Dampak Negatif Psikologis yang Dialami Korban KDRT & Cara Pendampingan yang Tepat
16 August 2024 |
09:00 WIB
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa memberikan serangkaian dampak psikologis negatif bagi korbannya, mulai dari gangguan emosi, cara berpikir, hingga relasi sosialnya. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan yang tepat untuk penyintas KDRT.
Psikolog klinis dewasa Pingkan Rumondor menjelaskan tindakan KDRT yang dialami seseorang bisa menjadi pengalaman traumatis bagi korbannya. Trauma itu disebabkan oleh luka psikologis yang tercipta akibat kejadian yang tidak biasa, yang bisa merenggut nyawa ataupun harga diri seseorang.
Baca juga: Kasus KDRT Kembali Viral, Ini Penyebabnya Menurut Psikolog
Baca juga: Kasus KDRT Kembali Viral, Ini Penyebabnya Menurut Psikolog
Dia memaparkan ada tiga dampak negatif psikologis yang bisa dialami korban KDRT, yakni dari segi emosi, cara berpikir, dan relasi sosial. Dari segi emosi, korban KDRT cenderung akan merasakan emosi takut, cemas, khawatir, hingga sedih mendalam. Terlebih, dalam KDRT, pelaku biasanya merupakan pasangan korban.
Sementara dari segi cara berpikir, korban KDRT bisa memiliki pikiran negatif terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka cenderung akan berpikir dirinya tidak berharga dan tidak layak disayang, sehingga berhak untuk disakiti dan mendapatkan kekerasan.
"Pengaruh ke cara berpikir tentang orang lain juga bahwa dunia ini tidak aman yang artinya mereka juga bisa tidak aman," katanya kepada Hypeabis.id, Kamis (15/8/2024).
Pada akhirnya, cara berpikir terhadap orang lain semacam itu akan mempengaruhi relasi atau hubungan korban KDRT dengan lingkungan sosialnya, mulai dari merasa takut dan khawatir untuk berelasi dengan orang lain, hingga tidak mudah percaya dan terbuka dengan orang-orang terdekatnya.
"Kalau tidak ditangani, bisa menimbulkan gejala post-traumatic stress disorder. Jadi masih terus ingat dan merasa takut sampai enam bulan ke depan," katanya.
Untuk diketahui, Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah kondisi masalah mental yang terjadi karena seseorang mengalami kejadian traumatis, seperti kecelakaan, pelecehan seksual, mengalami kekerasan fisik, dan lain sebagainya.
Kondisi PTSD dirasakan oleh penderitanya setelah mengalami atau menyaksikan kejadian yang menakutkan hingga bisa mengancam nyawa, sehingga membuat penderitanya merasa cemas dan takut saat teringat peristiwa traumatis tersebut.
Cara Pendampingan Korban KDRT
Sistem pendukung (support system) yang baik sangat penting untuk pendampingan korban KDRT. Pingkan mengatakan ada beberapa hal yang perlu dipastikan kepada penyintas KDRT Aoleh orang-orang di sekitarnya.
Hal pertama yang perlu dipastikan adalah bantuan keselamatan fisik. Ini bisa dilakukan dengan menampung penyintas KDRT di rumah yang aman (safe house), atau dengan melakukan restraining disorder yakni menjauhkan korban KDRT dari pelakunya.
"Jadi, mesti dibantu supaya penyintas ini punya rasa aman secara fisik dulu. Bahwa dia berada dalam kondisi aman dan kebutuhan fisiknya tercukupi. Itu dulu yang harus diusahakan," katanya.
Setelah keselamatan fisiknya sudah terjamin, barulah dilakukan pendampingan penyintas dalam memproses emosi-emosi yang dirasakan seperti marah, sedih, takut, dan cemas, sekaligus penanganan secara hukum. Namun, selama pendampingan, disarankan untuk tidak membuat penyintas harus menceritakan kembali KDRT yang dialaminya. Hal itu hanya akan menguak lagi luka-luka yang dialami korban.
"Meskipun diperlukan untuk keterangan secara hukum, biasanya ada pendampingan. Idealnya, ada pendampingan dari psikolog misalnya, untuk melihat ini dia, seberapa kuat untuk menjawabnya, kapan mesti berhenti. Bagaimana cara bertanya, supaya tidak membangkitkan lagi luka-luka dan pengalaman trauma," jelas Pingkan.
Sebelumnya, sebuah rekaman video CCTV baru-baru ini viral memperlihatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami oleh influencer Cut Intan Nabila. Dalam video yang telah ditonton lebih dari 200 juta views itu menampilkan sang influencer yang mendapatkan kekerasan fisik dan verbal dari suaminya.
Perempuan asal Aceh itu tampak mendapatkan terlihat mendapatkan pukulan hingga tamparan berkali-kali dari sang suami yang diketahui bernama Armor Toreador. Terlihat pula momen saat sang suami menghujani tubuh Cut Intan Nabila dengan pukulan keras bertubi-tubi.
Bahkan, anak Cut Intan Nabila yang masih bayi sempat tertendang oleh suaminya itu. Lewat keterangan unggahannya, Cut Intan Nabila mengaku bukan kali ini saja dia mendapatkan perlakuan buruk dari sang suami. Dia juga menyebut masih mempertahankan rumah tangganya demi sang anak tercinta
Setelah videonya viral, Cut Intan Nabila langsung melaporkan suaminya ke polisi. Tak lama, Armor langsung diringkus pihak kepolisian dan ditetapkan sebagai tersangka akibat perbuatannya.
Kasus yang dialami selebgram Cut Intan Nabila menambah daftar angka kasus KDRT di Indonesia yang masih tinggi. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat, terdapat 15.459 kasus kekerasan sejak awal hingga pertengahan 2024.
Dari angka tersebut, sebanyak 13.436 kekerasan dialami oleh perempuan dan 3.312 oleh laki-laki. KemenPPPA mencatat kekerasan dalam rumah tangga menjadi kasus tertinggi.
Di sisi lain, Komnas Perempuan mencatat sejak 2001, KDRT terus menjadi data kekerasan tertinggi yang dilaporkan. Laporan 21 Tahun Catatan Tahunan dari Komnas Perempuan mencatat sebanyak 2,5 juta kekerasan terjadi di ranah personal.
Dari data tersebut, kekerasan terhadap istri (KTI) yang paling banyak dilaporkan yaitu sebanyak 484.993 kasus, dan kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP) yang dilakukan oleh anggota keluarga menjadi urutan ketiga sebanyak 17.097 kasus.
Baca juga: Pencegahan KDRT, Mulai dari Terapi hingga Pentingnya Perjanjian Pra Nikah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Baca juga: Pencegahan KDRT, Mulai dari Terapi hingga Pentingnya Perjanjian Pra Nikah
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.