Seniman Eko Nugroho (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Chelsea Venda)

Eksklusif Profil Perupa Eko Nugroho: Kecintaan Akan Seni Terbentuk Sejak Dini

26 August 2023   |   12:00 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Bagi para pencinta seni, nama Eko Nugroho mungkin tidak asing lagi, karena pria yang lahir pada Juli 1977 silam telah malang melintang dalam seni rupa Indonesia. Sukses melakukan sejumlah pameran, inspirasinya menjadi seorang seniman berawal adalah gambar atau film animasi dan superhero Jepang.

Eko menuturkan bahwa ketertarikan terhadap gambar sudah dimiliki sejak kecil. Rasa itu kian besar ketika duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). “Waktu itu saya sekolah di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR),” katanya kepada Hypeabis.id.

Baca juga: Delsy Syamsumar, Maestro Seni Rupa yang Terpinggirkan

Di sekolah itu, eksplorasi visualnya mengalami perkembangan. Tidak hanya itu, pemahaman terhadap seni lukis atau seni rupa terbuka sangat luas.

Jaringan, lingkungan, komunitas, dan kegiatan menonton pameran saat masih usia SMA membuatnya banyak belajar dan tahu tentang seni rupa atau seni lukis. Lulus SMA, dia mengambil keputusan untuk meneruskan pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

“Saya kembali mendalami seni lukis karena saya sangat menyukai membuat visual, menggambar. Bahkan sampai sekarang saya masih mempunyai diary atau catatan harian dengan gambar-gambar,” katanya.

Dia memiliki keyakinan bahwa profesi yang akan dijalaninya sebagai seorang seniman adalah pada 2002 silam, saat melakukan pameran tunggal di Cemeti Art House Yogyakarta.

Saat ini, sejumlah pameran di dalam dan luar negeri telah dijalaninya. Beberapa penghargaan juga berhasil dibawa pulang olehnya dalam berkarier di dunia ini. Berikut sejumlah petikan wawancara Hypeabis.id dengan sang seniman.

Apa yang menginspirasi Anda menjadi seorang seniman?

Gambar atau film animasi dan film superhero Jepang adalah yang menginspirasi saya untuk menjadi seniman. Pada waktu itu, film superhero Jepang seperti Voltus, Google Five, Gaban, Lion Man, Megalo Man menginspirasi saya untuk menggambar.

Dari situ, kesukaan saya menggambar banyak memberikan ruang-ruang kebahagiaan dalam keseharian, mengisi penatnya hidup, mengisi kekosongan aktivitas dengan menggambar – entah itu di tembok, tanah atau halaman yang lapang, di sisa kertas, di antara buku-buku pelajaran.

Saya selalu menggambari sesuatu, menggambar di ruang-ruang yang kosong atau bersih. Mungkin ini yang membangkitkan semangat saya untuk menjadi seniman. Jadi, menggambar adalah inspirasi saya dan drawing adalah basic awal saya menyukai gambar-gambar itu. Kemudian, komik yang menjadi etape berikutnya. Saya banyak melakukan visual atau gambar

Tantangan seperti apa yang Anda hadapi ketika pertama kali memutuskan untuk menjadi seorang seniman?

Jelas masa depan, kehidupan, dan realitasnya. Pada waktu itu, orang-orang mengatakan bawha jadi seniman itu berat, susah. Penghasilan enggak pasti, kehidupan belum tentu. Namun, saya melihat tidak semua juga susah, ada seniman sukses.

Berkesenian, menggambar, atau melukis adalah kegiatan yang saya cintai lebih dari pemikiran tentang masa depan yang akan menghasilkan atau tidak. Entah itu masa depan yang cerah atau tidak. Kecintaan saya melukis atau menggambar dan berkesenian ini yang menguat dalam hati dan jiwa saya.

Pada saat itu, apa karya pertama Anda?

Karya pertama secara profesional atau karya pertama yang saya lakukan dengan bahasa visual? Ini ada bedanya. Karya pertama kali ketika tertarik menggambar itu ya waktu kecil. Pada waktu Taman Kanak-kanak, saya suka mengoret-oret kertas kosong dan dinding rumah pakai kreweng atau pecahan batu-bata atau pecahan genting. Saya menggambar di tembok-tembok rumah orang.

Kalau secara professional, karya pertama adalah lukisan cat minyak pada 1997, dan karya itu pertama kali ikut seleksi Festival Kesenian Yogyakarta (FKY). Saya masih anak SMA (SMSR), bangga, dan seneng sekali karena karya itu terpilih dan mengalahkan karya dari mahasiswa seni.

Peristiwa itu menjadi kenangan yang paling indah. Karya lukisan ini berjudul Isi Kepala, yakni sebuah lukisan abstrak yang terinspirasi dari lukisan Matisse, Basquiat, Warhol, dan komik-komik. Kombinasi dari semua elemen itu, saya bikin lukisan berjudul Isi Kepala.

Selama menjadi seorang seniman, dari mana ide-ide untuk berkarya datang? adakah langkah-langkah tertentu agar ide itu bisa terus mengalir?

Biasanya saya memulai berkarya melalui komunikasi, artinya itu bisa berwujud komunikasi sendiri dalam arti harafiah, yakni antara saya bertemu dengan orang, teman, keluarga atau apapun itu. Lalu, bisa juga dialog saya dengan situasi, isu, tempat, suasana, visual, suara dan seterusnya.

Saya selalu tertarik dengan bahasa dialog. Saat saya mencoba memahami sebuah ruangan. Saya akan mencoba memahami cara membangun sebuah dialog terhadap ruangan. Dengan begitu, maka muncullah karya mural. Saat ngin berdialog dengan kain, maka muncul karya dengan bahasa bordir. Dibalik itu semua, saya tentu benar-benar melakukan proses komunikasi atau dialog.

Ide tidak selalu terpaku pada salah satu titik. Saya menempuh pendidikan seni lukis. Namun, saya tidak melulu melukis diatas kanvas karena ekspresi dalam berkarya bisa lebih luas dibanding satu bidang, yakni melukis.

Yang jelas, masih dalam satu koridor, masih dalam satu line bahwa saya tertarik berkarya dengan kekuatan visual karena memang visual adalah hal paling menarik dan paling ingin dieksplorasi lebih jauh lantaran saya juga seniman  visual.

Apa yang biasanya Anda lakukan sebelum membuat sebuah karya?

Bahagia dahulu atau yang paling sering adalah mendengarkan musik atau bersepeda dahulu, atau membangun mood. Rata-rata mendengar musik adalah yang paling sering saya lakukan.

Dengan mendengarkan musik, maka saya bisa memiliki atmosfer di studio. Setelah mendengarkannya, saya kemudian melakukan eksplorasi untuk berkarya.

Siapa seniman yang menjadi referensi atau memengaruhi kekaryaan Anda?

Ada banyak yang menginspirasi saya. Ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP), saya suka Koes Plus yang juga termasuk kelompok kesenian meskipun dalam bidang musik. Kemudian, saat SMP, saya suka membaca komik Marvel, DC.

Ketika SMA, saya menyukai kesenian dan seni rupa era pop art, yakni ada Andy Warhol, Keith Haring, dan seterusnya. Era-era karya pop art ini yang memberikan nuansa energi terhadap karya-karya saya ketika berkarya dengan warna-warna yang cerah, dan mungkin sampai sekarang masih diadopsi.

Ketika kuliah, ada banyak elemen kesenian yang saya suka, baik kelompok kesenian maupun individu. Akan sangat sulit jika disebut satu per satu. Pada intinya, saya banyak belajar dari mereka dan karya-karya mereka.

Saya juga membaca sejarah dan aktivitas kesenian mereka sekaligus juga menikmati karya-karya mereka serta cerita-cerita dibalik karyanya. Itu yang saya pelajari selain di kampus tentang karya-karya mereka. Selebihnya adalah berusaha semaksimal mungkin menonton  langsung pameran karya-karya seniman yang menurut saya menarik, yang disukai, atau diidolakan pada waktu itu.

Di sinilah saya banyak belajar dengan mengamati karya-karya seniman tersebut secara langsung maupun membaca buku-buku karena dahulu akses internet belum semudah sekarang. Ketika internet mudah dijangkau pada saat ini, otomatis lebih banyak lagi inspirasi atau tokoh-tokoh yang menjadi idola

Salah satu ciri khas Anda adalah dua pasang mata, apa arti dua pasang mata itu? 

Visual berupa mata-mata dalam karya saya itu merepresentasikan kita sebagai generasi atau zaman yang cerdas, yang banyak pengetahuan, yang bisa melihat banyak hal. Namun, kita lupa mendengarkan, berbicara yang bagus, berbicara yang bermanfaat. Dengan pengetahuan yang dimiliki, maka kita merasa tahu banyak. Kita ini pintar dan keminter (sok pintar).

Anda telah berpameran ke sejumlah negara. Dari pameran itu, apa saja yang diperoleh untuk perkembangan seni rupa di dalam negeri?

Sebenarnya ada banyak sekali pengalaman yang di dapat selama proses saya berkarya, project, workshop, residensi, biennale, dan trienale diluar negeri. Karena beda negara, terdapat juga perbedaan  budaya, sejarah, dan pemaknaan.

Perspektif atau pandangan tentang lukisan juga bisa sama meskipun itu sama-sama tentang lukisan. Namun, bukan berarti Indonesia ketinggalan. Ada banyak hal yang berkembang di Indonesia dan di luar sana.

Pengalaman ketika melakukan pameran di luar negeri banyak mengubah atau membentuk perspektif saya tentang berkesenian, bahkan tentang melukis itu sendiri. Kemudian, banyak memberikan inspirasi kepada saya, baik itu teknis, metode, ataupun strategi.

Selain itu, pengalaman itu juga banyak memberikan gambaran-gambaran kepada saya tentang sejauh mana proses berkesenian, bahkan kehidupan seniman itu sendiri dan jaringannya. Ini yang menarik.

Bagaimana Anda melihat perkembangan seni rupa di dalam negeri?

Sangat berkembang. Seni rupa di daam negeri jauh sangat berkembang dibandingkan dengan era-era sebelumnya karena generasi muda saat ini adalah generasi yang sangat terbuka luas secara informasi, koneksi, dan jaringan.

Kodisi itu membuat tidak ada keterbatasan dan kerumitan spesifik dalam mendistribusikan karya, ide-ide, ataupun wacana-wacana, baik itu skala domestik maupun internasional. Ini yang sebenarnya cukup memberikan kemudahan bagi seniman-seniman muda berikutnya

Dengan berbagai pencapaian yang dimiliki Anda, apa mimpi atau target yang sampai kini masih belum tercapai dan sedang dikejar?

Saya selalu bereksplorasi dan tentu tidak ingin berhenti bereksplorasi dengan berkarya seni ini. Studio saya adalah laboratorium untuk menemukan, mengulik, mencari, atau meriset hal-hal yang menarik untuk dikembangkan.

Melalui karya, teknis, metode, cara-cara, dan strategi juga, pada akhirnya saya menemukan berkarya dengan medium bordir, sampah plastik, wayang, batik, patung, fesyen, dan seterusnya. Saat ini, ada banyak hal yang ingin saya wujudkan. Banyak gambaran yang ada di kepala pelan – pelan akan saya wujudkan.

Saya memiliki statement bahwa mewujudkan, membuat sesuatu, dan setelah itu memupuknya untuk menjadi keberlanjutan. Lebih kepada bagaimana proses dan karya seperti ini tetap berkesinambungan, tidak hanya sebagai proyek eksperimen.

Saya ingin karya itu akan bermanfaat buat semuanya, baik saya sendiri ataupun orang-orang yang terlibat di dalamnya karena ada keberlanjutan yang sangat bisa dirasakan bersama-sama.

Baca jugaEksklusif Profil Jim Supangkat: Membaca Peta Seni Rupa Dunia Setelah Satu Abad Gagal Paham

Editor : Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Kurangi Limbah, Cek Kiat Daur Ulang Sampah Barang Elektronik

BERIKUTNYA

Lagu Seven Karya Jungkook BTS Dituding Plagiat Fin.K.L, Begini Kata Big Hit Music

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: