Review Kabut Berduri, Crime Thriller Penuh Teka-teki yang Menegangkan
05 August 2024 |
07:42 WIB
Selain lanskap yang indah tentang alam di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan, film Kabut Berduri (2024) yang tayang di platform over the top (OTT) Netflix juga menyajikan suguhan cerita bergenre crime thriller yang menegangkan.
Film Kabut Berduri garapan sutradara Edwin bercerita tentang karakter bernama Sanja Arunika, yakni seorang detektif yang dikirimkan oleh pusat untuk menyelidiki kejadian pembunuhan berantai yang terjadi di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Dalam proses penyelidikannya, karakter yang diperankan oleh Putri Marino itu harus menghadapi berbagai macam hal. Termasuk para polisi korup yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat, justru menjadi pelindung para penjahat yang melakukan perdagangan anak.
Penampilan sang aktris dalam film ini menjadi salah satu hal yang patut diacungi jempol. Putri terlihat begitu totalitas dan menguasai karakter yang diembannya. Sebagai karakter center dalam Kabut Berduri, dia menyajikan akting yang menawan, baik dari sisi aksi dengan atan tanpa senjata.
Suguhan yang apik itu juga kian menjadi kala berpadu dengan penampilan aktor lainnya yang juga tidak kalah ciamik, seperti Lukman Sardi, Yoga Pratama, Yudi Ahmad Tajudin, dan sebagainya.
Baca juga: Review Film Pusaka, Alegori Kutukan Ketika Manusia Menganggap Sejarah Sebelah Mata
Aksi kejar-kejaran, perkelahian, dan tembak-menembak dalam film ini cukup membuat para penonton merasakan ketegangan. Meskipun tidak tersaji dalam banyak scene, sang sutradara menyuguhkan aksi-aksi itu secara proporsional.
Kondisi tersebut membuat alur film ini tidak selalu dalam ritme yang tinggi. Sang sutradara memberikan waktu bagi penonton untuk berpikir dan mencoba untuk menghubungkan beberapa bagian untuk menebak dalang utama di balik pembunuhan yang terjadi.
Tidak hanya itu, sineas di balik film bergenre thriller ini juga kerap mengecoh penonton yang mencoba mencari tahu siapa aktor pembunuh yang terjadi dalam serangkaian peristiwa di perbatasan Malaysia dan Indonesia itu.
Adegan-adegan kecil akan membuat goyah pendirian penonton tentang sosok yang menjadi pembunuh, yang mungkin sudah berada dalam benak ketika menghubungkan berbagai peristiwa yang disajikan.
Salah satu adegan itu adalah ketika karakter bernama Panca yang diperankan oleh aktor Lukman Sardi mengalami rasa sakit pada bagian kaki. Scene ini membuat para penonton yang mungkin sudah meyakini karakter lain sebagai pembunuh harus berpikir ulang bahwa Panca bisa jadi dalang kejadian utamanya.
Film ini juga akan menuntut penonton untuk fokus dengan jalan cerita lantaran isu yang diangkat begitu kompleks, yakni kasus korupsi, perdagangan manusia, konflik perbatasan, aktivis hutan, budaya, mistis, sampai komunisme.
Pada awal film, selain mendapatkan suguhan lanskap alam pemandangan Kalimantan yang begitu menawan, penonton juga akan memperoleh cerita tentang kejadian tokoh komunis yang diburu di Kalimantan, dan tidak ketemu sampai saat ini.
Cerita tentang tokoh bernama Bujang itu juga kian kental lantaran terus diulang dan diceritakan dalam film. Tidak hanya itu, karakter ini juga menjadi bagian inti dalam cerita film kriminal thriller Kabut Berduri.
Sebagai pembukaan, cerita kepala terpenggal yang jatuh tiba-tiba di warung tengah hutan cukup menjadi hentakan bagi para penonton. Adegan kepala terpenggal ini akan memberikan kisah menegangkan.
Kisah menegangkan film ini juga kian terasa. Sebab, kepala yang terpenggal adalah milik salah satu suku pedalaman yang ada di Kalimantan. Narasi-narasi tentang sosok pemilik kepala ditambah dengan peristiwa sebelum kejadian itu menggiring penonton kepada konflik antara negara dengan masyarakat adat.
Ya, dengan adegan beberapa menit ini, penonton akan diperkenalkan dengan inti masalah yang ada dalam film, yakni serangkaian aksi pembunuhan dengan pemenggalan kepala. Aksi penggal kepala adalah salah satu budaya yang dilakukan suku dayak di Kalimantan dan dikenal dengan nama ngayau atau kayau.
Adegan ini akan langsung membuat penonton mengaitkan scene tersebut dengan budaya ekstrem yang sudah banyak ditinggalkan tersebut. Penonton juga akan mendapatkan perkenalan lain, seperti karakter Sanja yang memiliki trauma dan baru akan terjawab penyebabnya pada pertengahan film.
Kemudian, karakter Thomas sebagai orang asli suku Dayak yang berusaha menjadi penegak hukum jujur demi sukunya, sampai Panca yang terlihat begitu birokratis sehingga segala bentuk penyelidikan terlihat lambat.
Sang sutradara menyajikan potongan-potongan peristiwa pada awal film dan baru akan terbuka pada bagian pertengahan-akhir. Penonton baru akan mengerti siapa tokoh di balik pembunuhan berantai dengan pemenggalan kepala pada akhir cerita.
Kemudian, penikmat film ini juga akan mengetahui alasan di balik pelaku melakukan pembunuhan dengan melakukan pemenggalan kepala pada bagian akhir cerita. Meskipun mengangkat berbagai macam permasalahan, semua permasalahan yang terjadi pada intinya adalah karena perdagangan anak yang kerap terjadi.
Dari sisi pengambilan gambar, penonton akan mendapatkan scene-scene yang membuat ikut merasakan pengalaman berada di set. Tidak hanya itu, sound yang tersaji juga cukup apik dalam mendukung jalan cerita dan juga gambar.
Pada bagian tertentu, penonton akan merasakan teater of mind lewat adegan yang tidak diperlihatkan. Di antara adegan yang ada, aksi karakter bernama Bujang sebelum memenggal salah satu karakter dalam film adalah yang sangat apik.
Meskipun pada akhirnya pembunuh utama dapat terungkap, penonton akan mendapatkan scene baru yang menimbulkan pertanyaan lanjutan soal siapa pelaku lainnya atau apakah yang selama ini terjadi tidak sesuai dengan realita.
Tidak hanya itu, kepala yang terpenggal juga terlihat menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia dan ketika beberapa anak menyanyikan lagu kebangsaan. Scene ini juga membuka peluang penafsiran yang beragam bagi para pencinta film Indonesia dengan genre crime thriller.
Baca juga: Review Film Marni: The Story of Wewe Gombel, Cerita tentang Ibu, Pola Asuh Anak & Penyesalan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Film Kabut Berduri garapan sutradara Edwin bercerita tentang karakter bernama Sanja Arunika, yakni seorang detektif yang dikirimkan oleh pusat untuk menyelidiki kejadian pembunuhan berantai yang terjadi di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Dalam proses penyelidikannya, karakter yang diperankan oleh Putri Marino itu harus menghadapi berbagai macam hal. Termasuk para polisi korup yang seharusnya melindungi dan melayani masyarakat, justru menjadi pelindung para penjahat yang melakukan perdagangan anak.
Penampilan sang aktris dalam film ini menjadi salah satu hal yang patut diacungi jempol. Putri terlihat begitu totalitas dan menguasai karakter yang diembannya. Sebagai karakter center dalam Kabut Berduri, dia menyajikan akting yang menawan, baik dari sisi aksi dengan atan tanpa senjata.
Suguhan yang apik itu juga kian menjadi kala berpadu dengan penampilan aktor lainnya yang juga tidak kalah ciamik, seperti Lukman Sardi, Yoga Pratama, Yudi Ahmad Tajudin, dan sebagainya.
Baca juga: Review Film Pusaka, Alegori Kutukan Ketika Manusia Menganggap Sejarah Sebelah Mata
Aksi kejar-kejaran, perkelahian, dan tembak-menembak dalam film ini cukup membuat para penonton merasakan ketegangan. Meskipun tidak tersaji dalam banyak scene, sang sutradara menyuguhkan aksi-aksi itu secara proporsional.
Kondisi tersebut membuat alur film ini tidak selalu dalam ritme yang tinggi. Sang sutradara memberikan waktu bagi penonton untuk berpikir dan mencoba untuk menghubungkan beberapa bagian untuk menebak dalang utama di balik pembunuhan yang terjadi.
Tidak hanya itu, sineas di balik film bergenre thriller ini juga kerap mengecoh penonton yang mencoba mencari tahu siapa aktor pembunuh yang terjadi dalam serangkaian peristiwa di perbatasan Malaysia dan Indonesia itu.
Adegan-adegan kecil akan membuat goyah pendirian penonton tentang sosok yang menjadi pembunuh, yang mungkin sudah berada dalam benak ketika menghubungkan berbagai peristiwa yang disajikan.
Salah satu adegan itu adalah ketika karakter bernama Panca yang diperankan oleh aktor Lukman Sardi mengalami rasa sakit pada bagian kaki. Scene ini membuat para penonton yang mungkin sudah meyakini karakter lain sebagai pembunuh harus berpikir ulang bahwa Panca bisa jadi dalang kejadian utamanya.
Film ini juga akan menuntut penonton untuk fokus dengan jalan cerita lantaran isu yang diangkat begitu kompleks, yakni kasus korupsi, perdagangan manusia, konflik perbatasan, aktivis hutan, budaya, mistis, sampai komunisme.
Pada awal film, selain mendapatkan suguhan lanskap alam pemandangan Kalimantan yang begitu menawan, penonton juga akan memperoleh cerita tentang kejadian tokoh komunis yang diburu di Kalimantan, dan tidak ketemu sampai saat ini.
Cerita tentang tokoh bernama Bujang itu juga kian kental lantaran terus diulang dan diceritakan dalam film. Tidak hanya itu, karakter ini juga menjadi bagian inti dalam cerita film kriminal thriller Kabut Berduri.
Sebagai pembukaan, cerita kepala terpenggal yang jatuh tiba-tiba di warung tengah hutan cukup menjadi hentakan bagi para penonton. Adegan kepala terpenggal ini akan memberikan kisah menegangkan.
Kisah menegangkan film ini juga kian terasa. Sebab, kepala yang terpenggal adalah milik salah satu suku pedalaman yang ada di Kalimantan. Narasi-narasi tentang sosok pemilik kepala ditambah dengan peristiwa sebelum kejadian itu menggiring penonton kepada konflik antara negara dengan masyarakat adat.
Ya, dengan adegan beberapa menit ini, penonton akan diperkenalkan dengan inti masalah yang ada dalam film, yakni serangkaian aksi pembunuhan dengan pemenggalan kepala. Aksi penggal kepala adalah salah satu budaya yang dilakukan suku dayak di Kalimantan dan dikenal dengan nama ngayau atau kayau.
Adegan ini akan langsung membuat penonton mengaitkan scene tersebut dengan budaya ekstrem yang sudah banyak ditinggalkan tersebut. Penonton juga akan mendapatkan perkenalan lain, seperti karakter Sanja yang memiliki trauma dan baru akan terjawab penyebabnya pada pertengahan film.
Kemudian, karakter Thomas sebagai orang asli suku Dayak yang berusaha menjadi penegak hukum jujur demi sukunya, sampai Panca yang terlihat begitu birokratis sehingga segala bentuk penyelidikan terlihat lambat.
Sang sutradara menyajikan potongan-potongan peristiwa pada awal film dan baru akan terbuka pada bagian pertengahan-akhir. Penonton baru akan mengerti siapa tokoh di balik pembunuhan berantai dengan pemenggalan kepala pada akhir cerita.
Kemudian, penikmat film ini juga akan mengetahui alasan di balik pelaku melakukan pembunuhan dengan melakukan pemenggalan kepala pada bagian akhir cerita. Meskipun mengangkat berbagai macam permasalahan, semua permasalahan yang terjadi pada intinya adalah karena perdagangan anak yang kerap terjadi.
Dari sisi pengambilan gambar, penonton akan mendapatkan scene-scene yang membuat ikut merasakan pengalaman berada di set. Tidak hanya itu, sound yang tersaji juga cukup apik dalam mendukung jalan cerita dan juga gambar.
Pada bagian tertentu, penonton akan merasakan teater of mind lewat adegan yang tidak diperlihatkan. Di antara adegan yang ada, aksi karakter bernama Bujang sebelum memenggal salah satu karakter dalam film adalah yang sangat apik.
Meskipun pada akhirnya pembunuh utama dapat terungkap, penonton akan mendapatkan scene baru yang menimbulkan pertanyaan lanjutan soal siapa pelaku lainnya atau apakah yang selama ini terjadi tidak sesuai dengan realita.
Tidak hanya itu, kepala yang terpenggal juga terlihat menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia dan ketika beberapa anak menyanyikan lagu kebangsaan. Scene ini juga membuka peluang penafsiran yang beragam bagi para pencinta film Indonesia dengan genre crime thriller.
Baca juga: Review Film Marni: The Story of Wewe Gombel, Cerita tentang Ibu, Pola Asuh Anak & Penyesalan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.