Tok! Hakim Amerika Serikat Putuskan Google Lakukan Monopoli
06 August 2024 |
22:42 WIB
Raksasa teknologi Google dinyatakan terbukti melakukan monopoli pasar pencarian dan periklanan. Hal ini tertuang dalam putusan Pengadilan Distrik Amerika Serikat (AS) yang diketok hakim federal Amit Mehta, Senin (6/8/2024), waktu setempat.
Keputusan ini merupakan pukulan besar bagi Alphabet, perusahaan induk Google, dan dapat mengubah cara raksasa teknologi itu dalam menjalankan bisnis. Sebelumnya, Google dituntut oleh Departemen Kehakiman AS pada 2020 atas kendalinya terhadap sekitar 90 persen pasar pencarian daring.
Perusahaan ini dianggap melanggar hukum antimonopoli AS. Dalam keputusannya, Hakim Distrik AS Amit Mehta mengatakan Google telah membayar miliaran untuk memastikannya menjadi mesin pencari default pada smartphone dan browser.
"Setelah mempertimbangkan dan menimbang dengan saksama kesaksian dan bukti saksi, pengadilan mencapai kesimpulan bahwa Google adalah perusahaan monopoli, dan telah bertindak sebagai perusahaan monopoli untuk mempertahankan monopolinya," tulis Hakim Mehta dalam pendapatnya yang terdiri dari 277 halaman, seperti dilansir dari The Verge.
Baca juga: Cek Daftar Inovasi Canggih Serba AI di Ajang Google I/O
Belum jelas sanksi apa yang akan diterima Google dan Alphabet sebagai akibat dari keputusan tersebut. Denda atau ganti rugi lainnya akan diputuskan dalam sidang mendatang.
Sementara itu, pemerintah AS telah meminta keringanan struktural, yang secara teori setidaknya dapat berarti pembubaran perusahaan, seperti dikutip dari BBC. Putusan ini pun muncul setelah konferensi selama 10 minggu di Washington DC.
Kala itu, jaksa menuduh Google menghabiskan miliaran dolar setiap tahunnya untuk Apple, Samsung, Mozilla, dan lainnya agar aplikasi milik perusahaan dipasang terlebih dahulu sebagai mesin pencari default di semua platform.
Jaksa dari Negeri Paman Sam mengatakan Google biasanya membayar lebih dari US$10 miliar setahun untuk hak istimewa itu, mengamankan aksesnya ke aliran data pengguna yang stabil, dan membantu mempertahankan cengkeramannya di pasar. Dengan tindakan ini, jaksa mengatakan perusahaan lain tidak mempunyai kesempatan atau sumber daya untuk bersaing secara sehat.
Mesin pencari Google merupakan penghasil pendapatan besar bagi perusahaan, menghasilkan miliaran dolar, sebagian besar berkat iklan yang ditampilkan pada halaman hasilnya. “Departemen Kehakiman akan terus menegakkan hukum antimonopoli kami dengan tegas,” ujar Jaksa Agung AS Merrick Garland.
Sementara itu, Google berencana untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. President of Global Affairs Google, Kent Walker, mengatakan keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa pihaknya tidak diizinkan untuk menyediakannya dengan mudah.
“Seiring melanjutkan proses ini, kami akan tetap fokus untuk membuat produk yang menurut orang-orang bermanfaat dan mudah digunakan,” tuturnya dalam pernyataan.
Baca juga: Google Luncurkan Agenda AI Opportunity untuk Indonesia Emas 2045
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Keputusan ini merupakan pukulan besar bagi Alphabet, perusahaan induk Google, dan dapat mengubah cara raksasa teknologi itu dalam menjalankan bisnis. Sebelumnya, Google dituntut oleh Departemen Kehakiman AS pada 2020 atas kendalinya terhadap sekitar 90 persen pasar pencarian daring.
Perusahaan ini dianggap melanggar hukum antimonopoli AS. Dalam keputusannya, Hakim Distrik AS Amit Mehta mengatakan Google telah membayar miliaran untuk memastikannya menjadi mesin pencari default pada smartphone dan browser.
"Setelah mempertimbangkan dan menimbang dengan saksama kesaksian dan bukti saksi, pengadilan mencapai kesimpulan bahwa Google adalah perusahaan monopoli, dan telah bertindak sebagai perusahaan monopoli untuk mempertahankan monopolinya," tulis Hakim Mehta dalam pendapatnya yang terdiri dari 277 halaman, seperti dilansir dari The Verge.
Baca juga: Cek Daftar Inovasi Canggih Serba AI di Ajang Google I/O
Belum jelas sanksi apa yang akan diterima Google dan Alphabet sebagai akibat dari keputusan tersebut. Denda atau ganti rugi lainnya akan diputuskan dalam sidang mendatang.
Sementara itu, pemerintah AS telah meminta keringanan struktural, yang secara teori setidaknya dapat berarti pembubaran perusahaan, seperti dikutip dari BBC. Putusan ini pun muncul setelah konferensi selama 10 minggu di Washington DC.
Kala itu, jaksa menuduh Google menghabiskan miliaran dolar setiap tahunnya untuk Apple, Samsung, Mozilla, dan lainnya agar aplikasi milik perusahaan dipasang terlebih dahulu sebagai mesin pencari default di semua platform.
Jaksa dari Negeri Paman Sam mengatakan Google biasanya membayar lebih dari US$10 miliar setahun untuk hak istimewa itu, mengamankan aksesnya ke aliran data pengguna yang stabil, dan membantu mempertahankan cengkeramannya di pasar. Dengan tindakan ini, jaksa mengatakan perusahaan lain tidak mempunyai kesempatan atau sumber daya untuk bersaing secara sehat.
Mesin pencari Google merupakan penghasil pendapatan besar bagi perusahaan, menghasilkan miliaran dolar, sebagian besar berkat iklan yang ditampilkan pada halaman hasilnya. “Departemen Kehakiman akan terus menegakkan hukum antimonopoli kami dengan tegas,” ujar Jaksa Agung AS Merrick Garland.
Sementara itu, Google berencana untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut. President of Global Affairs Google, Kent Walker, mengatakan keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa pihaknya tidak diizinkan untuk menyediakannya dengan mudah.
“Seiring melanjutkan proses ini, kami akan tetap fokus untuk membuat produk yang menurut orang-orang bermanfaat dan mudah digunakan,” tuturnya dalam pernyataan.
Baca juga: Google Luncurkan Agenda AI Opportunity untuk Indonesia Emas 2045
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.