Review Nightmares and Daydreams, Satire Puitis & Imajinatif Joko Anwar Menyoal Realitas Sosial
14 June 2024 |
17:39 WIB
1
Like
Like
Like
Series Nightmares and Daydreams memampangkan gagasan-gagasan liar Joko Anwar yang kini dinarasikan lewat kisah orang-orang terpinggirkan. serial ini juga mengetengahkan genre yang cukup jarang dieksplorasi, sci-fi supernatural, meski sebenarnya punya potensi besar berkembang di Indonesia.
Nightmares and Daydreams berisi tujuh episode dengan masing-masing memiliki cerita yang berdiri sendiri, tetapi bisa bertalian satu sama lain dengan cara yang mendebarkan. Setiap episodenya menceritakan karakter utama yang mengalami kejadian aneh bin ajaib.
Dalam serial tersebut, latar waktu terjadi pada 1985 hingga 2024. Series ini mencoba merangkum situasi berbeda yang terjadi di Jakarta atau juga Indonesia, dari masa ke masa dengan sudut pandang yang unik.
Joko Anwar dengan terampil menciptakan suasana menegangkan dan penuh teka-teki, yang membuat penonton makin terpikat ke dalam ‘dunia baru’ ala dirinya ini. Setiap selesai menonton episodenya, penonton seolah sedang diajak bermain tebak-tebakan tentang apa yang barusan mereka lihat.
Baca juga: Joko Anwar Suguhkan Realitas Sosial & Fenomena Aneh di Series Nightmares and Daydreams
Sensasi menonton serial ini juga akan membuat beberapa orang terbawa pada ingatan masa kecil mereka. Ada banyak hal yang terasa belum bisa dirasionalkan, dan jadi cerita rakyat yang diceritakan dari generasi ke generasi.
Ya, meski membungkus kisah-kisahnya dalam genre sci-fi supernatural, cerita-cerita ajaib yang muncul sebenarnya berakar dari keseharian sebagian orang Indonesia. Alih-alih membangun dunia imajinasi baru, Joko justru mencoba menyentil ingatan sebagian orang kepada hal-hal yang mereka pernah alami, lihat, atau dengarkan selama ini.
Nightmares and Daydreams menyuguhkan cerita-cerita tersebut dari sudut pandang orang terpinggirkan. Pilihan yang menarik, karena membuat banyak orang akan relate dengan cerita maupun para karakter utamanya.
Episode pertama serial antologi ini, berjudul Old House, menampilkan kisah sopir taksi bernama Panji (Ario Bayu) di Jakarta pada 2015. Kisah Panji adalah sebuah gambaran apik mengenai kehidupan keluarga tiga generasi yang dialami oleh sebagian orang.
Panji hidup di apartemen sederhana bersama ibu kandungnya, istrinya, dan seorang anak. Sebagai seorang sopir taksi, Panji tentu hidup pas-pasan, tetapi dia harus tetap menghidupi ibu, istri, dan anaknya.
Lewat kisah ini, Joko Anwar tampak menyentil realitas sosial kehidupan sejumlah pekerja yang hidup dalam kondisi sandwich generation. Dia kemudian membenturkan dengan realitas lain, tentang adanya panti jompo yang khusus menampung orang-orang kaya dengan beragam fasilitas mewah.
Tampak ironi memang, tetapi gambaran ketimpangan sosial ini juga bisa ditemui di kehidupan kiwari. Ketimpangan memang jadi momok yang kerap kali membuat orang-orang terpikir jalan pintas.
Di sinilah menariknya, karakter Panji kemudian secara mengejutkan mendapatkan jalan pintas dari keberadaan panti jompo tersebut. Namun, seperti yang sudah-sudah, selalu ada konsekuensi di balik ‘jalan instan’ yang dipilih.
Panji pun dihadapkan pada kebimbangan antara merawat orang tuanya sendiri di rumah atau menyerahkannya ke panti asuhan. Sebuah dilema Asian value yang tentu bakal memunculkan diskusi panjang.
Namun, belum tuntas diskusi moral terjadi di pikiran, Joko Anwar langsung membombardir dengan sebuah kenyataan lain yang mungkin hadir dan eksis, tanpa pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Realitas yang bisa jadi hidup berdampingan, tanpa disadari siapa pun.
Cerita-cerita tentang pembenturan moral dengan ketimpangan ekonomi menjadi benang merah yang coba dihadirkan dari episode satu ke episode lainnya. Secara makro -mengingat episode ini juga berada dalam rentang waktu berbeda- barangkali ini adalah kritik Joko Anwar pada ketimpangan ekonomi yang masih tak juga bisa diselesaikan negara.
Baca juga: Alasan Joko Anwar Eksplorasi Genre Sci-fi Supernatural di Nightmares & Daydreams
Melalui Nightmares and Daydreams, penonton akan diajak berefleksi tentang hal-hal apa yang menjadi nilai penting di tengah dunia yang makin apokaliptik dan carut-marut. Namun, jauh dari itu, kisah-kisah ini juga bakal membawa pengalaman menarik perihal ‘arti pulang, rumah, dan kembali’ setelah lika-liku kehidupan yang dialami.
Memang, series ini tampak juga membawa nada-nada religi, meski Joko Anwar tak secara eksplisit menyebutkannya. Namun, pada beberapa sisi, hal itu menjadi suguhan menarik lain yang membuat karya ini sangat seru untuk dinikmati.
Semua itu, tersusun dalam naskah yang begitu rapi. Setiap cerita mendapat eksplorasi dan pengembangan yang matang, baik yang disutradarai langsung oleh Joko Anwar, maupun showrunner lain, seperti Ray Pakpakahan, Tommy Dewo, dan Randolph Zaini.
Selain dari naskahnya yang sudah kuat, departemen akting yang megah, dengan melibatkan lebih dari 60 aktor ternama Indonesia juga jadi hal yang patut diacungi jempol. Setiap karakter rasanya hampir seluruhnya berhasil dihidupkan dengan baik oleh para aktor dan aktris.
Tidak ada pemain yang tampil sia-sia, baik mereka yang muncul dalam screen time panjang maupun yang hanya nongol sekilas. Semuanya membawa fungsi yang baik dan membuat jalan cerita makin berdinamika.
Beberapa aktor yang akhirnya mendapat screen time panjang, seperti Fachri Albar dan Kiki Narendra juga berhasil mengeksekusi karakternya dengan gemilang. Di luar itu, nama-nama besar lain, seperti Ario Bayu, Lukman Sardi, Asmara Abigail hingga Marissa Anita tentu tak perlu diperdebatkan lagi kemampuannya.
Satu hal yang menarik lainnya adalah soal production design. Mengingat series ini punya latar waktu yang berbeda-beda, agaknya terbayang bagaimana kerja kerasnya tim produk untuk membangun set tersebut, agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
Namun, seluruhnya digarap sangat serius dan maksimal. Properti yang digunakan setiap episode mampu membangun dunianya sendiri. Penggunaan CGI yang cukup masif juga menjadi warna yang menarik.
Memang, tak semuanya CGI terlihat mulus. Salah satunya adalah adegan rumah di episode 4 dengan judul Encounter, yang tampak masih terlalu surealis. Namun, sisanya masih cukup oke untuk mendukung berjalannya cerita-cerita aneh terwujud di series ini.
Akhir kata, Nightmares and Daydreams merupakan serial yang patut masuk ke dalam daftar tontonan. Senang sekali, akhirnya ada sineas Indonesia yang menawarkan genre sci-fi supernatural dengan sentuhan kelokalan yang apik, meski kalau diteropong lebih jauh, akarnya tetap universalitas yang akan selalu terasa dekat dengan masyarakat.
Baca juga: Sinopsis 7 Episode Serial Nightmares and Daydreams, Tayang 14 Juni 2024 di Netflix
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Nightmares and Daydreams berisi tujuh episode dengan masing-masing memiliki cerita yang berdiri sendiri, tetapi bisa bertalian satu sama lain dengan cara yang mendebarkan. Setiap episodenya menceritakan karakter utama yang mengalami kejadian aneh bin ajaib.
Dalam serial tersebut, latar waktu terjadi pada 1985 hingga 2024. Series ini mencoba merangkum situasi berbeda yang terjadi di Jakarta atau juga Indonesia, dari masa ke masa dengan sudut pandang yang unik.
Joko Anwar dengan terampil menciptakan suasana menegangkan dan penuh teka-teki, yang membuat penonton makin terpikat ke dalam ‘dunia baru’ ala dirinya ini. Setiap selesai menonton episodenya, penonton seolah sedang diajak bermain tebak-tebakan tentang apa yang barusan mereka lihat.
Baca juga: Joko Anwar Suguhkan Realitas Sosial & Fenomena Aneh di Series Nightmares and Daydreams
Still photo serial Nightmares and Daydreams (Sumber gambar: Instagram/Jokoanwar)
Ya, meski membungkus kisah-kisahnya dalam genre sci-fi supernatural, cerita-cerita ajaib yang muncul sebenarnya berakar dari keseharian sebagian orang Indonesia. Alih-alih membangun dunia imajinasi baru, Joko justru mencoba menyentil ingatan sebagian orang kepada hal-hal yang mereka pernah alami, lihat, atau dengarkan selama ini.
Nightmares and Daydreams menyuguhkan cerita-cerita tersebut dari sudut pandang orang terpinggirkan. Pilihan yang menarik, karena membuat banyak orang akan relate dengan cerita maupun para karakter utamanya.
Episode pertama serial antologi ini, berjudul Old House, menampilkan kisah sopir taksi bernama Panji (Ario Bayu) di Jakarta pada 2015. Kisah Panji adalah sebuah gambaran apik mengenai kehidupan keluarga tiga generasi yang dialami oleh sebagian orang.
Panji hidup di apartemen sederhana bersama ibu kandungnya, istrinya, dan seorang anak. Sebagai seorang sopir taksi, Panji tentu hidup pas-pasan, tetapi dia harus tetap menghidupi ibu, istri, dan anaknya.
Lewat kisah ini, Joko Anwar tampak menyentil realitas sosial kehidupan sejumlah pekerja yang hidup dalam kondisi sandwich generation. Dia kemudian membenturkan dengan realitas lain, tentang adanya panti jompo yang khusus menampung orang-orang kaya dengan beragam fasilitas mewah.
Tampak ironi memang, tetapi gambaran ketimpangan sosial ini juga bisa ditemui di kehidupan kiwari. Ketimpangan memang jadi momok yang kerap kali membuat orang-orang terpikir jalan pintas.
Still photo serial Nightmares and Daydreams (Sumber gambar: Instagram/Jokoanwar)
Panji pun dihadapkan pada kebimbangan antara merawat orang tuanya sendiri di rumah atau menyerahkannya ke panti asuhan. Sebuah dilema Asian value yang tentu bakal memunculkan diskusi panjang.
Namun, belum tuntas diskusi moral terjadi di pikiran, Joko Anwar langsung membombardir dengan sebuah kenyataan lain yang mungkin hadir dan eksis, tanpa pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Realitas yang bisa jadi hidup berdampingan, tanpa disadari siapa pun.
Cerita-cerita tentang pembenturan moral dengan ketimpangan ekonomi menjadi benang merah yang coba dihadirkan dari episode satu ke episode lainnya. Secara makro -mengingat episode ini juga berada dalam rentang waktu berbeda- barangkali ini adalah kritik Joko Anwar pada ketimpangan ekonomi yang masih tak juga bisa diselesaikan negara.
Baca juga: Alasan Joko Anwar Eksplorasi Genre Sci-fi Supernatural di Nightmares & Daydreams
Melalui Nightmares and Daydreams, penonton akan diajak berefleksi tentang hal-hal apa yang menjadi nilai penting di tengah dunia yang makin apokaliptik dan carut-marut. Namun, jauh dari itu, kisah-kisah ini juga bakal membawa pengalaman menarik perihal ‘arti pulang, rumah, dan kembali’ setelah lika-liku kehidupan yang dialami.
Memang, series ini tampak juga membawa nada-nada religi, meski Joko Anwar tak secara eksplisit menyebutkannya. Namun, pada beberapa sisi, hal itu menjadi suguhan menarik lain yang membuat karya ini sangat seru untuk dinikmati.
Semua itu, tersusun dalam naskah yang begitu rapi. Setiap cerita mendapat eksplorasi dan pengembangan yang matang, baik yang disutradarai langsung oleh Joko Anwar, maupun showrunner lain, seperti Ray Pakpakahan, Tommy Dewo, dan Randolph Zaini.
Selain dari naskahnya yang sudah kuat, departemen akting yang megah, dengan melibatkan lebih dari 60 aktor ternama Indonesia juga jadi hal yang patut diacungi jempol. Setiap karakter rasanya hampir seluruhnya berhasil dihidupkan dengan baik oleh para aktor dan aktris.
Tidak ada pemain yang tampil sia-sia, baik mereka yang muncul dalam screen time panjang maupun yang hanya nongol sekilas. Semuanya membawa fungsi yang baik dan membuat jalan cerita makin berdinamika.
Beberapa aktor yang akhirnya mendapat screen time panjang, seperti Fachri Albar dan Kiki Narendra juga berhasil mengeksekusi karakternya dengan gemilang. Di luar itu, nama-nama besar lain, seperti Ario Bayu, Lukman Sardi, Asmara Abigail hingga Marissa Anita tentu tak perlu diperdebatkan lagi kemampuannya.
Still photo serial Nightmares and Daydreams (Sumber gambar: Instagram/Jokoanwar)
Namun, seluruhnya digarap sangat serius dan maksimal. Properti yang digunakan setiap episode mampu membangun dunianya sendiri. Penggunaan CGI yang cukup masif juga menjadi warna yang menarik.
Memang, tak semuanya CGI terlihat mulus. Salah satunya adalah adegan rumah di episode 4 dengan judul Encounter, yang tampak masih terlalu surealis. Namun, sisanya masih cukup oke untuk mendukung berjalannya cerita-cerita aneh terwujud di series ini.
Akhir kata, Nightmares and Daydreams merupakan serial yang patut masuk ke dalam daftar tontonan. Senang sekali, akhirnya ada sineas Indonesia yang menawarkan genre sci-fi supernatural dengan sentuhan kelokalan yang apik, meski kalau diteropong lebih jauh, akarnya tetap universalitas yang akan selalu terasa dekat dengan masyarakat.
Baca juga: Sinopsis 7 Episode Serial Nightmares and Daydreams, Tayang 14 Juni 2024 di Netflix
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.