp pada Senin, (9/9/2024).
Nuran menambahkan bahwa kehadiran LMKN merupakan langkah konkret, namun peraturan yang dibuat perlu waktu lama agar sistemnya bisa berjalan dengan baik dan lancar. “Kalau soal langkah konkret sebenarnya keberadaan LMKN itu sudah langkah yang konkret. Cuma memang perlu waktu lama untuk membuat sistemnya berjalan dengan baik,” tegas Nuran.
Meski demikian, Nuran Wibisono menyatakan bahwa banyak musisi di luar kota besar yang masih belum memahami pentingnya pendaftaran hak cipta dan penerapan pemungutan royalti yang seringkali membingungkan.
Menurut Nuran, ini merupakan salah satu kelemahan sistem hukum di Indonesia yang menyebabkan kerugian bagi musisi. Akibatnya, banyak musisi yang memilih cara 'hukum viralitas' seperti mempublikasikan masalah mereka di media sosial, sebagai solusi.
"Misalnya, banyak musisi di luar kota besar atau yang bergerak di ranah non-industri, yang tidak mengetahui tentang pendaftaran hak cipta. Penerapan royalti juga sering kali menimbulkan kebingungan. Masalah ini adalah bentuk kelemahan sistem hukum di Indonesia, dan seringkali musisi harus mengandalkan cara viralitas untuk mendapatkan perhatian," ujarnya.
Baca juga: Tak Hanya Royalti, Intip Sumber Pendapatan Musisi Indonesia & Upaya Memaksimalkannya
Nuran juga menambahkan bahwa LMKN perlu meningkatkan kegiatan sosialisasi kepada para musisi yang belum memahami hak cipta dan royalti. "Sosialisasi, transparansi, dan perbaikan sistem adalah tugas besar yang harus dihadapi oleh LMKN," tegasnya.
Nuran juga menyarankan agar musisi memahami hukum hak cipta dan pembagian royalti dengan baik. "Ini adalah proses penting yang tidak boleh diabaikan dalam setiap perjalanan karier band atau musisi. Dengan memahami hak cipta dan royalti, musisi dapat menghindari berbagai masalah di kemudian hari," tutup Nuran.
Editor: Fajar Sidik
Melalui unggahannya di Twitter (X), Fanny mengungkapkan bahwa dia merasa iba ketika mengetahui bahwa pencipta lagu Asmalibrasi tidak mendapatkan royalti yang semestinya, meskipun lagu tersebut sangat populer dan banyak didengar di berbagai platform musik digital hingga offline.
Baca juga: Melly Goeslaw & Yovie Widianto Sentil Royalti Streaming Musik Tidak Adil & Transparan
Dalam unggahannya, Fanny mengungkapkan bahwa kondisi pencipta lagu Asmalibrasi cukup memprihatinkan, yang tinggal di rumah kontrakan bahkan harus terjerat utang hanya untuk membiayai sekolah anaknya. Padahal, lagu karyanya itu banyak didengar dan dinikmati publik.
"Bayangin aja, lagu Asmalibrasi yang kalian dengar di mana-mana, tapi penciptanya sampai minjem uang untuk bayar sekolah anaknya," tulis Fanny di laman X pribadinya, Minggu, 8 September 2024.
Fanny juga menybutkan bahwa royalti yang dihasilkan lagu tersebut mencapai angka yang signifikan, yaitu lebih dari setengah miliar rupiah. Dia menyoroti adanya ketidakadilan dalam pembagiannya, di mana orang-orang yang tidak memiliki hak justru menerima porsi royalti yang lebih besar.
Menurut Fanny, proses pembagian royalti ini tidak transparan dan cenderung merugikan pencipta lagu. "Nominal dari royalti lagu ini enggak main-main, setengah miliar lebih ada. Tapi justru orang-orang yang enggak punya hak, dapat paling banyak dan enggak transparan," tulis Fanny yang merupakan mantan vokalis band Soegi Bornean.
Sementara itu, manajemen Soegi Bornean menanggapi pernyataan Fanny melalui Instagram @soegiborneanmusik. Mereka menegaskan bahwa royalti telah dibagikan sesuai kesepakatan, dengan Fanny terlibat dalam setiap keputusan.
"Kami pihak manajemen mendistribusikan sesuai dengan nominal yang telah disepakati. Fanny pun selalu terlibat dalam keputusan pembagian royalti," tulis manajemen Soegi Bornean. Mereka juga menambahkan bahwa hubungan dengan pencipta lagu tetap baik dan siap melakukan rekonsiliasi jika diperlukan.
Mengenai hal ini, pengamat musik Tanah Air, Nuran Wibisono memberikan tanggapan terhadap kasus yang dialami Fanny dan penulis lagu Asmalibrasi. Menurutnya, masalah royalti pada kasus Fanny dan lagu Asmalibrasi bukan disebabkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), melainkan terkait manajemen band Soegi Bornean.
Menurutnya, meskipun perjanjian sistem royalti di atas kertas sudah baik, kenyataannya seringkali tidak efektif. "Royalti sebesar setengah miliar sudah cair, namun distribusinya tidak dikelola dengan baik oleh manajemen band," ujar Nuran melalui pesan WhatsApp pada Senin, (9/9/2024).
Nuran menambahkan bahwa kehadiran LMKN merupakan langkah konkret, namun peraturan yang dibuat perlu waktu lama agar sistemnya bisa berjalan dengan baik dan lancar. “Kalau soal langkah konkret sebenarnya keberadaan LMKN itu sudah langkah yang konkret. Cuma memang perlu waktu lama untuk membuat sistemnya berjalan dengan baik,” tegas Nuran.
Meski demikian, Nuran Wibisono menyatakan bahwa banyak musisi di luar kota besar yang masih belum memahami pentingnya pendaftaran hak cipta dan penerapan pemungutan royalti yang seringkali membingungkan.
Menurut Nuran, ini merupakan salah satu kelemahan sistem hukum di Indonesia yang menyebabkan kerugian bagi musisi. Akibatnya, banyak musisi yang memilih cara 'hukum viralitas' seperti mempublikasikan masalah mereka di media sosial, sebagai solusi.
"Misalnya, banyak musisi di luar kota besar atau yang bergerak di ranah non-industri, yang tidak mengetahui tentang pendaftaran hak cipta. Penerapan royalti juga sering kali menimbulkan kebingungan. Masalah ini adalah bentuk kelemahan sistem hukum di Indonesia, dan seringkali musisi harus mengandalkan cara viralitas untuk mendapatkan perhatian," ujarnya.
Baca juga: Tak Hanya Royalti, Intip Sumber Pendapatan Musisi Indonesia & Upaya Memaksimalkannya
Nuran juga menambahkan bahwa LMKN perlu meningkatkan kegiatan sosialisasi kepada para musisi yang belum memahami hak cipta dan royalti. "Sosialisasi, transparansi, dan perbaikan sistem adalah tugas besar yang harus dihadapi oleh LMKN," tegasnya.
Nuran juga menyarankan agar musisi memahami hukum hak cipta dan pembagian royalti dengan baik. "Ini adalah proses penting yang tidak boleh diabaikan dalam setiap perjalanan karier band atau musisi. Dengan memahami hak cipta dan royalti, musisi dapat menghindari berbagai masalah di kemudian hari," tutup Nuran.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.