Epidemiolog : Waspadai Potensi Mutasi MPox Clade 1B di Indonesia, Pentingnya Deteksi Dini
24 August 2024 |
14:36 WIB
Kementerian Kesehatan Indonesia baru-baru ini melaporkan bahwa kasus Mpox (cacar monyet) yang terdeteksi di Indonesia masih disebabkan oleh Clade 2B yang sebelumnya menjadi perhatian global pada tahun 2022-2023.
Clade 2B ini memang menunjukkan angka kematian dan tingkat keparahan yang lebih rendah dibandingkan dengan Clade 1B, yang baru-baru ini pada 14 Agustus 2024 dinyatakan sebagai kedaruratan kesehatan global oleh WHO. Clade 1B ini telah memicu lonjakan kasus dan kematian, terutama di Kongo, dengan lebih dari 17 ribu kasus dan lebih dari 500 kematian.
Baca juga: Kasus Mpox di Indonesia Melonjak, Kenali Cara Penularan dan Gejalanya
Dicky Budiman, Epidemiolog dari Griffith University Australia menegaskan, meskipun Clade 1B ini belum terdeteksi di Indonesia, pemerintah tetap perlu waspada dan memastikan bahwa virus ini belum masuk ke Indonesia melalui peningkatan deteksi aktif, pengawasan yang lebih ketat, dan penjangkauan ke kelompok berisiko.
“Meskipun potensi Mpox untuk berkembang menjadi pandemi kecil, kita tidak bisa membiarkan virus ini terus bermutasi. Setiap mutasi bisa berpotensi menciptakan varian virus yang lebih berbahaya atau mematikan,” jelas Dicky
Lebih lanjut, Dicky juga menekankan bahwa Mpox, seperti banyak virus lainnya, memiliki fenomena gunung es. Artinya, jumlah kasus yang dilaporkan bisa jadi jauh lebih kecil dari jumlah kasus sebenarnya di masyarakat. Fenomena ini disebabkan oleh keterbatasan deteksi, akses terhadap fasilitas kesehatan yang minim, dan stigma yang membuat banyak orang enggan melaporkan atau mencari layanan kesehatan.
Dalam konteks global, Dicky menyoroti bahwa Clade 1B memiliki kemampuan mutasi yang lebih efektif dalam menginfeksi dan menurunkan daya tahan tubuh. “Clade 1B ini lebih mematikan karena dapat menginfeksi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV, sehingga mereka lebih rentan mengalami komplikasi serius,” tambahnya.
Karena itulah, pemerintah Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kapasitas testing dan tracing, terutama pada kelompok berisiko tinggi seperti tenaga kesehatan dan pekerja seks. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa laboratorium di seluruh wilayah Indonesia dapat melakukan tes diagnostik dengan cepat dan akurat. “Kolaborasi internasional juga diperlukan untuk mencegah penyebaran antar negara,” tuturnya.
Dicky Budiman menegaskan pentingnya literasi masyarakat terkait Mpox, termasuk penularannya dan pentingnya vaksinasi pada kelompok berisiko. “Masyarakat perlu didorong untuk melaporkan diri secara mandiri jika ada dugaan terpapar atau mengalami gejala Mpox,” pungkasnya.
Menurutnya, virus ini menunjukkan penyebaran yang cepat di kalangan kelompok tertentu, terutama pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM). Tren serupa juga mulai terlihat di Kongo, di mana penularan Mpox kini meluas ke hubungan heteroseksual, terutama pada mereka yang melakukan praktik seks tidak aman.
Namun, ada harapan dalam upaya mengendalikan penyebaran virus ini. "Kita bersyukur bahwa Mpox sudah memiliki vaksin yang cukup efektif. Vaksin ini sangat penting untuk meredam penyebaran, namun harus digunakan dengan tepat sasaran agar dapat memberikan perlindungan yang optimal," kata Dicky.
Baca juga: Waspada Komplikasi, Begini Cara Virus Mpox Masuk ke Tubuh
Editor: Puput Ady Sukarno
Clade 2B ini memang menunjukkan angka kematian dan tingkat keparahan yang lebih rendah dibandingkan dengan Clade 1B, yang baru-baru ini pada 14 Agustus 2024 dinyatakan sebagai kedaruratan kesehatan global oleh WHO. Clade 1B ini telah memicu lonjakan kasus dan kematian, terutama di Kongo, dengan lebih dari 17 ribu kasus dan lebih dari 500 kematian.
Baca juga: Kasus Mpox di Indonesia Melonjak, Kenali Cara Penularan dan Gejalanya
Dicky Budiman, Epidemiolog dari Griffith University Australia menegaskan, meskipun Clade 1B ini belum terdeteksi di Indonesia, pemerintah tetap perlu waspada dan memastikan bahwa virus ini belum masuk ke Indonesia melalui peningkatan deteksi aktif, pengawasan yang lebih ketat, dan penjangkauan ke kelompok berisiko.
“Meskipun potensi Mpox untuk berkembang menjadi pandemi kecil, kita tidak bisa membiarkan virus ini terus bermutasi. Setiap mutasi bisa berpotensi menciptakan varian virus yang lebih berbahaya atau mematikan,” jelas Dicky
Lebih lanjut, Dicky juga menekankan bahwa Mpox, seperti banyak virus lainnya, memiliki fenomena gunung es. Artinya, jumlah kasus yang dilaporkan bisa jadi jauh lebih kecil dari jumlah kasus sebenarnya di masyarakat. Fenomena ini disebabkan oleh keterbatasan deteksi, akses terhadap fasilitas kesehatan yang minim, dan stigma yang membuat banyak orang enggan melaporkan atau mencari layanan kesehatan.
Dalam konteks global, Dicky menyoroti bahwa Clade 1B memiliki kemampuan mutasi yang lebih efektif dalam menginfeksi dan menurunkan daya tahan tubuh. “Clade 1B ini lebih mematikan karena dapat menginfeksi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV, sehingga mereka lebih rentan mengalami komplikasi serius,” tambahnya.
Karena itulah, pemerintah Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kapasitas testing dan tracing, terutama pada kelompok berisiko tinggi seperti tenaga kesehatan dan pekerja seks. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa laboratorium di seluruh wilayah Indonesia dapat melakukan tes diagnostik dengan cepat dan akurat. “Kolaborasi internasional juga diperlukan untuk mencegah penyebaran antar negara,” tuturnya.
Dicky Budiman menegaskan pentingnya literasi masyarakat terkait Mpox, termasuk penularannya dan pentingnya vaksinasi pada kelompok berisiko. “Masyarakat perlu didorong untuk melaporkan diri secara mandiri jika ada dugaan terpapar atau mengalami gejala Mpox,” pungkasnya.
Menurutnya, virus ini menunjukkan penyebaran yang cepat di kalangan kelompok tertentu, terutama pria yang berhubungan seks dengan pria (MSM). Tren serupa juga mulai terlihat di Kongo, di mana penularan Mpox kini meluas ke hubungan heteroseksual, terutama pada mereka yang melakukan praktik seks tidak aman.
Namun, ada harapan dalam upaya mengendalikan penyebaran virus ini. "Kita bersyukur bahwa Mpox sudah memiliki vaksin yang cukup efektif. Vaksin ini sangat penting untuk meredam penyebaran, namun harus digunakan dengan tepat sasaran agar dapat memberikan perlindungan yang optimal," kata Dicky.
Baca juga: Waspada Komplikasi, Begini Cara Virus Mpox Masuk ke Tubuh
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.