Ilustrasi animator yang memanfaatkan teknologi. (Sumber gambar: Freepik/DC Studio)

AI Gempur Industri Animasi, Waspada Geser Animator Hingga Kisruh Hak Cipta

25 August 2024   |   00:54 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Profesi animator lambat laun akan terancam dengan kehadiran AI. Seperti yang terjadi di Jepang ketika industri animasi kini memanfaatkan AI generatif untuk mengatasi krisis tenaga kerja. Banyak perusahaan di Negeri Sakura itu menggunakan AI untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat.

Menurut laporan Parrot Analytics, permintaan konten anime di dunia melonjak hampir 118 persen dalam dua tahun terakhir. Krisis tenaga kerja industri animasi di Jepang terjadi lantaran gaji yang rendah. Mengutip laporan New York Times, animator dan ilustrator hanya dibayar US$200 atau setara Rp3,1 juta per bulan.

Pada saat yang sama, para animator khawatir akan adanya pelanggaran hak cipta atas karya mereka karena undang-undang terkait pemanfaatan AI tidak terlalu ketat di Jepang. 

Baca juga: Daftar Film Animasi Terlaris Sepanjang Masa, Inside Out 2 Resmi Geser Frozen II

Founder Enspire School of Digital Art (ESDA) Andre Surya menyebut bisa saja situasi ini terjadi di Indonesia, yakni ketika pekerjaan animator tergantikan oleh AI. “Akan menggantikan kalau animatornya tidak belajar AI,” ujarnya kepada Hypeabis.id beberapa waktu lalu.

Dia menerangkan cukup sulit membendung kehadiran AI pada semua sektor pekerjaan lantaran teknologi ini berkembang begitu cepat. Lambat laun, banyak perusahaan besar termasuk animasi akan menggunakannya karena membuat proses kerja menjadi lebih efisien.  

Di tengah gempuran AI ini, memang perlu ada aturan khusus, terutama yang terkait hak cipta. Sebab di masa depan, hak cipta atas karya para animator atau ilustrator menurutnya akan bertarung dengan perusahaan raksasa dunia. 

Andre menyebut ketika pertarungan ini terjadi, akan sulit bagi animator lokal terutama indie memenangkan kasus hak cipta atas karya dengan dalih perkembangan teknologi. “Sampai sekarang pembuktian 100 persen karya AI itu mengambil dari karya lain secara keseluruhan tidak ada. Itu akan sulit dibawa ke hukum karena abu-abu,” tuturnya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof. Sinta Dewi Rosadi sepakat bahwa hak cipta atas karya akan menjadi isu hukum yang muncul jikalau bicara tentang artificial intelligence. Situasi ini telah terjadi di Amerika Serikat.

Beberapa waktu lalu, para seniman menggugat platform seni DeviantArt dan Stable Diffusion atas pelanggaran hak cipta karena mengolah karya mereka melalui generator AI tanpa izin atau bayaran. 

Untuk mengatasi pergulatan mengenai hak cipta atas karya yang dihasilkan AI ini, Sinta berharap regulasi mengenai kecerdasan buatan yang akan diterbitkan pemerintah harus disusun secara komprehensif. Pasalnya, bidang animasi yang memiliki potensi banyak terjadi pelanggaran hak cipta di masa depan.

“Di bidang hak cinta memang ada perlindungannya, tetapi tidak bisa secara spesifik memberikan perlindungan khususnya untuk karya,” sebutnya.

Sinta berpendapat perlu dikaji lebih dalam apakah revisi undang-undang hak cipta yang ada bisa disatukan dalam undang-undang tentang AI agar para animator atau ilustrator mendapat perlindungan berkekuatan hukum tetap. 

“Jadi ada perlindungan hukumnya di situ, bahwa suatu karya harus memberikan perlindungan kepada penciptanya. Tidak dengan teknologi kemudian diubah, seakan-akan dia menjadi penciptanya,” jelas Sinta.

Pemerintah diketahui sedang menyiapkan regulasi terkait adopsi penggunaan AI, setelah dikeluarkannya Surat Edaran Kecerdasan Artifisial pada akhir tahun lalu. Dia menyebut regulasi baru ini akan bersifat permanen untuk menjadi pedoman dalam pemanfaatan AI.

“Kita menginginkan aturan yang lebih kompleks dan lebih powerful dalam bentuk undang-undang nantinya,” ujar Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria di Jakarta beberapa waktu lalu.

Saat ini, pihaknya tengah melakukan penyelarasan aturan maupun problematika yang sudah ada sebelumnya. Termasuk isu terkait hak cipta. Nezar menyebut untuk melakukan sinkronisasi dengan perangkat aturan hukum yang lain, peraturan tentang AI akan diuji terus agar tidak kontradiktif dan harmonis dalam ekosistem tata kelola AI.

“Targetnya (selesai menjadi undang-undang) ya di masa pemerintahan sekarang, 3-2 bulan lagi,” ungkapnya

Baca juga: Film Animasi Disney yang Diungkap di D23 2024, Zootopia 2 sampai Toy Story 5

Editor: Puput Ady Sukarno
 

SEBELUMNYA

Insulin Lokal Pertama di Indonesia Sudah Tersedia untuk Pasien BPJS, Halal & Murah

BERIKUTNYA

Mengenal NoCopyrightSound, Label Rekaman yang Menyediakan Musik Gratis

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: