Ilustrasi platform musik digital. (Sumber gambar: Fath/Unsplash)

Melly Goeslaw & Yovie Widianto Sentil Royalti Streaming Musik Tidak Adil & Transparan

04 May 2024   |   14:49 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Di era digital, industri musik bergerak semakin cepat. Di tengah perkembangan ini, sektor streaming musik mengambil porsi yang cukup besar dari total pendapatan rekaman musik global. Namun, nyatanya, para pencipta lagu dan musisi belum mendapatkan remunerasi yang adil atas kreativitas dan kerja keras mereka.
 
Menurut data dari Koalisi Seni, sektor streaming musik mengambil porsi sebesar 65 persen dari total pendapatan rekaman musik global pada 2021. Di Indonesia, jumlah royalti digital mencapai 72,5 persen dari seluruh royalti yang didistribusikan ke pencipta lagu pada 2020. Angka ini jauh di atas persentase rata-rata dunia yaitu 65 persen. 

Baca juga: Kemenparekraf Susun Naskah Akademik Mekanisme Pembayaran Royalti Musik
 
Musisi Melly Goeslaw mengatakan pada era digital yang serba transparans, penghitungan royalti untuk musik justru tidak terbuka. Sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu, dia mengaku tidak mengetahui dengan jelas bagaimana skema penghitungan royalti terutama di platform streaming digital.
 
Dia membandingkan dengan kondisi zaman ketika industri musik masih bergerak secara analog. Kala itu, beberapa albumnya meledak di pasaran dan bisa terjual sebanyak 1 juta hingga 2 juta kopi. Dari penjualan itu, dia mengaku bisa menikmati hasilnya dengan membeli rumah ataupun mobil.
 
Saat ini, Melly mengatakan beberapa lagunya mencetak ratusan juta streams di platform streaming musik digital. Secara angka konsumsi musik, kondisinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan album pada beberapa dekade silam. Namun, nyatanya, Melly justru mengaku tidak mendapatkan penghasilan royalti yang setimpal dari angka streams tersebut.
 
"Sampai sekarang itu saya masih berpikir bagaimana menghitung royaltinya. Di grafik saya ini tiga bulan lalu dapat Rp133.000, alhamdulillah bulan ini ada kenaikan jadi Rp590.000. Itu royalti dari platform streaming," katanya dengan nada sarkastik dalam acara diskusi yang diadakan Koalisi Seni di M Bloc Space, Jakarta, Jumat (3/5/2024).
 
Pelantun lagu Bimbang itu menambahkan lantaran mekanisme platform streaming digital yang tidak transparan dan berkeadilan, dia juga mengaku sudah tidak lagi mendapatkan penghasilan royalti yang menjanjikan dari pihak label. Padahal, secara grafik, beberapa karyanya meraup ratusan juta streams.
 
"Saya mendedikasikan hidup saya untuk musik, jadi musik harus bisa menghidupi saya. Karena emang makannya dari situ. Jadi saya rewel terhadap publisher atau label saya soal royalti," tegasnya. 

Baca juga: Begini Ketentuan Pembagian Royalti Live Events yang Disoal Ahmad Dhani
 
Penyanyi berusia 51 tahun itu juga mengungkapkan salah satu persoalan dari hak royalti musisi, yakni banyaknya platform berbasis user generated content (UGC) yang tidak mau membayar royalti kepada komposer. Padahal, mereka menggunakan lagu-lagu dari para musisi untuk kebutuhan platform.
 
Melihat persoalan itu, Melly dan publisher Aquarius Pustaka Musik akhirnya menggugat beberapa platform tersebut. Namun sayangnya gugatan tersebut kalah. "Karena ternyata Pasal 10 [UU Hak Cipta] itu memang sudah melindungi tapi tidak termasuk platform-platform tersebut. Jadi hanya bisa di-take down tanpa ada sanksi," paparnya. 
 

B

Acara diskusi "Diam-diam Merugikan: Bongkar Bareng Seluk Beluk Royalti Biar Kamu Gak Terus Rugi" yang diadakan Koalisi Seni di M Bloc Space, Jakarta, Jumat (3/5/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta.

Tak patah arang, Melly dan tim pun akhirnya mengajukan gugatan ke tingkat Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat Pasal 10 dan Pasal 114 UU Hak Cipta dan meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan penafsiran yang lebih luas, seiring perkembangan teknologi musik digital saat ini. Dari kedua pasal yang diajukan, gugatan terhadap Pasal 10 akhirnya dikabulkan oleh MK.
 
"Jadi untuk saat ini siapapun yang memakai lagu kami untuk kepentingan apapun, itu harus mendapatkan lisensi dan mendapatkan izin dari kami, serta membayar royalti. Kalau tidak, kami bisa menggugat dan bisa didenda Rp100 juta," terang Melly.
 
Melly tak memungkiri jika kehadiran sejumlah platform tersebut membantu mempromosikan lagu-lagu ciptaan komposer, termasuk mengangkat kembali karya-karya musik lama untuk bisa dikenal utamanya oleh kalangan penikmat yang lebih muda. Hanya, dia menginginkan adanya pembagian royalti yang transparan dan adil untuk pencipta lagu.


Yovie Widianto: Royalti Streaming Tidak Proporsional

Keresahan serupa juga dialami oleh musisi, pencipta lagu sekaligus komposer Yovie Widianto. Yovie mengungkapkan di platform streaming musik digital, lagu-lagunya telah diputar lebih dari 2 miliar streams. Namun, sebagai pencipta lagu, dia mengaku belum mendapatkan royalti dengan angka yang proporsional.
 
Pentolan grup Kahitna itu menyebut besaran royalti yang didapatkan musisi dari platform streaming musik di sejumlah negara berbeda-beda. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Thailand, kata Yovie, Indonesia memiliki angka royalti yang kecil.
 
"Kami masih terus berusaha dan berjuang untuk bisa meningkatkan posisi harga yang ada di platform-platform digital itu," terang pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) itu.
 
Koordinator Penelitian Koalisi Seni Ratri Ninditya menjelaskan daya tawar tarif royalti Indonesia di hadapan sejumlah platform streaming musik digital tegolong sangat kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
 
Dia mencontohkan Korea Selatan bisa memiliki daya tawar tarif royalti yang terbilang besar karena mereka memiliki platform streaming musik lokal sendiri. Artinya, negara hadir untuk memastikan royalti yang berkeadilan bagi musisi lewat kehadiran platform streaming musik lokal tersebut.
 
"Ketika platform asing masuk, mereka akan dengan mudah menetapkan tarif royalti minimal sebesar yang ditawarkan oleh platform lokal per pemutaran lagu. Sementara Indonesia banyaknya masih pakai platform asing, sehingga kami cuma dijadiin pasar mereka pada akhirnya," jelasnya.
 
Oleh karena itu, perempuan yang karib disapa Nindit itu menuturkan dengan banyaknya karya-karya musik serta jumlah pendengarnya di dalam negeri, sudah semestinya Indonesia memiliki platform streaming musik sendiri yang komprehensif dan berkelanjutan. Dalam hal ini, negara sudah semestinya hadir untuk memberikan dukungan kepada musisi agar mendapatkan hak royalti yang adil dan sebagaimana mestinya. 

Baca juga: Tak Hanya Royalti, Intip Sumber Pendapatan Musisi Indonesia & Upaya Memaksimalkannya
 
"Kalau kami punya platform streaming lokal yang bagus dan jadi referensi penikmat musik di Indonesia, maka negara akan punya daya tawar yang tinggi di depan para platform asing ini. Jadi harus ada batas minimal tarif pemutaran lagu di platform digital," jelas dia.
 
Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Drama Korea Terbaru Rilis Mei 2024: Frankly Speaking sampai Connection

BERIKUTNYA

Keren, Band Rock Asal Garut Voice of Baceprot Bakal Manggung di Glastonbury Festival 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: