Hypereport: Gerak Cepat Mengurai Kisruh Biaya Kuliah
30 July 2024 |
20:50 WIB
Pendidikan tinggi merupakan fondasi penting bagi kehidupan setiap orang, dan menjadi indikator daya saing SDM sebuah bangsa. Sayangnya, akses terhadap perguruan tinggi di Indonesia masih terbatas, terutama karena faktor biaya kuliah yang tergolong mahal.
Pada jenjang perguruan tinggi negeri saja, biaya pendidikan masih sulit terjangkau bagi banyak kalangan, terutama masyarakat golongan bawah. Pada saat ini, data anak-anak sekolah lanjutan tingkat atas yang masuk perguruan tinggi masih sangat rendah, yakni hanya 31 persen rerata nasional. Angka itu berarti ada 69 persen anak Indonesia hanya lulus jenjang sekolah lanjutan tingkat atas.
Baca juga: Hypereport: Musisi Muda Bersinar di Industri Musik Digital
Perguruan tinggi negeri yang seharusnya menjadi kepanjangan pemerintah dalam mengemban amanat undang-undang dalam layanan pendidikan bagi setiap warga negara, justru mematok biaya kuliah yang sangat tinggi.
Hal itu, sontak memicu aksi protes para mahasiswa atas besaran uang kuliah tunggal atau UKT, seperti yang terjadi di Universitas Jenderal Soedirman, dan Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Isu biaya kuliah pun kian memanas, tatkala Menko PMK Muhadjir Effendy malah mendorong mahasiswa untuk membayar UKT dengan menggunakan pinjol.
Padahal, pinjol merupakan pinjaman berbunga tinggi, yang tidak sesuai dengan model pembiayaan pendidikan. Adapun student loan idealnya dapat disediakan pemerintah secara terjangkau dengan skema insentif.
Mengingat pendidikan adalah isu strategis bagi generasi muda, Hypeabis.id membahas tetek bengek tentang biaya pendidikan di Indonesia, terutama di tingkat perguruan tinggi. Mengapa biaya kuliah di Indonesia mahal? Apa pangkal persoalannya? Simak laporannya dalam rangkuman Hypereport berikut ini.
Pendidikan merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia dan juga daya saing negara, di mana angka lulusan perguruan tinggi menjadi indikator utama. Sayangnya, biaya kuliah yang mahal menjadi salah satu 'tembok' yang membatasi akses warga dalam mengenyam pendidikan di dunia kampus.
Menurut Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan, biaya pendidikan yang mahal di jenjang perguruan tinggi dapat terjadi karena banyak faktor. Pertama, perhitungan biaya operasional yang belum komprehensif dibandingkan dengan skema pembiayaan perguruan tinggi negeri dari APBN.
Pada saat ini, dana APBN dari pemerintah belum memenuhi kebutuhan biaya operasional. Sebagai contoh, biaya operasional salah satu kampus perguruan tinggi negeri di Jakarta bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.
Di satu sisi bantuan dari pemerintah untuk perguruan tinggi negeri masih relatif kecil. Di sisi lain, kampus juga mendapatkan tuntutan untuk menjadi lembaga perguruan tinggi kelas dunia atau world class university.
Kondisi tersebut membuat pengelola perguruan tinggi negeri memutar otak agar dapat memenuhi biaya operasional dan juga menjadi lembaga kelas dunia. Salah satu di antaranya menaikkan uang kuliah tunggal (UKT) yang harus dibayarkan oleh mahasiswa setiap semester.
Melongok secara historis, biaya kuliah atau yang sekarang disebut Uang Kuliah Tunggal memang menunjukkan tren kenaikan setiap tahunnya. Penyebabnya beragam, dari inflasi pendidikan hingga kebutuhan terhadap beberapa komponen baru demi menjaga mutu pembelajaran di kampus.
Pada Mei 2024 lalu, kenaikan UKT bahkan telah memicu gelombang protes dari para mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi. Namun, riaknya segera mereda setelah rencana kenaikan UKT resmi dibatalkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makariem (5/7/2024).
Keberadaan uang kuliah dalam mendukung pembiayaan sebuah perguruan tinggi memang kerap jadi jejak yang rumit. Kampus kerap berada pada situasi yang sulit, terutama dalam menyeimbangkan mutu pendidikan dengan akses yang lebih inklusif.
Wakil Rektor Bidang Resiliensi Sumberdaya dan Infrastruktur Institut Pertanian Bogor (IPB) Alim Setiawan Slamet mengatakan kenaikan UKT bakal menjadi persoalan yang akan terus terjadi jika dukungan dari pemerintah masih seperti saat ini.
“Kalau dilihat dari postur anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN itu dialokasikan semuanya ke Kemendikbudristek, itu tidak akan terjadi. Akan tetapi, alokasi untuk Kemendikbudristek kan hanya Rp98 triliun dari total sekitar Rp665 triliun,” ujar Alim kepada Hypeabis.id.
Padahal, setiap tahunnya kampus membutuhkan sumber modal yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan. Dari sisi infrastruktur dan fasilitas, kampus membutuhkan peralatan pembelajaran, perawatan gedung, bahan praktikum, dan sebagainya.
Di samping itu, ada tuntutan juga peningkatan kesejahteraan dari para tenaga pendidik, para pegawai, dan lainnya. Yang paling penting, kata Alim, kampus setiap tahunnya juga selalu mengejar mutu dari penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Laporan resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kenaikan biaya kuliah di Indonesia sulit diimbangi oleh peningkatan gaji masyarakat. Dipaparkan, laju kenaikan biaya kuliah per tahun yakni sekitar 1,3 persen untuk kampus negeri (PTN) dan 6,96 persen untuk kampus swasta (PTS), mengalahkan laju kenaikan pendapatan lulusan SMA yakni 3,8 persen maupun sarjana (2,7 persen).
Data tersebut menggambarkan adanya ancaman akses pendidikan tinggi di kalangan masyarakat saat ini, juga di masa depan. Sebagai ilustrasi, orang tua bergelar sarjana yang melahirkan bayi pada 2024, misalnya, diperkirakan kelak hanya cukup untuk membiayai kuliah anaknya selama enam semester pada 2040. Sementara itu, lulusan SMA hanya bisa membiayai tiga dari delapan semester kuliah anaknya.
Di tengah kondisi itu, muncul tren kerja sama perguruan tinggi dengan platform pinjol pendidikan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tunggakan pembayaran biaya kuliah mahasiswa. Namun, hal itu menuai polemik lantaran banyaknya mahasiswa yang mengaku masih kesulitan untuk membayar tunggakan pinjaman, hingga terancam tidak bisa melanjutkan studinya.
Belakangan, wacana untuk mengembangkan student loan atau pinjaman biaya pendidikan di Indonesia mengemuka sebagai solusi. Salah satu skema yang mencuat ialah sistem income contingent loan yang banyak dipraktikkan di negara maju. Skema yang berbasis pendapatan ini dinilai bisa menjamin keterjangkauan, pemerataan akses, dan kemudahan pembayaran, sehingga sangat mungkin diterapkan di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito menjelaskan income contingent loan atau model pinjaman berbasis pendapatan tergolong sebagai pinjaman lunak.
Dalam artian, pengembaliannya dilakukan ketika peminjam telah menyelesaikan studinya, bekerja, dan mendapatkan penghasilan. "Jadi mulai tahun kedua setelah lulus itu mulai melakukan pembayaran," katanya dalam webinar bertajuk Biaya Kuliah Tinggi, Pinjaman Pendidikan Jadi Solusi?, baru-baru ini.
Banyak orang memiliki cita-cita untuk menempuh pendidikan tinggi hingga ke jenjang perguruan tinggi. Namun, kondisi keuangan kerap menjadi tantangan. Sadar akan keadaan ini, student loan atau pinjaman pelajar menjadi salah satu pilihan yang kerap disediakan oleh pemerintah atau lembaga pembiayaan.
Pada saat ini, sejumlah lembaga pembiayaan di Indonesia memang telah memiliki program pinjaman yang dapat dipilih oleh banyak mahasiswa di dalam negeri. Namun, program tersebut tetaplah kredit komersial berbunga tinggi yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan student loan di banyak negara.
Kredit yang disebut-sebut sebagai pinjaman untuk pelajar di dalam negeri umumnya masih serupa kredit tanpa agunan berbunga tinggi. Mahasiswa yang melakukan pinjaman harus membayar tidak lama setelah uang cair atau saat masih berstatus sebagai seorang mahasiswa dengan bunga.
Tidak hanya itu, beberapa pihak juga kerap menyediakan pinjaman online atau daring dengan bunga yang tidak kecil dan harus dibayar saat pelajar di perguruan tinggi masih menempuh pendidikan. Kondisi tersebut kerap memberatkan karena mereka terlilit utang akibat pinjaman yang harus dibayar bertahap saat mash berkuliah dan belum memiliki pekerjaan.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengaku sedang merancang skema pinjaman pelajar seperti yang ada di luar negeri. Pinjaman itu baru akan dibayarkan seusai mahasiswa lulus dari kampus dan menempuh pendidikan.
Ya, student loan atau pinjaman pendidikan di banyak negara pada dasarnya membuat mahasiswa di perguruan tinggi atau universitas memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan. Lewat skema pinjaman ini, mereka dapat tetap mengakses pendidikan tanpa terhalang oleh kondisi ekonomi yang kekurangan.
Pelajar yang memanfaatkan student loan dapat membayar setelah lulus kuliah dan bekerja. Jadi, mereka tidak perlu khawatir dan memikirkan untuk melunasi pinjaman saat masih berstatus mahasiswa.
Kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri kini makin terbuka lebar. Banyak orang bermimpi untuk bisa masuk ke universitas bergengsi di dunia, tapi terhambat oleh biaya kuliah dan kebutuhan hidup yang tinggi. Kini mereka bisa mewujudkannya melalui program beasiswa.
Berbekal tekad dan kerja keras, sejumlah penerima beasiswa LPDP membagikan cerita inspiratifnya saat mengikuti serangkaian tes seleksi masuk universitas terbaik di berbagai negara. Menariknya, beberapa dari mereka bukan berasal dari latar belakang keluarga kaya, melainkan dari keluarga yang terbilang sederhana.
Adapun beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) adalah program beasiswa yang dikelola oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan. Beasiswa ini bertujuan untuk mendukung pembiayaan pendidikan tinggi bagi putra-putri terbaik Indonesia di dalam maupun di luar negeri. Program ini mencakup berbagai tingkat pendidikan, mulai dari magister (S2) hingga doktoral (S3), serta program riset dan inovasi.
Beberapa keuntungan dari beasiswa LPDP meliputi biaya pendidikan, tunjangan hidup selama masa studi, tunjangan buku dan penelitian, asuransi kesehatan, dan biaya transportasi. Penerima beasiswa LPDP diharapkan dapat kembali ke Indonesia dan berkontribusi pada pembangunan bangsa setelah menyelesaikan studi mereka.
Fransiska Sonia Rickiyanto adalah salah satu mahasiswa beruntung yang berkesempatan menerima beasiswa LPDP. Setelah menyelesaikan studi S1 Akuntansi di Universitas Diponegoro, dia melanjutkan studi pascasarjana ke University of Sheffield, United Kingdom untuk mengambil jurusan Marketing Management Practice.
"Awalnya aku masih bingung menentukan mau memilih S2 bidang marketing atau finance, akhirnya Januari 2023 aku mantap memilih jurusan marketing untuk mengikuti program beasiswa LPDP," katanya kepada Hypeabis.id.
Keputusan itu menjadi titik awal persiapannya untuk mengejar beasiswa LPDP. Akhirnya dengan waktu yang sangat terbatas, Sonia menyiapkan seluruh berkas pendukung, mulai dari formulir pendaftaran, transkrip akademik, letter of acceptance dari universitas tujuan untuk program studi yang ingin diambil, hasil tes IELTS, esai, dan dokumen lainnya.
Impian untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri kini bisa terwujud. Sejumlah universitas ternama di beberapa negara di dunia menghadirkan beragam program beasiswa fully funded untuk mahasiswa dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Beasiswa fully funded adalah jenis beasiswa yang mencakup semua biaya yang berkaitan dengan pendidikan penerima beasiswa. Ini termasuk biaya kuliah, biaya hidup seperti akomodasi dan makan, biaya perjalanan, asuransi kesehatan, serta biaya buku dan bahan belajar lainnya.
Beasiswa fully funded biasanya ditawarkan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, atau perusahaan. Tujuannya untuk membantu siswa yang berprestasi atau membutuhkan bantuan finansial untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa harus khawatir tentang biaya.
Mengutip dari laman Hotcourses Indonesia, berikut sejumlah universitas ternama di luar negeri yang menawarkan program beasiswa penuh, antara lain Nottingham Trent University (UK) dan Sogang University (Korea Selatan).
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Pada jenjang perguruan tinggi negeri saja, biaya pendidikan masih sulit terjangkau bagi banyak kalangan, terutama masyarakat golongan bawah. Pada saat ini, data anak-anak sekolah lanjutan tingkat atas yang masuk perguruan tinggi masih sangat rendah, yakni hanya 31 persen rerata nasional. Angka itu berarti ada 69 persen anak Indonesia hanya lulus jenjang sekolah lanjutan tingkat atas.
Baca juga: Hypereport: Musisi Muda Bersinar di Industri Musik Digital
Perguruan tinggi negeri yang seharusnya menjadi kepanjangan pemerintah dalam mengemban amanat undang-undang dalam layanan pendidikan bagi setiap warga negara, justru mematok biaya kuliah yang sangat tinggi.
Hal itu, sontak memicu aksi protes para mahasiswa atas besaran uang kuliah tunggal atau UKT, seperti yang terjadi di Universitas Jenderal Soedirman, dan Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo. Isu biaya kuliah pun kian memanas, tatkala Menko PMK Muhadjir Effendy malah mendorong mahasiswa untuk membayar UKT dengan menggunakan pinjol.
Padahal, pinjol merupakan pinjaman berbunga tinggi, yang tidak sesuai dengan model pembiayaan pendidikan. Adapun student loan idealnya dapat disediakan pemerintah secara terjangkau dengan skema insentif.
Mengingat pendidikan adalah isu strategis bagi generasi muda, Hypeabis.id membahas tetek bengek tentang biaya pendidikan di Indonesia, terutama di tingkat perguruan tinggi. Mengapa biaya kuliah di Indonesia mahal? Apa pangkal persoalannya? Simak laporannya dalam rangkuman Hypereport berikut ini.
1. Hypereport: Butuh Komitmen Membenahi Tata Kelola Pembiayaan Untuk Pendidikan Tinggi
Pendidikan merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia dan juga daya saing negara, di mana angka lulusan perguruan tinggi menjadi indikator utama. Sayangnya, biaya kuliah yang mahal menjadi salah satu 'tembok' yang membatasi akses warga dalam mengenyam pendidikan di dunia kampus.Menurut Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan, biaya pendidikan yang mahal di jenjang perguruan tinggi dapat terjadi karena banyak faktor. Pertama, perhitungan biaya operasional yang belum komprehensif dibandingkan dengan skema pembiayaan perguruan tinggi negeri dari APBN.
Pada saat ini, dana APBN dari pemerintah belum memenuhi kebutuhan biaya operasional. Sebagai contoh, biaya operasional salah satu kampus perguruan tinggi negeri di Jakarta bisa mencapai triliunan rupiah per tahun.
Di satu sisi bantuan dari pemerintah untuk perguruan tinggi negeri masih relatif kecil. Di sisi lain, kampus juga mendapatkan tuntutan untuk menjadi lembaga perguruan tinggi kelas dunia atau world class university.
Kondisi tersebut membuat pengelola perguruan tinggi negeri memutar otak agar dapat memenuhi biaya operasional dan juga menjadi lembaga kelas dunia. Salah satu di antaranya menaikkan uang kuliah tunggal (UKT) yang harus dibayarkan oleh mahasiswa setiap semester.
2. Hypereport: Dilema Kampus dalam Polemik UKT & Tuntutan Peningkatan Mutu Pendidikan
Melongok secara historis, biaya kuliah atau yang sekarang disebut Uang Kuliah Tunggal memang menunjukkan tren kenaikan setiap tahunnya. Penyebabnya beragam, dari inflasi pendidikan hingga kebutuhan terhadap beberapa komponen baru demi menjaga mutu pembelajaran di kampus.Pada Mei 2024 lalu, kenaikan UKT bahkan telah memicu gelombang protes dari para mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi. Namun, riaknya segera mereda setelah rencana kenaikan UKT resmi dibatalkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makariem (5/7/2024).
Keberadaan uang kuliah dalam mendukung pembiayaan sebuah perguruan tinggi memang kerap jadi jejak yang rumit. Kampus kerap berada pada situasi yang sulit, terutama dalam menyeimbangkan mutu pendidikan dengan akses yang lebih inklusif.
Wakil Rektor Bidang Resiliensi Sumberdaya dan Infrastruktur Institut Pertanian Bogor (IPB) Alim Setiawan Slamet mengatakan kenaikan UKT bakal menjadi persoalan yang akan terus terjadi jika dukungan dari pemerintah masih seperti saat ini.
“Kalau dilihat dari postur anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN itu dialokasikan semuanya ke Kemendikbudristek, itu tidak akan terjadi. Akan tetapi, alokasi untuk Kemendikbudristek kan hanya Rp98 triliun dari total sekitar Rp665 triliun,” ujar Alim kepada Hypeabis.id.
Padahal, setiap tahunnya kampus membutuhkan sumber modal yang cukup untuk menyelenggarakan pendidikan. Dari sisi infrastruktur dan fasilitas, kampus membutuhkan peralatan pembelajaran, perawatan gedung, bahan praktikum, dan sebagainya.
Di samping itu, ada tuntutan juga peningkatan kesejahteraan dari para tenaga pendidik, para pegawai, dan lainnya. Yang paling penting, kata Alim, kampus setiap tahunnya juga selalu mengejar mutu dari penyelenggaraan pendidikan tinggi.
3. Hypereport: Merancang Model Pinjaman Biaya Pendidikan Ideal di Indonesia
Laporan resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kenaikan biaya kuliah di Indonesia sulit diimbangi oleh peningkatan gaji masyarakat. Dipaparkan, laju kenaikan biaya kuliah per tahun yakni sekitar 1,3 persen untuk kampus negeri (PTN) dan 6,96 persen untuk kampus swasta (PTS), mengalahkan laju kenaikan pendapatan lulusan SMA yakni 3,8 persen maupun sarjana (2,7 persen).Data tersebut menggambarkan adanya ancaman akses pendidikan tinggi di kalangan masyarakat saat ini, juga di masa depan. Sebagai ilustrasi, orang tua bergelar sarjana yang melahirkan bayi pada 2024, misalnya, diperkirakan kelak hanya cukup untuk membiayai kuliah anaknya selama enam semester pada 2040. Sementara itu, lulusan SMA hanya bisa membiayai tiga dari delapan semester kuliah anaknya.
Di tengah kondisi itu, muncul tren kerja sama perguruan tinggi dengan platform pinjol pendidikan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi tunggakan pembayaran biaya kuliah mahasiswa. Namun, hal itu menuai polemik lantaran banyaknya mahasiswa yang mengaku masih kesulitan untuk membayar tunggakan pinjaman, hingga terancam tidak bisa melanjutkan studinya.
Belakangan, wacana untuk mengembangkan student loan atau pinjaman biaya pendidikan di Indonesia mengemuka sebagai solusi. Salah satu skema yang mencuat ialah sistem income contingent loan yang banyak dipraktikkan di negara maju. Skema yang berbasis pendapatan ini dinilai bisa menjamin keterjangkauan, pemerataan akses, dan kemudahan pembayaran, sehingga sangat mungkin diterapkan di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Warsito menjelaskan income contingent loan atau model pinjaman berbasis pendapatan tergolong sebagai pinjaman lunak.
Dalam artian, pengembaliannya dilakukan ketika peminjam telah menyelesaikan studinya, bekerja, dan mendapatkan penghasilan. "Jadi mulai tahun kedua setelah lulus itu mulai melakukan pembayaran," katanya dalam webinar bertajuk Biaya Kuliah Tinggi, Pinjaman Pendidikan Jadi Solusi?, baru-baru ini.
4. Hypereport: Melihat Perbandingan Skema Student Loan di AS, Kanada & Australia
Banyak orang memiliki cita-cita untuk menempuh pendidikan tinggi hingga ke jenjang perguruan tinggi. Namun, kondisi keuangan kerap menjadi tantangan. Sadar akan keadaan ini, student loan atau pinjaman pelajar menjadi salah satu pilihan yang kerap disediakan oleh pemerintah atau lembaga pembiayaan.Pada saat ini, sejumlah lembaga pembiayaan di Indonesia memang telah memiliki program pinjaman yang dapat dipilih oleh banyak mahasiswa di dalam negeri. Namun, program tersebut tetaplah kredit komersial berbunga tinggi yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan student loan di banyak negara.
Kredit yang disebut-sebut sebagai pinjaman untuk pelajar di dalam negeri umumnya masih serupa kredit tanpa agunan berbunga tinggi. Mahasiswa yang melakukan pinjaman harus membayar tidak lama setelah uang cair atau saat masih berstatus sebagai seorang mahasiswa dengan bunga.
Tidak hanya itu, beberapa pihak juga kerap menyediakan pinjaman online atau daring dengan bunga yang tidak kecil dan harus dibayar saat pelajar di perguruan tinggi masih menempuh pendidikan. Kondisi tersebut kerap memberatkan karena mereka terlilit utang akibat pinjaman yang harus dibayar bertahap saat mash berkuliah dan belum memiliki pekerjaan.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengaku sedang merancang skema pinjaman pelajar seperti yang ada di luar negeri. Pinjaman itu baru akan dibayarkan seusai mahasiswa lulus dari kampus dan menempuh pendidikan.
Ya, student loan atau pinjaman pendidikan di banyak negara pada dasarnya membuat mahasiswa di perguruan tinggi atau universitas memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan. Lewat skema pinjaman ini, mereka dapat tetap mengakses pendidikan tanpa terhalang oleh kondisi ekonomi yang kekurangan.
Pelajar yang memanfaatkan student loan dapat membayar setelah lulus kuliah dan bekerja. Jadi, mereka tidak perlu khawatir dan memikirkan untuk melunasi pinjaman saat masih berstatus mahasiswa.
5. Hypereport: Cerita Inspiratif Sukses Kuliah di Universitas Terbaik Dunia dengan Beasiswa
Kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri kini makin terbuka lebar. Banyak orang bermimpi untuk bisa masuk ke universitas bergengsi di dunia, tapi terhambat oleh biaya kuliah dan kebutuhan hidup yang tinggi. Kini mereka bisa mewujudkannya melalui program beasiswa.Berbekal tekad dan kerja keras, sejumlah penerima beasiswa LPDP membagikan cerita inspiratifnya saat mengikuti serangkaian tes seleksi masuk universitas terbaik di berbagai negara. Menariknya, beberapa dari mereka bukan berasal dari latar belakang keluarga kaya, melainkan dari keluarga yang terbilang sederhana.
Adapun beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) adalah program beasiswa yang dikelola oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan. Beasiswa ini bertujuan untuk mendukung pembiayaan pendidikan tinggi bagi putra-putri terbaik Indonesia di dalam maupun di luar negeri. Program ini mencakup berbagai tingkat pendidikan, mulai dari magister (S2) hingga doktoral (S3), serta program riset dan inovasi.
Beberapa keuntungan dari beasiswa LPDP meliputi biaya pendidikan, tunjangan hidup selama masa studi, tunjangan buku dan penelitian, asuransi kesehatan, dan biaya transportasi. Penerima beasiswa LPDP diharapkan dapat kembali ke Indonesia dan berkontribusi pada pembangunan bangsa setelah menyelesaikan studi mereka.
Fransiska Sonia Rickiyanto adalah salah satu mahasiswa beruntung yang berkesempatan menerima beasiswa LPDP. Setelah menyelesaikan studi S1 Akuntansi di Universitas Diponegoro, dia melanjutkan studi pascasarjana ke University of Sheffield, United Kingdom untuk mengambil jurusan Marketing Management Practice.
"Awalnya aku masih bingung menentukan mau memilih S2 bidang marketing atau finance, akhirnya Januari 2023 aku mantap memilih jurusan marketing untuk mengikuti program beasiswa LPDP," katanya kepada Hypeabis.id.
Keputusan itu menjadi titik awal persiapannya untuk mengejar beasiswa LPDP. Akhirnya dengan waktu yang sangat terbatas, Sonia menyiapkan seluruh berkas pendukung, mulai dari formulir pendaftaran, transkrip akademik, letter of acceptance dari universitas tujuan untuk program studi yang ingin diambil, hasil tes IELTS, esai, dan dokumen lainnya.
6. Hypereport: 7 Universitas di Dunia Tawarkan Beasiswa Penuh Kuliah & Biaya Hidup Gratis
Impian untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri kini bisa terwujud. Sejumlah universitas ternama di beberapa negara di dunia menghadirkan beragam program beasiswa fully funded untuk mahasiswa dari berbagai negara, termasuk Indonesia.Beasiswa fully funded adalah jenis beasiswa yang mencakup semua biaya yang berkaitan dengan pendidikan penerima beasiswa. Ini termasuk biaya kuliah, biaya hidup seperti akomodasi dan makan, biaya perjalanan, asuransi kesehatan, serta biaya buku dan bahan belajar lainnya.
Beasiswa fully funded biasanya ditawarkan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, atau perusahaan. Tujuannya untuk membantu siswa yang berprestasi atau membutuhkan bantuan finansial untuk menempuh pendidikan tinggi tanpa harus khawatir tentang biaya.
Mengutip dari laman Hotcourses Indonesia, berikut sejumlah universitas ternama di luar negeri yang menawarkan program beasiswa penuh, antara lain Nottingham Trent University (UK) dan Sogang University (Korea Selatan).
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.