Barasuara. (Sumber gambar: Hu Shah Records)

Ungkapan Kepasrahan Barasuara dalam Album Ketiga Jalaran Sadrah

21 June 2024   |   09:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Barasuara kembali menyapa para penggemarnya dengan merilis karya baru. Grup band indie-rock itu akan meluncurkan album anyar bertajuk Jalaran Sadrah pada 21 Juni 2024. Album ini menjadi bentuk respons Barasuara mengenai sejumlah hal kelam yang menimpa dunia belakangan ini.

Jalaran Sadrah menjadi album ketiga setelah Taifun (2015) dan Pikiran dan Perjalanan (2019). Album ini berisikan 9 lagu, dengan 3 single yang telah dirilis terlebih dahulu yakni Terbuang dalam Waktu, Merayakan Fana, serta Fatalis yang berhasil menyabet piala Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards 2023 untuk kategori  Duo/Grup/Kolaborasi Rock Terbaik.

Adapun, lagu-lagu lainnya termasuk Manusia, Habis Terang, Pendopo, Antea (Before This), Etalase, Biyang dan Hitam dan Biru.

Baca juga: .Feast Rilis Single Politrik, Lagu Kedua untuk Album Membangun & Menghancurkan

"Jalaran Sadrah artinya karena pasrah. Album ini terjadi, tertulis, terselesaikan karena pasrah. Kita pasrah dalam ketidakberdayaan. Dalam keputusasaan, dalam lemah dan  kecilnya peran kita sebagai manusia yang akhirnya hanya bisa menerima takdir dan jalan-Nya," kata Iga Massardi, Vokalis sekaligus Gitaris Barasuara dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/6/2024).
 

Lirik lagu-lagu dalam album Jalaran Sadrah mayoritas ditulis oleh Iga Massardi, yang mengangkat berbagai hal kelam yang terjadi belakangan ini di dunia. Dalam lagu Fatalis misalnya, ungkapan mengecam disinformasi yang merebak kala korban berjatuhan di masa pandemi, atau lagu Habis Terang yang menanggapi pembunuhan massal yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

Iga mengatakan secara garis besar, lagu-lagu di album Jalaran Sadrah bercerita tentang kematian dalam persepsi yang beragam. Ada yang merayakan kematian, ada yang sinis dengan kematian, ada yang apatis, serta ada pula yang kontemplatif dengan kematian.

"Lalu ada juga lagu yang menceritakan tentang kepulangan rasa terhadap cinta yang sejati. Secara garis besar, banyak tema yang berkaitan tentang proses hidup, lahir dan menjalankannya," terang Iga.
 


Proses Penggarapan Album Jalaran Sadrah

Proses penggarapan album Jalaran Sadrah memakan waktu sekitar tiga tahun. Pembuatannya berawal pada Januari 2021. Kala itu, dalam keadaan sudah tanpa manajer maupun perusahaan rekaman dan menuju satu tahun dirongrong pandemi, keenam anggota Barasuara berkumpul selama seminggu di sebuah vila di Puncak, Bogor.

Mereka berkumpul untuk melakukan semacam konsolidasi sebagai band, serta menulis lagu baru dari nol maupun mengembangkan materi yang dibawa dari rumah. Dari sana, berlanjutlah proses penulisan lagu serta bongkar pasang aransemen dan rekaman, yang berlangsung secara berkala hingga awal 2024 di berbagai studio di Jakarta, termasuk di kantor Barasuara serta kediaman Iga, Marco, Gerald dan TJ.

Gerald Situmorang, sang bassist, mengatakan album ini, Barasuara berusaha untuk menghadirkan variasi penciptaan lagu sekaligus menunjukkan kekompakan dan rasa saling percaya yang sudah terbangun selama satu dekade lebih.

Hal itu tercermin dari perannya yang semakin besar dalam menggubah musik, komposisi Puti dalam lagu Hitam dan Biru yang menggugah semangat, serta Asteriska yang menyumbang lirik lembut nan lirih dalam lagu Biyang dan Terbuang dalam Waktu.

"Ini album yang paling kolektif pengerjaannya, karena kami sudah sama-sama saling percaya dan tahu warna masing-masing,” kata Gerald.

Selain itu, penggarapan Jalaran Sadrah turut melibatkan dua musisi legendaris yakni Erwin Gutawa yang merangkai aransemen orkestra untuk lagu Merayakan Fana, Terbuang dalam Waktu dan Hitam dan Biru, yang dieksekusi dengan megah oleh Czech Symphony Orchestra. Selain itu, ada juga seniman Sujiwo Tejo yang menyumbang nyanyian syahdu berbahasa Jawa ke lagu Biyang yang terdengar adem.
 


Kendati menghadirkan elemen maupun warna baru, perpaduan vokal Iga, Asteriska dan Puti, kombinasi gitar Iga dan TJ, dentuman bas Gerald serta pukulan drum dinamis oleh Marco akan tetap membuat album ini terdengar seperti musik khas Barasuara.

Baik itu lagu epik penuh liku-liku berdurasi enam menit lebih macam Antea maupun lagu rock yang relatif simpel seperti Etalase dan Manusia (Sumarah). “Dengan isiannya masing-masing, memang itu yang bikin bunyinya Barasuara," kata Gerald.

TJ Kusuma, sang gitaris, mengatakan secara keseluruhan album Jalaran Sadrah merupakan pertanda bahwa api dan lentera Barasuara masih menyala setelah berjalan 12 tahun di belantika musik, dan belum padam walau terhadang berbagai cobaan.

“Album ini menyenangkan, lepas dan memuaskan, walau ada rasa tidak nyaman akibat situasi pandemi yang sangat memusingkan waktu itu,” kata TJ.

Album Jalaran Sadrah juga disebut sebagai bentuk kegilaan yang berujung damai ataupun terjang badai bertemu pelangi yang dipersembahkan oleh Barasuara kepada para penikmat musik. “Album ini bentuk saling menerima, mendukung dan mempertahankan, serta bukti bahwa Barasuara masih bisa berdiri kuat walau diterpa badai," kata Asteriska, sang vokalis.

"Jalaran Sadrah adalah bentuk persembahan kami untuk para pendengar. Tanpa ada itikad menggurui atau merasa lebih besar, album ini kami serahkan sepenuhnya untuk mereka nikmati dan maknai dengan caranya masing-masing," imbuh Iga.

Baca juga: Konser Kolaborasi Danilla, ERK, Barasuara, Sore & Perunggu Siap Gebrak Lintas Resonan

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

5 Rekomendasi Spot Nongkrong Nyaman di Kawasan Benhil

BERIKUTNYA

Film Marni: The Story of Wewe Gombel, Padukan Horor Urband Legend dengan Action yang Kuat

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: