Ariel Tatum Jadi Ronggeng di Teater Sang Kembang Bale, Digelar 10 & 11 Agustus 2024 di Bandung
10 August 2024 |
13:03 WIB
Titimangsa dan Bakti Budaya Djarum Foundation akan menggelar pertunjukan teater Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan pada Angin). Pertunjukan yang akan dibawakan oleh aktris Ariel Tatum ini akan dipentaskan pada 10 dan 11 Agustus 2024 di NuArt Sculpture Park, Bandung.
Terinspirasi dari kesenian Ronggeng Gunung, Sang Kembang Bale adalah sajian seni pertunjukan klasik dari Jawa Barat. Seperti diketahui, Ronggeng Gunung ialah kesenian tradisi khas Kabupaten Ciamis dan Pangandaran yang telah masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Pertunjukan yang dipentaskan di area terbuka di kota Bandung ini akan menyuguhkan perpaduan antara kidung, tari, dan drama Ronggeng Gunung. Selain dibawakan Ariel Tatum sebagai pemain, pertunjukan ini juga akan diiringi 4 penari, dan 3 orang pemusik yang menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Ronggeng Gunung.
Baca Juga: Pesta Literasi Indonesia 2024 Siap Dihelat di TIM, Hadirkan Bazar Buku hingga Teater Musikal
Dari segi cerita, Sang Kembang Bale berkisah tentang kehidupan seorang ronggeng (Kembang Bale) di Panyutran, sebuah kampung di Padaherang. Seorang Kembang Bale terlahir dari perih kehidupan masa kecilnya. Memasuki masa remaja, dia terpilih oleh para ronggeng gunung sepuh untuk menjadi penerus sebagai ronggeng sejati.
Kemiskinan yang mendorongnya untuk memasuki dunia ronggeng. Tapi dunia yang dimasukinya itu semakin hari semakin menariknya, untuk lebih dalam memaknai bagaimana semestinya sikap seorang ronggeng (kembang bale).
Dalam monolog ini, segala kegelisahan, konflik batin, ketakutan, keinginan, dan harapan sang Kembang Bale ditampilkan bersama dengan tembang-tembang ronggeng gunung. Penonton akan melihat bagaimana pergolakan sang ronggeng yang juga manusia dan seringkali meragu. Namun, dia berusaha lurus dalam pilihannya menjadi perempuan terpilih yang dicintai sekaligus disegani di lingkungan masyarakatnya.
Pradetya Novitri selaku produser bercerita meski baru digelar tahun ini, rencana produksi pementasan Sang Kembang Bale telah diagendakan sejak 3 tahun lalu. Menurutnya, kesenian Ronggeng Gunung perlu terus dilestarikan dan dikenalkan ke banyak orang karena kondisinya hampir punah.
“Kesenian Ronggeng Gunung ini perlu diperlihatkan ke banyak orang karena kondisinya hampir punah. Saat ini, pelakunya hanya tinggal 2 orang," katanya.
Dia menambahkan pementasan ini juga dibuat bertujuan untuk mengonservasi pengetahuan tentang kesenian Ronggeng Gunung. Hal itu direalisasikan dengan melakukan riset ke tempat kelahiran Ronggeng Gunung, juga membawa pemain, pemusik dan penari yang berasal dari generasi muda, untuk langsung belajar kesenian Ronggeng Gunung kepada para pelakunya.
"Harapannya dengan ini, nyanyian, musik dan tarian yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, lebih panjang lagi nafasnya," ujarnya.
Penulis Toni Lesmana dan Wida Waridah yang berasal dari Ciamis dipercaya menulis naskah pertunjukan Sang Kembang Bale. Wida mengatakan proses penulisan naskahnya diawali dari hasil wawancara langsung dengan pelaku kesenian Ronggeng Gunung, yakni Bi Pejoh, Bi Raspi, juga Mang Sarli.
Penggalian dari pengalaman mereka selama menekuni sekaligus melestarikan kesenian Ronggeng Gunung, khususnya di daerah Panyutran, Pangandaran, memunculkan hal baru yang cukup menarik. Berangkat dari situ, mereka mencoba saling mengisi untuk membangun kisah dan adegan tokoh Sang Kembang Bale.
"Memadukan hasil wawancara yang nyata dan kerja imajinasi yang fiksi. Jalinan kisah seorang perempuan yang yakin dan setia dengan jalan yang dipilihnya, dimana sang tokoh sedang menuju puncak popularitas," kata Wida.
"Kami mencoba menghadirkan kenangan, kegelisahan dan harapan tokoh Sang Kembang Bale, dengan memasukkan unsur-unsur tradisi yang kami rasa penting kehadirannya dalam kesenian Ronggeng Gunung,” imbuhnya.
Riset juga dilakukan dari segi koreografi. Sebagai koreografer pertunjukan, Rachmayati Nilakusumah merupakan seorang penari yang pernah mendalami tari Ronggeng Gunung dengan berguru ke dua maestro Ronggeng Gunung, Bi Raspi dan Bi Pejoh.
Baginya, Ronggeng Gunung adalah tarian purba yang banyak filosofi hidupnya. Berbeda dengan tarian-tarian yang ada di Jawa Barat, gerakan tari utama Ronggeng Gunung adalah kaki. Dalam bahasa Sunda, dikenal istilah ‘sareundeuk saigel’ atau ‘seirama segerakan'. "Dalam tarian Ronggeng Gunung, kalau kita salah irama atau salah gerakan kita akan terinjak oleh orang lain. Jadi penting sekali kebersamaan," katanya.
Sementara itu, Ariel Tatum selaku pemain utama mengatakan menjadi seorang Ronggeng Gunung tidak hanya dituntut untuk menari, namun juga menyanyi, bermain, dan menciptakan komposisi musik serta lirik secara langsung. Ini adalah kali pertama Ariel Tatum bermain monolog di atas panggung.
Bertemu dengan sang sutradara, Heliana Sinaga, Ariel mencoba meleburkan dirinya menjadi Sang Kembang Bale. Diakuinya tantangan utama dalam mementaskan pertunjukan ini adalah belajar cengkok dalam menyanyikan lirik lagu. Untuk mendalaminya, sang aktris belajar langsung dengan Bi Pejoh dan penyanyi dari tim Swarantara, agar mampu menguasai tekniknya.
“Rasanya sungguh penuh haru, seperti udara segar yang baru. Ronggeng Gunung adalah sebuah kemagisan dari leluhur kita sendiri, jadi memang hanya kita yang bisa meneruskan itu semua. Semoga dengan pementasan ini generasi muda mau belajar lebih banyak, mau tahu lebih banyak hal sehingga kita lebih kaya lagi dengan budaya-budaya yang sebenarnya sudah lama ada dan mengalir di tubuh kita,” katanya.
Heliana Sinaga selaku sutradara menuturkan mengangkat tema Ronggeng Gunung berdasarkan biografi pelaku atau pewaris Ronggeng Gunung ke panggung pertunjukan, Sang Kembang Bale adalah salah satu alternatif menghidupkan kembali relasi nilai-nilai dan relasi interaksi manusia dengan manusia, alam dan penciptanya.
Menurutnya, penggambaran alur, gerak, musik dan lagu yang dibawakan oleh Ariel Tatum dan seluruh tim yang terlibat bisa menjadi arsip kebudayaan yang didapat melalui pengalaman menonton yang berbeda.
Hampir senada, Renitasari Adrian selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation percaya bahwa produksi Sang Kembang Bale tidak hanya menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, tetapi juga memberikan pengalaman budaya yang mendalam dan inspiratif bagi semua penikmat seni.
"Semoga pertunjukan ini dapat menghidupkan kembali kekayaan budaya Indonesia agar terus dikenal dan dicintai oleh generasi mendatang,” ujarnya.
Pertunjukan Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan pada Angin) akan digelar selama dua hari pada 10 dan 11 Agustus 2024 pukul 19.30 WIB di NuArt Sculpture Park Bandung. Adapun, tiket pertunjukannya dijual seharga Rp200.000 untuk kategori Lesehan dan Rp450.000 untuk kategori Duduk.
Baca Juga: 9 Agenda Pameran & Seni Pertunjukan di Jakarta Akhir Pekan 10-11 Agustus 2024
Editor: M. Taufikul Basari
Terinspirasi dari kesenian Ronggeng Gunung, Sang Kembang Bale adalah sajian seni pertunjukan klasik dari Jawa Barat. Seperti diketahui, Ronggeng Gunung ialah kesenian tradisi khas Kabupaten Ciamis dan Pangandaran yang telah masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Pertunjukan yang dipentaskan di area terbuka di kota Bandung ini akan menyuguhkan perpaduan antara kidung, tari, dan drama Ronggeng Gunung. Selain dibawakan Ariel Tatum sebagai pemain, pertunjukan ini juga akan diiringi 4 penari, dan 3 orang pemusik yang menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Ronggeng Gunung.
Baca Juga: Pesta Literasi Indonesia 2024 Siap Dihelat di TIM, Hadirkan Bazar Buku hingga Teater Musikal
Dari segi cerita, Sang Kembang Bale berkisah tentang kehidupan seorang ronggeng (Kembang Bale) di Panyutran, sebuah kampung di Padaherang. Seorang Kembang Bale terlahir dari perih kehidupan masa kecilnya. Memasuki masa remaja, dia terpilih oleh para ronggeng gunung sepuh untuk menjadi penerus sebagai ronggeng sejati.
Kemiskinan yang mendorongnya untuk memasuki dunia ronggeng. Tapi dunia yang dimasukinya itu semakin hari semakin menariknya, untuk lebih dalam memaknai bagaimana semestinya sikap seorang ronggeng (kembang bale).
Dalam monolog ini, segala kegelisahan, konflik batin, ketakutan, keinginan, dan harapan sang Kembang Bale ditampilkan bersama dengan tembang-tembang ronggeng gunung. Penonton akan melihat bagaimana pergolakan sang ronggeng yang juga manusia dan seringkali meragu. Namun, dia berusaha lurus dalam pilihannya menjadi perempuan terpilih yang dicintai sekaligus disegani di lingkungan masyarakatnya.
Pradetya Novitri selaku produser bercerita meski baru digelar tahun ini, rencana produksi pementasan Sang Kembang Bale telah diagendakan sejak 3 tahun lalu. Menurutnya, kesenian Ronggeng Gunung perlu terus dilestarikan dan dikenalkan ke banyak orang karena kondisinya hampir punah.
“Kesenian Ronggeng Gunung ini perlu diperlihatkan ke banyak orang karena kondisinya hampir punah. Saat ini, pelakunya hanya tinggal 2 orang," katanya.
Dia menambahkan pementasan ini juga dibuat bertujuan untuk mengonservasi pengetahuan tentang kesenian Ronggeng Gunung. Hal itu direalisasikan dengan melakukan riset ke tempat kelahiran Ronggeng Gunung, juga membawa pemain, pemusik dan penari yang berasal dari generasi muda, untuk langsung belajar kesenian Ronggeng Gunung kepada para pelakunya.
"Harapannya dengan ini, nyanyian, musik dan tarian yang sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, lebih panjang lagi nafasnya," ujarnya.
Proses Penulisan Naskah Pertunjukan Sang Kembang Bale
Penulis Toni Lesmana dan Wida Waridah yang berasal dari Ciamis dipercaya menulis naskah pertunjukan Sang Kembang Bale. Wida mengatakan proses penulisan naskahnya diawali dari hasil wawancara langsung dengan pelaku kesenian Ronggeng Gunung, yakni Bi Pejoh, Bi Raspi, juga Mang Sarli.
Penggalian dari pengalaman mereka selama menekuni sekaligus melestarikan kesenian Ronggeng Gunung, khususnya di daerah Panyutran, Pangandaran, memunculkan hal baru yang cukup menarik. Berangkat dari situ, mereka mencoba saling mengisi untuk membangun kisah dan adegan tokoh Sang Kembang Bale.
"Memadukan hasil wawancara yang nyata dan kerja imajinasi yang fiksi. Jalinan kisah seorang perempuan yang yakin dan setia dengan jalan yang dipilihnya, dimana sang tokoh sedang menuju puncak popularitas," kata Wida.
"Kami mencoba menghadirkan kenangan, kegelisahan dan harapan tokoh Sang Kembang Bale, dengan memasukkan unsur-unsur tradisi yang kami rasa penting kehadirannya dalam kesenian Ronggeng Gunung,” imbuhnya.
Riset juga dilakukan dari segi koreografi. Sebagai koreografer pertunjukan, Rachmayati Nilakusumah merupakan seorang penari yang pernah mendalami tari Ronggeng Gunung dengan berguru ke dua maestro Ronggeng Gunung, Bi Raspi dan Bi Pejoh.
Baginya, Ronggeng Gunung adalah tarian purba yang banyak filosofi hidupnya. Berbeda dengan tarian-tarian yang ada di Jawa Barat, gerakan tari utama Ronggeng Gunung adalah kaki. Dalam bahasa Sunda, dikenal istilah ‘sareundeuk saigel’ atau ‘seirama segerakan'. "Dalam tarian Ronggeng Gunung, kalau kita salah irama atau salah gerakan kita akan terinjak oleh orang lain. Jadi penting sekali kebersamaan," katanya.
Sementara itu, Ariel Tatum selaku pemain utama mengatakan menjadi seorang Ronggeng Gunung tidak hanya dituntut untuk menari, namun juga menyanyi, bermain, dan menciptakan komposisi musik serta lirik secara langsung. Ini adalah kali pertama Ariel Tatum bermain monolog di atas panggung.
Bertemu dengan sang sutradara, Heliana Sinaga, Ariel mencoba meleburkan dirinya menjadi Sang Kembang Bale. Diakuinya tantangan utama dalam mementaskan pertunjukan ini adalah belajar cengkok dalam menyanyikan lirik lagu. Untuk mendalaminya, sang aktris belajar langsung dengan Bi Pejoh dan penyanyi dari tim Swarantara, agar mampu menguasai tekniknya.
“Rasanya sungguh penuh haru, seperti udara segar yang baru. Ronggeng Gunung adalah sebuah kemagisan dari leluhur kita sendiri, jadi memang hanya kita yang bisa meneruskan itu semua. Semoga dengan pementasan ini generasi muda mau belajar lebih banyak, mau tahu lebih banyak hal sehingga kita lebih kaya lagi dengan budaya-budaya yang sebenarnya sudah lama ada dan mengalir di tubuh kita,” katanya.
Heliana Sinaga selaku sutradara menuturkan mengangkat tema Ronggeng Gunung berdasarkan biografi pelaku atau pewaris Ronggeng Gunung ke panggung pertunjukan, Sang Kembang Bale adalah salah satu alternatif menghidupkan kembali relasi nilai-nilai dan relasi interaksi manusia dengan manusia, alam dan penciptanya.
Menurutnya, penggambaran alur, gerak, musik dan lagu yang dibawakan oleh Ariel Tatum dan seluruh tim yang terlibat bisa menjadi arsip kebudayaan yang didapat melalui pengalaman menonton yang berbeda.
Harga Tiket Pertunjukan Sang Kembang Bale
Hampir senada, Renitasari Adrian selaku Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation percaya bahwa produksi Sang Kembang Bale tidak hanya menghidupkan kembali tradisi yang hampir punah, tetapi juga memberikan pengalaman budaya yang mendalam dan inspiratif bagi semua penikmat seni.
"Semoga pertunjukan ini dapat menghidupkan kembali kekayaan budaya Indonesia agar terus dikenal dan dicintai oleh generasi mendatang,” ujarnya.
Pertunjukan Sang Kembang Bale (Nyanyian yang Kutitipkan pada Angin) akan digelar selama dua hari pada 10 dan 11 Agustus 2024 pukul 19.30 WIB di NuArt Sculpture Park Bandung. Adapun, tiket pertunjukannya dijual seharga Rp200.000 untuk kategori Lesehan dan Rp450.000 untuk kategori Duduk.
Baca Juga: 9 Agenda Pameran & Seni Pertunjukan di Jakarta Akhir Pekan 10-11 Agustus 2024
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.