Jejak Kolaborasi Seniman Eko Nugroho dengan Berbagai Brand Fesyen Ternama
06 June 2024 |
08:00 WIB
Seniman Eko Nugroho tidak hanya dikenal melalui karya seninya yang ikonik, tetapi juga melalui kolaborasinya dengan berbagai brand fesyen. Seperti yang dia perlihatkan lewat kerja samanya dengan Louis Vuitton dan Choach. Bagi Eko, kolaborasi tersebut menciptakan keindahan-keindahan baru yang memukau.
Menurut seniman kelahiran 1977 ini, kolaborasi antara seni dan fesyen adalah sesuatu yang sangat positif. Kolaborasi ini, lanjutnya, sudah lama terjadi dalam bentuk kesenian lainnya. Eko percaya bahwa kerja sama ini tidak hanya memperkaya masing-masing bidang, tetapi juga menciptakan nilai-nilai baru dalam karya seni.
Baca juga: Eksklusif Profil Perupa Eko Nugroho: Kecintaan Akan Seni Terbentuk Sejak Dini
Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa kerja sama ini menghasilkan karya-karya yang mengejutkan karena melibatkan elemen-elemen yang sebelumnya tidak terpikirkan. Kolaborasi ini membuka pintu bagi inovasi dan kreativitas yang melampaui batasan-batasan tradisional, menghasilkan karya yang benar-benar baru dan menarik.
“Karya brand dengan ikonnya dan seniman dengan ikonnya akan menghasilkan karya dengan banyak keindahan, suasana, serta kekuatan baru ketika keduanya berkolaborasi,” katanya kepada Hypeabis.id.
Dia menambahkan bahwa kolaborasi antara seni dan fesyen adalah bentuk kerja sama dua kesenian, mengingat fesyen sendiri adalah bentuk kesenian yang luar biasa. Hal itulah yang dia ekspresikan dalam proyek kolaborasinya dengan brand fesyen ternama, Louis Vuitton dan Coach.
Pada 2013, Eko bekerja sama dengan Louis Vuitton untuk koleksi Foulards D'Artistes Autumn Winter. Dia diminta untuk membuat gambar yang akan digunakan di syal koleksi tersebut. "Kemudian, kami melakukan touch up dengan desain yang ditambahkan untuk menyusun pola dalam lukisan agar pas dengan bentuk kotak dan square," jelasnya.
Dari tujuh lukisan yang diajukan, akhirnya karya berjudul Republik Tropis terpilih.
Adapun kolaborasinya dengan Choach berlangsung pada 2024. Dalam proyek tersebut, dia merespons tokoh ikonik Rexy, karakter T-Rex yang lucu dan menyenangkan. Dalam proyek tersebut, Eko membuat patung besar dengan ukuran tinggi 2,5 meter, lebar sekitar 2 meter, dan panjang antara 2,5 meter-3 meter. Karya Rexy yang ada di salah satu pusat perbelanjaan Indonesia ini menggunakan medium berklanjutan, yakni sampah plastik.
Karya sampah plastik yang terdapat di tubuh Rexy adalah sisa sampah plastik domestik. Namun, sampah-sampah itu diolah terlebih dahulu sebelum digunakan untuk membuat karya. “Saya bersihkan dan seterusnya sampai menjadi bersih dan higeinis kembali untuk digunakan di proyek ini,” katanya.
Dia menambahkan, sampah plastik yang terdapat dalam karya Rexy merupakan simbol kedewasaan dan kecerdasan merek besar yang sadar akan lingkungan dan keberlangsungannya. Kepedulian merek besar juga kepedulian manusia. Jenama-jenama terkenal itu menjadi representatif dari masyarakat kesenian atau fesyen.
Proses Kurasi
Eko mengungkapkan bahwa kerja sama yang dapat terjalin antara diri dan merek fesyen dapat terjadi karena setiap brand memilik tim kreatif, kurator, dan juga direktur artistik yang mengamati semua media atau bidang kesenian.
“Salah satu contohnya dengan Louis Vuitton. Ketika saya tanya bagaimana bisa mengundang dan kenapa tertarik dengan saya, mereka bilang memiliki tim kreatif di Paris, Prancis,” katanya.
Mereka mengungkapkan bahwa selama ini mengamati dunia kesenian, baik itu art street, lukisan, dan berbagai macam kesenian lainnya. Dari situ, mereka memahami seluk beluk kesenian lain di luar seni fesyen. “Begitu juga brand coach yang melihat karya saya dan tertarik melibatkan saya di project mereka,” ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa para jenama itu mengundang diri untuk terlibat dalam project yang dimiliki. Setelah diskusi, dialog, dan menemukan titik bentuk kolaborasi yang menyenangkan, support, dan satu visi, projek kolaborasi ini menjadi lebih menyenangkan.
Baca juga: Ruang Kritik Modernitas Eko Nugroho dalam Pameran Cut The Mountain And Let It Fly
Editor: Dika Irawan
Menurut seniman kelahiran 1977 ini, kolaborasi antara seni dan fesyen adalah sesuatu yang sangat positif. Kolaborasi ini, lanjutnya, sudah lama terjadi dalam bentuk kesenian lainnya. Eko percaya bahwa kerja sama ini tidak hanya memperkaya masing-masing bidang, tetapi juga menciptakan nilai-nilai baru dalam karya seni.
Baca juga: Eksklusif Profil Perupa Eko Nugroho: Kecintaan Akan Seni Terbentuk Sejak Dini
Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa kerja sama ini menghasilkan karya-karya yang mengejutkan karena melibatkan elemen-elemen yang sebelumnya tidak terpikirkan. Kolaborasi ini membuka pintu bagi inovasi dan kreativitas yang melampaui batasan-batasan tradisional, menghasilkan karya yang benar-benar baru dan menarik.
“Karya brand dengan ikonnya dan seniman dengan ikonnya akan menghasilkan karya dengan banyak keindahan, suasana, serta kekuatan baru ketika keduanya berkolaborasi,” katanya kepada Hypeabis.id.
Dia menambahkan bahwa kolaborasi antara seni dan fesyen adalah bentuk kerja sama dua kesenian, mengingat fesyen sendiri adalah bentuk kesenian yang luar biasa. Hal itulah yang dia ekspresikan dalam proyek kolaborasinya dengan brand fesyen ternama, Louis Vuitton dan Coach.
Pada 2013, Eko bekerja sama dengan Louis Vuitton untuk koleksi Foulards D'Artistes Autumn Winter. Dia diminta untuk membuat gambar yang akan digunakan di syal koleksi tersebut. "Kemudian, kami melakukan touch up dengan desain yang ditambahkan untuk menyusun pola dalam lukisan agar pas dengan bentuk kotak dan square," jelasnya.
Dari tujuh lukisan yang diajukan, akhirnya karya berjudul Republik Tropis terpilih.
Adapun kolaborasinya dengan Choach berlangsung pada 2024. Dalam proyek tersebut, dia merespons tokoh ikonik Rexy, karakter T-Rex yang lucu dan menyenangkan. Dalam proyek tersebut, Eko membuat patung besar dengan ukuran tinggi 2,5 meter, lebar sekitar 2 meter, dan panjang antara 2,5 meter-3 meter. Karya Rexy yang ada di salah satu pusat perbelanjaan Indonesia ini menggunakan medium berklanjutan, yakni sampah plastik.
Karya sampah plastik yang terdapat di tubuh Rexy adalah sisa sampah plastik domestik. Namun, sampah-sampah itu diolah terlebih dahulu sebelum digunakan untuk membuat karya. “Saya bersihkan dan seterusnya sampai menjadi bersih dan higeinis kembali untuk digunakan di proyek ini,” katanya.
Dia menambahkan, sampah plastik yang terdapat dalam karya Rexy merupakan simbol kedewasaan dan kecerdasan merek besar yang sadar akan lingkungan dan keberlangsungannya. Kepedulian merek besar juga kepedulian manusia. Jenama-jenama terkenal itu menjadi representatif dari masyarakat kesenian atau fesyen.
Proses Kurasi
Eko mengungkapkan bahwa kerja sama yang dapat terjalin antara diri dan merek fesyen dapat terjadi karena setiap brand memilik tim kreatif, kurator, dan juga direktur artistik yang mengamati semua media atau bidang kesenian.
“Salah satu contohnya dengan Louis Vuitton. Ketika saya tanya bagaimana bisa mengundang dan kenapa tertarik dengan saya, mereka bilang memiliki tim kreatif di Paris, Prancis,” katanya.
Mereka mengungkapkan bahwa selama ini mengamati dunia kesenian, baik itu art street, lukisan, dan berbagai macam kesenian lainnya. Dari situ, mereka memahami seluk beluk kesenian lain di luar seni fesyen. “Begitu juga brand coach yang melihat karya saya dan tertarik melibatkan saya di project mereka,” ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa para jenama itu mengundang diri untuk terlibat dalam project yang dimiliki. Setelah diskusi, dialog, dan menemukan titik bentuk kolaborasi yang menyenangkan, support, dan satu visi, projek kolaborasi ini menjadi lebih menyenangkan.
Baca juga: Ruang Kritik Modernitas Eko Nugroho dalam Pameran Cut The Mountain And Let It Fly
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.