Ilustrasi virus yang sedang diteliti. (Sumber gambar : Pexels/Anna Shvets)

Penelitian Terbaru: Virus Monkeypox Bermutasi 12 Kali Lebih Cepat

27 June 2022   |   08:41 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Penyebaran virus monkeypox yang cukup masif ternyata tidak lepas dari karakteristik virus menyesuaikan diri. Dalam studi terbaru yang terbit di jurnal Nature Medicine, virus penyakit cacar monyet ini mampu bermutasi berkali-kali lipat. 

Cacar monyet disebabkan oleh Orthopoxvirus dari famili dan genus yang sama dengan virus variola, penyebab cacar. Virus ini menjadi endemik di Afrika Barat dan Tengah, namun kini menyebar ke 48 negara.

Mengutip Live Science, strain virus monkeypox dapat diurutkan menjadi dua garis keturunan atau clades, yakni clades Afrika Barat dan Congo Basin. Virus di setiap clade membawa tingkat kematian yang berbeda.

Baca juga: Bukan Monkeypox, Ini 2 Virus yang Lebih Berbahaya dan Mematikan

Clade Afrika Barat memiliki tingkat kematian sekitar 1 persen, sedangkan clade Congo Basin sekitar 10 persen. Dari laporan para ahli, wabah yang sedang berlangsung ini lebih condong ke clade Afrika Barat.

Sebagai virus DNA dengan dua garis keturunan, cacar monyet ternyata jauh lebih mampu memperbaiki kesalahan replikasi daripada virus RNA seperti HIV. Kata para peneliti, jenis cacar monyet saat ini seharusnya hanya mengakumulasi beberapa mutasi sejak pertama kali mulai beredar pada 2018. 

Faktanya, setelah mengumpulkan DNA dari 15 sampel virus cacar monyet dan merekonstruksi informasi genetik mereka, para peneliti menemukan bahwa tingkat mutasi ternyata 6 hingga 12 kali lebih tinggi. 

"Data kami mengungkapkan petunjuk tambahan tentang evolusi virus yang sedang berlangsung dan potensi adaptasi manusia," kata Joana Isidro, salah satu peneliti di jurnal Nature Medicine.

Sejauh ini, monkeypox ditularkan dari orang ke orang melalui kontak kulit yang dekat dengan lesi kulit terbuka, cairan tubuh, bahan yang terkontaminasi, atau droplet. Namun dalam penelitian ini, banyak mutasi muncul karena kontak virus dengan sistem kekebalan manusia, khususnya keluarga enzim pelawan virus yang disebut APOBEC3. 

Enzim-enzim ini menyerang virus dengan memaksa mereka membuat kesalahan ketika menyalin kode genetik, suatu tindakan yang biasanya menyebabkan virus membelah diri. Terkadang, virus bertahan dari kontak itu dan hanya mengambil beberapa mutasi dalam kode genetiknya.

Baca juga: Waspada Gaes, Virus Ramsay Hunt Bisa Menular

Peneliti menduga pada monkeypox, mungkin pertempuran virus dan sistem kekebalan manusia tersebut terjadi berulang kali dan menyebabkan virus mengambil banyak mutasi dalam waktu singkat.

Begitu pula saat tingkat mutasi meningkat pad 2018. Ada kemungkinan bahwa virus beredar pada manusia pada tingkat rendah namuun mengambil banyak mutasi baru melalui pertempurannya dengan enzim. Atau, virus mungkin telah menyebar di antara hewan di negara-negara non-endemik tanpa kita sadari selama beberapa waktu, dan kemudian tahun ini, tiba-tiba virus itu melompat kembali ke manusia. 

"Atau mungkin saja, setelah wabah cacar monyet melanda Nigeria pada 2017, virus tersebut sebagian besar menyebar di negara-negara Afrika. Kemudian berkembang pesat saat berpindah di antara komunitas yang lebih kecil sebelum meningkat kembali di negara-negara non-endemik tahun ini," tutur para peneliti.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Duh, Anak Kelahiran 2020 Rentan Jadi 'Korban' dari Dampak Krisis Iklim

BERIKUTNYA

Mau Punya Gigi Putih dan Sehat? Hindari Makanan Ini

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: