Grebeg Gunungan di Yogyakarta. (Sumber gambar: Indonesia Travel)

10 Tradisi Unik Perayaan Iduladha di Indonesia, Jemur Kasur hingga Mendandani Sapi

17 June 2024   |   11:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membawa umat Islam memperingati suri tauladan keduanya dengan ibadah kurban. Umat Muslim di Indonesia pun bersuka cita menyambut Hari Raya Iduladha 1445 Hijriah yang jatuh pada hari ini, Senin (17/6/2024), dengan beribadah salat id, berkurban, hingga bersilaturahmi.
 
Salah satu hal yang identik dengan perayaan Iduladha adalah penyembelihan hewan kurban seperti sapi atau kambing, setelah melaksanakan salat id. Nantinya, daging kurban akan dibagikan kepada masyarakat sekitar, utamanya bagi mereka yang membutuhkan. 

Baca juga: Simak Arti Kata Iduladha dan Sejarah Ibadah Kurban
 
Namun, selain berkurban, ada banyak tradisi unik yang dilakukan masyarakat Indonesia di berbagai daerah dalam menyambut Hari Raya Iduladha. Tradisi ini telah dilakukan sejak zaman dahulu dan masih berlangsung hingga kini, yang dipercaya mengandung makna kebaikan bagi masyarakat sekitar.
 
Dihimpun dari beberapa sumber oleh Hypeabis.id, berikut adalah sejumlah tradisi unik perayaan Iduladha di berbagai daerah di Indonesia.


1. Apitan (Semarang)

Tradisi Apitan biasa dirayakan di Semarang untuk menyambut Iduladha. Mengutip dari situs resmi Indonesia Travel Kemenparekraf, tradisi Apitan berupa pembacaan doa yang dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani, ternak, dan nantinya akan diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat.
 
Tak hanya gunungan berupa hasil tani atau arak-arakan ternak, tradisi Apitan ini juga biasanya kian semarak dengan hiburan khas kearifan lokal. Tradisi ini dipercaya menjadi kebiasaan para Wali Songo pada zaman dahulu sebagai bentuk ungkapan rasa syukur di perayaan Iduladha. Apitan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Tuhan YME. 


2. Grebeg Gunungan (Yogyakarta)

Tradisi Grebeg Gunungan yang dirayakan oleh masyarakat Yogyakarta sepintas hampir mirip dengan tradisi Apitan dari Semarang. Warga muslim Yogyakarta akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman. Arak-arakan hasil bumi ini berjumlah 3 buah gunungan yang tersusun dari rangkaian sayur-mayur dan buah-buahan.
 
Di Yogyakarta, tradisi ini dilaksanakan setiap hari besar agama Islam. Grebeg Syawal dilaksanakan saat Idulfitri, sedangkan tradisi Grebeg Gunungan dilaksanakan pada perayaan Iduladha. Masyarakat setempat percaya, apabila berhasil mengambil hasil bumi yang disusun dalam bentuk gunungan yang telah didoakan dan diarak, bisa mendatangkan rezeki.


3. Manten Sapi (Pasuruan)

Manten Sapi merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Pasuruan untuk merayakan Iduladha. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada hewan kurban yang akan disembelih. Pada tradisi ini, sapi yang hendak dikurbankan akan didandani secantik mungkin bak pengantin.
 
Hewan tersebut juga dikalungkan bunga tujuh rupa, lalu dibalut dengan kain kafan, serban, dan sajadah. Pada tradisi ini, kain kafan menjadi tanda kesucian orang yang berkurban. Setelah didandani, semua sapi akan diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Nantinya, daging sapi kurban ini biasanya  akan diolah dan disantap bersama-sama. 
 

B

Tradisi Meugang di Aceh. (Sumber gambar: Indonesia Travel)


4. Meugang (Aceh)

Meugang yang berasal dari kata Makmeugang, adalah tradisi yang sangat familiar untuk masyarakat Aceh terutama pada saat hari-hari besar keagamaan seperti Idulfitri dan Iduladha. Dalam tradisi ini, masyarakat Muslim Aceh biasanya akan berkumpul di masjid untuk memasak daging seperti sapi atau kerbau dan menyantapnya bersama-sama.
 
Tradisi Meugang disebut telah ada sejak masa kerajaan Aceh yang memiliki kebiasaan memotong hewan ternak dan membagikannya secara gratis kepada masyarakat. Tradisi ini tetap dilestarikan oleh masyarakat karena menjadi ungkapan rasa syukur atas kemakmuran tanah Aceh.


5. Gamelan Sekaten (Cirebon & Surakarta)

Terdapat sebuah tradisi perayaan Iduladha di Cirebon bernama Gamelan Sekaten. Tradisinya berupa membunyikan alat musik gamelan yang berada di sekitar area Keraton Kasepuhan Cirebon, sebagai penanda bahwa umat Muslim di Cirebon merayakan hari kemenangan seperti Idulfitri maupun Iduladha. Biasanya, rangkaian Gamelan dibunyikan sesaat setelah sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
 
Tak hanya di Cirebon, tradisi Gamelan Sekaten juga dilakukan di Surakarta. Tradisi ini tidak hanya terbatas pada perayaan Iduladha, tetapi juga menjadi bagian dari perayaan hari besar Islam lainnya seperti Idulfitri dan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pada perayaan Iduladha, musik gamelan biasanya dimulai setelah salat id.

Melansir dari situs resmi Pemerintah Kota Surakarta, tradisi Gamelan Sekaten erat kaitannya dengan penyebaran Islam oleh Wali Songo di Surakarta dengan cara berkesenian menggunakan gamelan. Biasanya, tradisi Gamelan Sekaten juga diikuti dengan kegiatan lainnya seperti Tumplak Wajik dan Grebeg Maulud, bahkan agenda pasar malam selama sebulan penuh.


6. Toron dan Nyalase (Madura)

Masyarakat muslim Madura memiliki tradisi unik pada perayaan Iduladha bernama Toron dan Nyalase. Menukil dari situs Traveloka, dalam tradisi ini, mereka yang bekerja atau tinggal di luar Madura akan berbondong-bondong untuk mudik saat hari raya kurban. Hanya, penyebutan mudik dalam bahasa Madura disebut toron.
 
Saat toron ke Madura, warga setempat juga melakukan nyalase yang berarti nyekar atau ziarah ke makam untuk mendoakan para leluhur. Kegiatan nyalase ini biasa mereka lakukan setelah pelaksanaan salat id.
 

Tradisi Mepe Kasur di Banyuwangi. (Sumber gambar: Traveloka)

Tradisi Mepe Kasur di Banyuwangi. (Sumber gambar: Traveloka)


7. Mepe Kasur (Banyuwangi)

Warga Muslim Banyuwangi juga punya tradisi unik saat Iduladha yakni Mepe Kasur atau Jemur Kasur. Tradisi ini secara khusus dilakukan oleh suku Osing yang ada di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi. Prosesnya dimulai dengan Tari Gandrung yang kemudian berlanjut dengan penjemuran kasur. 
 
Biasanya, mereka akan menjemur kasur di depan rumah dari pagi hingga sore hari. Uniknya, kasur-kasur warga desa ini adalah kasur gembil dengan warna corak hitam dan merah. Hitam memiliki arti langgeng dan merah bermakna berani. Tradisi ini berlangsung menjelang hari raya kurban dengan tujuan menolak bala dan menjaga keharmonisan rumah tangga.


8. Ngejot (Bali)

Tak hanya terkenal dengan pariwisatanya, Bali juga identik dengan toleransi beragama yang tinggi. Perbedaan agama di masyarakat Bali justru menghasilkan tradisi yang penuh makna, salah satunya adalah ngejot. Tradisi ini dilakukan umat beragama di Bali untuk merayakan hari penting dalam keagamaan, termasuk saat Iduladha.
 
Melansir dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, warga muslim Bali biasanya akan menjalankan tradisi ngejot dengan berbagi makanan, minuman, serta buah kepada tetangga nonmuslim. Tradisi ini juga sering dilakukan oleh umat Hindu di Bali saat mereka merayakan hari besar seperti Nyei atau Galungan.
 
Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur warga muslim terhadap tetangganya yang memiliki toleransi tinggi, sekaligus menciptakan hubungan yang harmonis antar umat beragama di Bali. Ngejot sendiri sudah berjalan turun-temurun hingga saat ini. 
 

Tradisi Accera Klompoang di Gowa. (Sumber gambar: Traveloka)

Tradisi Accera Kalompoang di Gowa. (Sumber gambar: Traveloka)


9. Accera Kalompoang (Gowa)

Di Sulawesi Selatan tepatnya di Gowa punya tradisi perayaan Iduladha yang sakral yaitu Accera Kalompoang. Tradisi ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, yang dimulai saat sehari menjelang Iduladha dan hari raya itu sendiri. Tradisinya berupa mencuci benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Gowa.
 
Prosesinya biasanya dilakukan di Istana Raja Gowa atau Rumah Adat Balla Lompoa. Bagi masyarakat setempat, tradisi Accera Kalompoang menjadi salah satu upaya untuk mempererat hubungan antara keluarga kerajaan dengan pemerintah.
 

10. Kaul Negeri dan Abda'u (Maluku Tengah)

Saat perayaan Iduladha, warga Tulehu di Maluku biasanya akan melakukan tradisi Kaul Negeri dan Abda'u. Dalam tradisi ini, biasanya terdapat pemuka adat dan agama di Negeri Tulehu yang akan menggendong 3 ekor kambing dengan kain setelah salat id.

Baca juga: Sajian Lezat Iduladha, Menu Spesial untuk Rayakan Hari Raya Kurban
 
Mereka akan berjalan membawa kambing mengelilingi desa dengan iringan takbir dan shalawat menuju masjid. Baru setelahnya, hewan kurban itu akan disembelih setelab salat Ashar. Tujuan pelaksanaan tradisi yang sudah berjalan ratusan tahun ini untuk menolak bala serta meminta perlindungan kepada Tuhan.
 
Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Berapa Kadar Kolesterol Daging Sapi & Kambing? Ini Batasan Konsumsinya

BERIKUTNYA

5 Film Religi yang Pas Ditonton Selama Libur Iduladha: Le Grand Voyage hingga Emak Ingin Naik Haji

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: