Review Film Marni: The Story of Wewe Gombel, Cerita tentang Ibu, Pola Asuh Anak & Penyesalan
28 June 2024 |
15:00 WIB
Wewe gombel kerap digambarkan sebagai makhluk yang menyeramkan. Dia bermata merah, rambutnya gimbal menjuntai, dan kukunya panjang serta tajam. Kemunculan entitas ini seringnya terjadi ketika matahari mulai tenggelam dan hari berubah jadi gelap.
Dalam mitologinya, wewe gombel digambarkan tidak hanya menyeramkan secara fisik, tetapi juga jahat karena suka menculik anak-anak. Wewe gombel dalam lanskap cerita rakyat memang kerap jadi sosok antagonis, yang selalu tertuduh dan menjadi kambing hitam.
Baca juga: Cara Billy Christian Meramu Horor Berbalut Action di film Marni: The Story of Wewe Gombel
Namun, bagaimana bila kehadiran wewe gombel adalah bagian dari hukum sebab-akibat, tentang apa yang dituai dan itulah yang ditabur. Bagaimana bila yang jahat bukan wewe gombel karena menculik anak, melainkan orang tua yang menelantarkan anak-anak.
Film Marni: The Story of Wewe Gombel mengangkat premis tersebut dengan baik. Film yang disutradarai oleh Billy Christian ini membawa sudut panjang yang unik, yang membuat cerita wewe gombel tak hanya soal jumpscare dan teror, tetapi juga jadi suguhan kritik sosial pada berbagai hal.
Billy membuka film Marni: The Story of Wewe Gombel dengan apik. Dia memulai film ini dengan suguhan peristiwa tragis yang terjadi di masa lalu, saat warga desa terpaksa membunuh penjual jamu bernama Marni, di sebuah pohon besar di desa tersebut.
Adegan ini dieksekusi dengan cukup intens. Penonton seolah dibawa ke masa lalu dengan set produksi yang meyakinkan. Akting dari Marni (Ismi Melinda) langsung membuat pandangan penonton tertuju padanya.
Billy meramu world building dengan apik. Penonton kini memiliki fondasi awal yang kuat untuk mengetahui cikal bakal munculnya mitos wewe gombel. Namun, sebenarnya adegan awal ini masih penuh misteri. Billy dengan piawai menyembunyikan petunjuk-petunjuk penting untuk kemudian mulai dibuka satu per satu saat film mulai berjalan.
Adegan kemudian berjalan ke era modern. Namun, peristiwa yang terjadi pada hari itu tampaknya masih membekas. Ini terlihat dari permainan simbol yang dipakai di film ini. Tampak, di hampir setiap rumah ada semacam gantungan pintu, semacam jimat, untuk menangkal makhluk gaib.
Cerita mulai berjalan maju ketika keluarga Rahayu (Hannah Al Rashid) dan kedua anaknya, yakni Annisa (Amanda Rigby) dan Aan (Athar Barakbah) datang ke desa tersebut. Mereka terpaksa pindah ke desa tersebut karena sang ibu, Rahayu, baru berpisah dengan suaminya.
Siapa sangka, perjalanan pindah rumah ini jadi titik balik dalam hidup mereka. Tanpa mereka sadari, desa yang mereka tuju punya sejarah kelam. Awalnya, semua berjalan normal hingga akhirnya, Aan menghilang secara misterius.
Saat mereka makin cemas, terungkaplah misteri besar di desa tersebut tentang keberadaan wewe gombel. Warga desa percaya kepergian Aan adalah karena diculik oleh makhluk tersebut.
Penggambaran proses penculikan Aan oleh wewe gombel dieksekusi dengan menarik oleh Billy. Sang sutradara tak hanya menekankan pada aksi teror semata, tetapi juga menyelipkan satu narasi yang kuat.
Melalui adegan ini, Billy mencoba menyentil pola asuh orang tua yang keliru kepada anak, terutama pada mereka yang berkebutuhan khusus. Dalam film ini, Aan digambarkan sebagai anak yang punya kebutuhan khusus.
Namun, alih-alih memberikan perhatian ekstra kepada Aan, Rahayu justru sering kali menelantarkan putranya itu. Dalam beberapa adegan, Rahayu juga digambarkan sebagai ibu yang tidak sabaran dan selalu marah dengan tingkah laku anaknya.
Suatu ketika, emosi Rahayu membuncah. Dia pun menghukum anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut. Namun, hukuman itu kemudian membuat anaknya hilang, diculik wewe gombel.
Selain mengkritik pola asuh orang tua kepada anaknya yang berkebutuhan khusus, Billy juga mencoba menyuguhkan sudut panjang lain yang tak kalah menarik. Yakni, perihal susahnya menjadi orang tua tunggal.
Sejak bercerai dengan suami, Rahayu tampak memiliki emosi yang lebih tidak stabil. Hal ini barangkali ikut berpengaruh pada caranya mengasuh anak. Terlebih, sebagai orang tua tunggal, dia juga harus mampu berpenghasilan dan menghidupi anak-anaknya.
Namun, bagaimana pun mengasuh anak adalah perjalanan seumur hidup yang tak memiliki arah putar balik. Kini Rahayu mesti menerima realita anaknya diculik wewe gombel dan mesti mencari cara agar putranya bisa selamat, apa pun risikonya.
Di luar itu, salah satu hal menarik lain dan menjadi kekuatan dari film ini adalah di sisi action. Tak sekadar tempelan, sisi aksi dalam film ini benar-benar dieksekusi dengan baik. Koreografi fighting di film ini juga ditangani langsung oleh Uwais Team. Jadi, berasa menonton horor dengan sentuhan The Raid.
Departemen akting juga membuat film ini menjadi lebih hidup. Aksi Ismi Melinda menjadi Wewe Gombel dan Shareefa Danish sebagai Irma menjadi sorotan sepanjang film. Performa akting keduanya cakep banget.
Satu hal yang barangkali menjadi catatan adalah permainan tempo film. Di dua babak awal, ceritanya mulai tidak fokus dan membuat penurunan tempo yang cukup signifikan. Namun, di babak ketiga, cukup terbayar dengan apa yang disajikan.
Film yang diproduksi oleh SIEN Entertainment, RA Pictures, Legacy Pictures, A&Z Films, dan JJ Global Group ini telah tayang pada 27 Juni 2024. Selain ceritanya yang menarik, film ini juga dibintangi oleh sederet aktor ternama, dari Shareefa Daanish, Ismi Melinda, Hannah Al Rashid, Amanda Rigby, hingga Reza Hilman.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dalam mitologinya, wewe gombel digambarkan tidak hanya menyeramkan secara fisik, tetapi juga jahat karena suka menculik anak-anak. Wewe gombel dalam lanskap cerita rakyat memang kerap jadi sosok antagonis, yang selalu tertuduh dan menjadi kambing hitam.
Baca juga: Cara Billy Christian Meramu Horor Berbalut Action di film Marni: The Story of Wewe Gombel
Namun, bagaimana bila kehadiran wewe gombel adalah bagian dari hukum sebab-akibat, tentang apa yang dituai dan itulah yang ditabur. Bagaimana bila yang jahat bukan wewe gombel karena menculik anak, melainkan orang tua yang menelantarkan anak-anak.
Film Marni: The Story of Wewe Gombel mengangkat premis tersebut dengan baik. Film yang disutradarai oleh Billy Christian ini membawa sudut panjang yang unik, yang membuat cerita wewe gombel tak hanya soal jumpscare dan teror, tetapi juga jadi suguhan kritik sosial pada berbagai hal.
Billy membuka film Marni: The Story of Wewe Gombel dengan apik. Dia memulai film ini dengan suguhan peristiwa tragis yang terjadi di masa lalu, saat warga desa terpaksa membunuh penjual jamu bernama Marni, di sebuah pohon besar di desa tersebut.
Adegan ini dieksekusi dengan cukup intens. Penonton seolah dibawa ke masa lalu dengan set produksi yang meyakinkan. Akting dari Marni (Ismi Melinda) langsung membuat pandangan penonton tertuju padanya.
Billy meramu world building dengan apik. Penonton kini memiliki fondasi awal yang kuat untuk mengetahui cikal bakal munculnya mitos wewe gombel. Namun, sebenarnya adegan awal ini masih penuh misteri. Billy dengan piawai menyembunyikan petunjuk-petunjuk penting untuk kemudian mulai dibuka satu per satu saat film mulai berjalan.
Adegan kemudian berjalan ke era modern. Namun, peristiwa yang terjadi pada hari itu tampaknya masih membekas. Ini terlihat dari permainan simbol yang dipakai di film ini. Tampak, di hampir setiap rumah ada semacam gantungan pintu, semacam jimat, untuk menangkal makhluk gaib.
Cerita mulai berjalan maju ketika keluarga Rahayu (Hannah Al Rashid) dan kedua anaknya, yakni Annisa (Amanda Rigby) dan Aan (Athar Barakbah) datang ke desa tersebut. Mereka terpaksa pindah ke desa tersebut karena sang ibu, Rahayu, baru berpisah dengan suaminya.
Siapa sangka, perjalanan pindah rumah ini jadi titik balik dalam hidup mereka. Tanpa mereka sadari, desa yang mereka tuju punya sejarah kelam. Awalnya, semua berjalan normal hingga akhirnya, Aan menghilang secara misterius.
Saat mereka makin cemas, terungkaplah misteri besar di desa tersebut tentang keberadaan wewe gombel. Warga desa percaya kepergian Aan adalah karena diculik oleh makhluk tersebut.
Penggambaran proses penculikan Aan oleh wewe gombel dieksekusi dengan menarik oleh Billy. Sang sutradara tak hanya menekankan pada aksi teror semata, tetapi juga menyelipkan satu narasi yang kuat.
Melalui adegan ini, Billy mencoba menyentil pola asuh orang tua yang keliru kepada anak, terutama pada mereka yang berkebutuhan khusus. Dalam film ini, Aan digambarkan sebagai anak yang punya kebutuhan khusus.
Namun, alih-alih memberikan perhatian ekstra kepada Aan, Rahayu justru sering kali menelantarkan putranya itu. Dalam beberapa adegan, Rahayu juga digambarkan sebagai ibu yang tidak sabaran dan selalu marah dengan tingkah laku anaknya.
Suatu ketika, emosi Rahayu membuncah. Dia pun menghukum anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut. Namun, hukuman itu kemudian membuat anaknya hilang, diculik wewe gombel.
Selain mengkritik pola asuh orang tua kepada anaknya yang berkebutuhan khusus, Billy juga mencoba menyuguhkan sudut panjang lain yang tak kalah menarik. Yakni, perihal susahnya menjadi orang tua tunggal.
Sejak bercerai dengan suami, Rahayu tampak memiliki emosi yang lebih tidak stabil. Hal ini barangkali ikut berpengaruh pada caranya mengasuh anak. Terlebih, sebagai orang tua tunggal, dia juga harus mampu berpenghasilan dan menghidupi anak-anaknya.
Namun, bagaimana pun mengasuh anak adalah perjalanan seumur hidup yang tak memiliki arah putar balik. Kini Rahayu mesti menerima realita anaknya diculik wewe gombel dan mesti mencari cara agar putranya bisa selamat, apa pun risikonya.
Di luar itu, salah satu hal menarik lain dan menjadi kekuatan dari film ini adalah di sisi action. Tak sekadar tempelan, sisi aksi dalam film ini benar-benar dieksekusi dengan baik. Koreografi fighting di film ini juga ditangani langsung oleh Uwais Team. Jadi, berasa menonton horor dengan sentuhan The Raid.
Departemen akting juga membuat film ini menjadi lebih hidup. Aksi Ismi Melinda menjadi Wewe Gombel dan Shareefa Danish sebagai Irma menjadi sorotan sepanjang film. Performa akting keduanya cakep banget.
Satu hal yang barangkali menjadi catatan adalah permainan tempo film. Di dua babak awal, ceritanya mulai tidak fokus dan membuat penurunan tempo yang cukup signifikan. Namun, di babak ketiga, cukup terbayar dengan apa yang disajikan.
Film yang diproduksi oleh SIEN Entertainment, RA Pictures, Legacy Pictures, A&Z Films, dan JJ Global Group ini telah tayang pada 27 Juni 2024. Selain ceritanya yang menarik, film ini juga dibintangi oleh sederet aktor ternama, dari Shareefa Daanish, Ismi Melinda, Hannah Al Rashid, Amanda Rigby, hingga Reza Hilman.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.