Bias Warna Natur & Kultur Bertaut dalam Ragam Karya Seni di Pameran Redefine
25 June 2024 |
16:53 WIB
Instalasi trimatra itu memberi citraan berbeda di lorong masuk galeri di bilangan Jakarta Selatan. Sepintas, karya ini mengingatkan pengunjung pada kain umbul-umbul bergambar naga yang berkibar, tapi berhenti dalam momen gerak yang beku.
Figur-figur yang digambarkan meliuk diterpa angin. Kumpulan warna yang digunakan juga merepresentasikan arah mata angin. Seperti hitam, warna yang berada di utara, putih di timur, merah di selatan, kuning di barat, dan biru di barat laut.
Baca juga: Pameran Provoke Siap Digelar di Pos Bloc Jakarta, Hadirkan 19 Karya Seniman & Kurator
Karya berjudul Umbul-umbul dari Putra Wali Aco itu merupakan pembuka pameran Redefine di Elcanna Gallery. Dihelat pada 1 Juni-1 Juli 2024, pameran ini menampilkan karya dari seniman muda lain. Yaitu Anagard, I Kadek Suardana, I Made Surya Subratha, I wayan Adi Sucipta, Riki Antoni, dan Yula Setyowidi.
Memasuki lantai dua, pengunjung akan bertemu karya Wali Aco dengan material berbeda. Yaitu lewat karya berjudul Rahwana dan Sinta (candy tone, acrylic on plat aluminium, mica, 100x100 cm, 2023). Terdiri dari dua panel, karya ini mengimak dua karakter sentral dalam kisah Ramayana yang banyak melahirkan lakon carangan.
Menurut tafsir sang seniman, Rahwana atau Raja Alengka memang dikenang sebagai penjahat dan sosok Rama adalah pahlawan dari kisah ini. Namun, dalam citraan teknik melukis kaca yang diterapkan dalam karya ini, Wali Aco seolah memberi sudut pandang lain dari kisah klasik Ramayana.
"Rahwana memang biangnya angkara murka, tapi selama ini yang kita tahu dalam kisah Ramayana sosok tersebut adalah dalang segala kejahatan, tapi apakah itu benar," tutur sang perupa.
Anagard lain lagi, peraih trofi UOB Southeast Asian Painting of the Year (POY) 2019 itu kali ini membawa dua karya. Yaitu, Love or Lust (stencil spray paint on canvas, 160x100 cm, 2024) dan Bait Alam Merindukan Mantra (stencil spray paint on paper, 122x83 cm, 2024).
Pada lukisan pertama, Anagard mengungkai kisah sepasang kekasih yang selalu menjadi misteri dalam sebuah hubungan. Ini terejawantah dalam objek lelaki dan perempuan yang saling melukai satu sama lain, sehingga menimbulkan kesan hubungan yang beracun, meski dalam posisi samar mereka tampak seperti hendak berpelukan.
Adapun, karya kedua menggambarkan sosok petani dan alam yang saat ini ekosistemnya mulai hancur oleh industri. Padahal, para petani sangat tergantung pada kehidupan alam. Salah satunya lewat cara bertani di kawasan pedesaan (rural) yang mengikuti perubahan musim, atau ilmu pranoto mongso (penentuan musim).
"Karya ini mencoba memvisualkan toxic relationship penuh dengan sifat diskriminasi. Seperti direndahkan, disakiti, dan dirundung. Kalau karya tentang petani itu memang bentuk protesku terhadap lingkungan," paparnya.
Kurator pameran Redefine, Wayan Seriyoga Parta mengatakan pameran yang menandai aktifnya lagi galeri di Jakarta itu memang ingin menampilkan dinamika konvensi dalam perkembangan seni rupa kontemporer. Salah satunya lewat keragaman tema dan subject matter yang digunakan oleh para seniman.
Dalam pameran ini, dia melihat benang merah artistik yang dapat memberikan penanda kesamaan dari sepilihan karya yang dipacak. Yaitu lewat karakter warna dan tema-tema, yang masih memperlihatkan persoalan nature dan culture dalam penghayatan dan daya ekspresi di atas karya.
Baca juga: Eksklusif Inda C. Noerhadi: Lebih dari Sekadar Menyediakan Ruang Pameran Bagi Seniman
Dibandingkan dengan karya-karya berbasis konvensional yang mengutamakan narasi dan nilai simbolik, menurut Yoga, karya para perupa yang dipilih dalam pameran ini cenderung mereprentasikan nuansa eklektik yang diambil dari khazanah tradisi, tapi dengan semangat pendekatan yang baru.
"Mereka menggabungkan beberapa media secara tumpang-tindih, yang diaransemen untuk menghadirkan komposisi visual. Kebebasan tersebut akhirnya melahirkan rasa estetik ‘baru’, sehingga terasa spiritnya yang berbeda," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Figur-figur yang digambarkan meliuk diterpa angin. Kumpulan warna yang digunakan juga merepresentasikan arah mata angin. Seperti hitam, warna yang berada di utara, putih di timur, merah di selatan, kuning di barat, dan biru di barat laut.
Baca juga: Pameran Provoke Siap Digelar di Pos Bloc Jakarta, Hadirkan 19 Karya Seniman & Kurator
Karya berjudul Umbul-umbul dari Putra Wali Aco itu merupakan pembuka pameran Redefine di Elcanna Gallery. Dihelat pada 1 Juni-1 Juli 2024, pameran ini menampilkan karya dari seniman muda lain. Yaitu Anagard, I Kadek Suardana, I Made Surya Subratha, I wayan Adi Sucipta, Riki Antoni, dan Yula Setyowidi.
Karya Wali Aco berjudul Umbul-umbul (mix media 240x150 cm, 2023) (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Menurut tafsir sang seniman, Rahwana atau Raja Alengka memang dikenang sebagai penjahat dan sosok Rama adalah pahlawan dari kisah ini. Namun, dalam citraan teknik melukis kaca yang diterapkan dalam karya ini, Wali Aco seolah memberi sudut pandang lain dari kisah klasik Ramayana.
"Rahwana memang biangnya angkara murka, tapi selama ini yang kita tahu dalam kisah Ramayana sosok tersebut adalah dalang segala kejahatan, tapi apakah itu benar," tutur sang perupa.
Anagard lain lagi, peraih trofi UOB Southeast Asian Painting of the Year (POY) 2019 itu kali ini membawa dua karya. Yaitu, Love or Lust (stencil spray paint on canvas, 160x100 cm, 2024) dan Bait Alam Merindukan Mantra (stencil spray paint on paper, 122x83 cm, 2024).
Pada lukisan pertama, Anagard mengungkai kisah sepasang kekasih yang selalu menjadi misteri dalam sebuah hubungan. Ini terejawantah dalam objek lelaki dan perempuan yang saling melukai satu sama lain, sehingga menimbulkan kesan hubungan yang beracun, meski dalam posisi samar mereka tampak seperti hendak berpelukan.
Adapun, karya kedua menggambarkan sosok petani dan alam yang saat ini ekosistemnya mulai hancur oleh industri. Padahal, para petani sangat tergantung pada kehidupan alam. Salah satunya lewat cara bertani di kawasan pedesaan (rural) yang mengikuti perubahan musim, atau ilmu pranoto mongso (penentuan musim).
"Karya ini mencoba memvisualkan toxic relationship penuh dengan sifat diskriminasi. Seperti direndahkan, disakiti, dan dirundung. Kalau karya tentang petani itu memang bentuk protesku terhadap lingkungan," paparnya.
Karya Anagard berjudul Bait Alam Merindukan Mantra (stencil spray paint on paper, 122x83 cm, 2024) (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Kurator pameran Redefine, Wayan Seriyoga Parta mengatakan pameran yang menandai aktifnya lagi galeri di Jakarta itu memang ingin menampilkan dinamika konvensi dalam perkembangan seni rupa kontemporer. Salah satunya lewat keragaman tema dan subject matter yang digunakan oleh para seniman.
Dalam pameran ini, dia melihat benang merah artistik yang dapat memberikan penanda kesamaan dari sepilihan karya yang dipacak. Yaitu lewat karakter warna dan tema-tema, yang masih memperlihatkan persoalan nature dan culture dalam penghayatan dan daya ekspresi di atas karya.
Baca juga: Eksklusif Inda C. Noerhadi: Lebih dari Sekadar Menyediakan Ruang Pameran Bagi Seniman
Dibandingkan dengan karya-karya berbasis konvensional yang mengutamakan narasi dan nilai simbolik, menurut Yoga, karya para perupa yang dipilih dalam pameran ini cenderung mereprentasikan nuansa eklektik yang diambil dari khazanah tradisi, tapi dengan semangat pendekatan yang baru.
"Mereka menggabungkan beberapa media secara tumpang-tindih, yang diaransemen untuk menghadirkan komposisi visual. Kebebasan tersebut akhirnya melahirkan rasa estetik ‘baru’, sehingga terasa spiritnya yang berbeda," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.