Ilustrasi korban pelecehan seksual di ruang digital. (Sumber gambar : Freepik)

Waspada Predator di Gim & Medsos, Begini Modus yang Bikin Korban Kena Mental

06 May 2024   |   20:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Ruang digital seperti media sosial hingga gim online tidak lepas dari tindak pelecehan seksual dan pornografi. Para predator seksual secara liar menyasar para pengguna, terutama mereka yang masih di bawah umur. Tindakan ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental korban. 

Awal Mei ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat menangkap YPS (27 tahun), tersangka pelaku asusila terhadap anak di bawah umur via WhatsApp (WA).

Modusnya yakni memanfaatkan gim online, Mobile Legend: Bang Bang. Ketika berhasil menjerat korban melalui gim ini, pelaku meminta percakapan melalui aplikasi WhatsApp dan meminta korban mengirimkan foto dan video tanpa busana. 

Melihat kondisi ini, Pakar Digital Forensik ITB Agung Harsono menilai perlu gerakan masif dalam pemberantasannya. Penegakan hukum harus tegas memenjarakan pelaku dan butuh kolaborasi antar stakeholder terkait seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Sosial, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 

Baca juga: Duh, 82% Masyarakat Indonesia Terpapar Iklan Judi Online di Internet

Agar lebih efektif, Agung juga meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait gerakan umat secara masif dalam melawan pelanggaran susila melalui media sosial atau platform digital lain. “Jika tidak ditanggulangi, akan merusak generasi muda Indonesia,” katanya kepada Hypeabis.id belum lama ini. 

Tindak asusila di ruang digital termasuk gim online, menurut Psikolog Samanta Elsener, bisa menimbulkan masalah kesehatan mental bagi para korbannya, terutama anak-anak. Mereka akan mengalami trauma dan bisa memiliki gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan. 

“Tidak menutup kemungkinan anak yang jadi korban dan tidak pernah mendapatkan intervensi psikologis pada masa mendatang berisiko menjadi pelaku,” tuturnya.

Ya, anak-anak menjadi sasaran empuk para predator di ruang digital. Para predator ini biasanya menjalankan sejumlah modus. Mereka akan meyakini korbannya bahwa relasi yang dijalin penuh kasih sayang. 

Kemudian, korban dibuat merasa spesial atau penting. Ketika hubungan berlanjut cukup lama, korban terutama anak-anak lantas meyakini dia sudah cukup umur untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan predator. Oleh karena itu, penting bagi para orang tua memantau kegiatan anak-anaknya di ruang digital, termasuk gim online.

Jika diketahui anak menjadi korban para predator seksual, Samanta menyarankan agar orang tua segera melapor kejadian pada polisi, ikuti langkah-langkahnya. Lalu, beri bantuan penangan psikolog agar anak mendapat bantuan intervensi untuk mengatasi kejadian traumatisnya secara tepat.

“Dampingi anak terus dalam perlindungan dan pengawasan orang dewasa yang dapat dipercaya,” tambahnya.

Kendati demikian, memang paling baik untuk melakukan pencegahan daripada penanganan. Untuk mencegah anak menjadi korban predator seksual di ruang digital termasuk gim online, memang dimulai dengan hubungan antara orang tua dan anak.

Orang tua harus membangun koneksi yang sehat dan dekat dengan anaknya. Edukasi seks ke anak juga perlu dilakukan sesuai usianya. Sebaiknya orang tua tidak mengizinkan anak memiliki akun media sosial maupun gim online tanpa pengawasan di bawah usia 15 tahun. “Ajarkan literasi digital ke anak dan informasi terkait cyber crime atau cyber bully,” imbau Samanta. 

Baca juga: 8 Cara Terhindar dari Kekerasan Berbasis Gender Online

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Bingung Cari Tempat Liburan? Ini 5 Destinasi Wisata Dekat Stasiun Kereta, Gampang Dijangkau

BERIKUTNYA

Hypereport: Perkembangan Komedi di Indonesia, dari Kesenian Tradisional sampai Era Media Digital

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: