Wilbert Jonathan Deil adalah CEO dan Co-founder SenyuMuseum (Sumber gambar: Wilbert Jonathan Deil)

Hypeprofil Wilbert Jonathan Deil: Misi SenyuMuseum Mengubah Museum Jadi Lifestyle Destination

09 September 2024   |   16:56 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Ketimpangan kualitas museum antara Indonesia dan negara-negara lain memotivasi Wilbert Jonathan Deil, CEO dan Co-founder SenyuMuseum, untuk bertindak. Berbekal pengalaman sebagai produser musik dan komposer, Wilbert berupaya membangun ekosistem museum yang lebih dinamis dan menjadikannya sebagai destinasi gaya hidup di Indonesia.

Terinspirasi dari kunjungannya ke museum di luar negeri, Wilbert bersama rekannya mendirikan SenyuMuseum untuk menghadirkan sentuhan baru pada museum-museum di Tanah Air, menjadikannya destinasi gaya hidup yang lebih menarik.

“Saya sekolahnya pun juga sekolah dari lulusan konservatori. Jadi, memang industri kreatif itu sudah bukan industri yang asing buat saya,” ujarnya.

Baca juga: Reaktivasi Cagar Budaya, SenyuMuseum Hadirkan Festival Musik hingga Kulineran

Meskipun begitu, dia mengungkapkan bahwa awal mula keberadaan SenyuMuseum sebagai sebuah perusahaan berawal dari museum. Dia mengatakan bahwa diri dan juga sang partner pergi ke Singapura, Jepang, dan Australia.

Dari negara-negara tersebut, dia yang melihat kondisi museum di Indonesia merasa bahwa tempat benda-benda bersejarah tersebut masih membutuh bantuan. “Itu yang membuat kami juga jadi tergerak,” ujarnya.

Wilbert mengungkapkan bahwa motivasi awal pendirian SenyuMuseum adalah kondisi museum-museum di Indonesia yang sebenarnya memiliki konten jauh lebih kaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura. Namun, museum di Indonesia tidak memiliki presentasi yang baik. 
 

Kondisi tersebut jelas memperlihatkan ada ketimpangan antara kualitas dari museum yang dikelola oleh pemerintah dengan swasta. Dia menuturkan, ketimpangan itu membuat diri dan sang rekan berpikir untuk melakukan sesuatu. 

Gayung pun bersambut, Wilbert mengungkapkan mendapatkan kepercayaan untuk menjalani peran sebagai Art Director bersama Edgar dari Museum Bahari.

Dari situ, dia bersama dengan sang rekan berusaha mengembangkan SenyuMuseum lebih luas lagi. Sebagai crative production company, SenyuMuseum memiliki 4 lini produk pada saat ini, yakni event organizer dengan nama SenyuMuseum Live Production; Experience Advisory untuk brand activation dan juga design consultancy; SenyuMuseum Galeri; dan juga Art Travel.

Pengembangan itu bukan alasan. Lini-lini produk yang tercipta merupakan bagian yang harus dijalankan jika hendak mengembangkan industri kreatif Indonesia. Seluruh lini produk yang ada menjadi bagian yang mendukung ekosistem budaya dan industri kreatif secara keseluruhan.
 
Saat membuat museum menjadi lifestyle destination melalui Live Production, manajemen tidak jarang menggabungkannya dengan pameran seni. Keberadaan SenyuMuseum Galeri menjadi dasar bagi perusahaan untuk menjalankannya.

Tidak hanya itu, keberadaan biro perjalanan dan wisata melalui SenyuMuseum Art Travel juga menjadi keharusan untuk meraih orang-orang dari luar negeri yang hendak datang ke event yang sedang dijalani atau memberikan sajian lain kepada para wisatawan seusai menyaksikan ajang yang diselenggarakan oleh perusahaan.

Seni yang ada dalam bagian SenyuMuseum tidak terbatas terhadap seni rupa, seperti lukisan atau seni instalasi. Manajemen juga masuk ke dalam sektor seni musik lantaran diri merupakan individu yang sudah berkecimpung di industri musik sejak awal. Tidak hanya itu, dia mengatakan bahwa manajemen juga berusaha membuat ruang publik atau bangunan komersial non museum atau galeri menjadi tempat untuk memamerkan karya seni melalui place activation atau brand activation

Dengan lini produk place activation tersebut, manajemen kerap menjadikan ruang umum sebagai tempat pameran, sehingga masyarakat umum bisa datang untuk menikmatinya. 

Saat menjalankan SenyuMuseum, dia mengatakan bahwa keterbukaan kilen merupakan salah satu tantangan yang masih harus dihadapi oleh manajemen. Bukan tanpa alasan, konsep tentang museum sebagai lifestyle destination dan juga kegiatan kreatif di luar gedung atau area yang selama ini ada sesuatu yang baru bagi masyarakat dan juga pelaku bisnis.

Dia mengungkapkan bahwa manajemen harus melakukan edukasi terlebih dahulu kepada para pelaku bisnis dan juga masyarakat sebagai konsumen ketika hendak “berjualan”. Kondisi ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan negara lain.

“Kalau di luar negeri kegiatan kreatif di luar gedung-gedung konvensional atau area-area konvensional, kemudian museum menjadi lifestyle destination, itu sudah hal biasa,” katanya.

Wilbert menilai bahwa beberapa pelaku bisnis masih belum melihat bahwa membuat museum menjadi lifestyle destinasi dan mengadakan ajang kreatif di luar gedung atau area konvensional sebagai sesuatu yang urgent.

Kondisi tersebut dapat terjadi lantaran belum banyak pihak yang membuat museum sebagai tujuan gaya hidup dan menjadikan ruang umum sebagai tempat kegiatan kreatif, seperti pameran seni.
 

Seperti dua sisi mata uang, masih belum ada atau belum banyak pihak yang menjadikan ruang umum sebagai tempat kegiatan kreatif juga sebagai potensi yang besar bagi perusahaan untuk meraih pasar yang ada. Potensi itu kian besar lantaran pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di Jakarta tidak lagi berorientasi terhadap kendaraan, tetapi mulai ke arah transit oriented development (TOD).

“Nah, ketika pembangunan mengarah ke arah sana, kan artinya dibutuhkan pihak-pihak yang memang mengembangkan ruang-ruang publik ini,” ujarnya.

Ketika banyak pihak sadar tentang pembangunan kota yang lebih mengutamakan pejalan kaki, SenyuMuseum masuk ke dalamnya untuk mengisi ruang-ruang publik tersebut.

Guna mengatasi tantangan yang ada di satu sisi dan memanfaatkan potensi yang ada di sisi lain, manajemen menjalankan strategi dengan berkolaborasi bersama sejumlah pihak. Dia menyadari bahwa manajemen harus melakukan kolaborasi dengan banyak pihak karena harus mengedukasi banyak pihak tentang konsep yang ditawarkan.

“Kalau edukasi, artinya kami mesti bergabung dengan banyak ahli. Kayak SenyuMuseum Experience Advisory, kami kan banyak melakukan place activation. Nah, itu kami bermitra dengan arsitek. Supaya tata artistik yang kami ingin tawarkan ke museum maupun ke pihak swasta, kami punya mitra arsitek yang memang bisa bekerja sama dengan kami untuk mewujudkan impian itu,” katanya.

Selain itu, dia mencontohkan bahwa manajemen juga berkolaborasi dengan kolektor seni yang memiliki pandangan sama bahwa galeri tidak harus di ruang fisik – pameran dapat dilakukan di ruang-ruang terbuka agar dapat menggaet lebih banyak penikmat awam.

“Jadi, poin utamanya adalah kolaborasi. Tanpa kolaborasi, kami akan susah,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, manajemen sejauh ini telah melakukan berbagai macam kegiatan. Namun, dia enggan menyebutkan besaran pendapatan yang diraih. Tidak hanya itu, dia mengaku masih “membakar” duit dalam menjalankan SenyuMuseum sebagai perusahaan yang bergerak di industri kreatif.

Pada sisa tahun ini, manajemen akan mengembangkan biro perjalanan dan wisata sebagai salah satu lini produk perusahaan. Manajemen menargetkan inbound tourism ke Indonesia terkait dengan lini produk biro perjalanan dan wisata.

Pada saat ini, manajemen juga sudah bermitra dengan banyak pihak. Lewat produk ini, manajemen akan menjadikan Indonesia secara keseluruhan sebagai museum.

“Kami menjadikan Indonesia itu sebagai museum kami. Jadi, kami SenyuMuseum itu, yaudah museumnya di mana. Ya Indonesia itu, satu Indonesia itu museum kami. Tinggal kami mau menunjukkan yang mana saja,” ujarnya.

Baca juga: Yuk Nikmati 5 Program Unik di Festival Exposisi Batavia di Museum Bahari 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

7 Gaya Trendi Pria dari Koleksi Brand Mewah di PIMFW 2024, Marks & Spencer sampai Puma

BERIKUTNYA

Resep Udang Goreng Balon, Dijamin Menggelembung

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: