Poster film The Architecture of Love (Sumber gambar: Instagram/filmtaol)

Review Film The Architecture of Love, Perjalanan Cinta untuk Memeluk Trauma

01 May 2024   |   08:21 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Sejak Nicholas Saputra yang berperan sebagai River marah ketika dipanggil dengan sebutan ‘Pak Sungai’ oleh Raia (Putri Marino), film The Architecture of Love (2024) hadir sebagai romansa dewasa yang menyimpan lapisan cerita kompleks.

Nama panggilan tersebut rupanya memancing River pada memori penuh luka yang tak terungkap. Marahnya River atas Raia ini menjadi semacam gerbang pembuka bagi penonton untuk menerka apa yang sedang terjadi di antara dua insan tersebut. 

Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Ika Natassa, film The Architecture of Love sedari awal mengambil sudut pandang dari Raia, seorang penulis yang mengalami writer’s block setelah satu-satunya sumber inspirasinya, yakni sang suami bernama Alam (Arifin Putra) ketahuan selingkuh. 

Baca juga: Review Film Glenn Fredly The Movie: Kisah Hidup Musisi Legendaris yang Penuh Haru

Teddy Soeriaatmadja sebagai sutradara menyuguhkan world building film ini dengan begitu menarik. Lewat kisah cinta Raia dan suaminya yang gagal, Teddy tampak sedang menyentil konsep relationship goals yang banyak dielu-elukan.

Raia dan Alam seperti gambaran pasangan ideal. Tulisan-tulisan Raia yang menjadi karya buku selalu terinspirasi dari cara sang suami yang terlihat tulus mencintainya. Secara romantis, nama Alam bahkan selalu muncul di setiap buku yang diterbitkan Raia.

Namun, jalinan cerita cinta mereka mesti kandas karena orang ketiga. Raia pun bercerai dengan suaminya. Dia lantas mengasingkan diri ke New York untuk sekadar menenangkan hati, meredakan trauma, dan mencari inspirasi baru untuk menulis.

Di kota ini pula, Raia bertemu dengan River, seorang arsitek misterius yang membawanya pada perjalanan baru. Pelan-pelan River juga membantunya mencari inspirasi untuk menulis.

Cerita film ini pun mengalir runut dan mudah dicerna, hingga kemudian satu twist muncul. River yang membantu Raia menemukan inspirasi menulisnya lagi rupanya juga sedang dalam kondisi trauma setelah kepergian istri tercintanya. 

Kisah dua manusia yang punya trauma mendalam, tetapi juga masih memiliki cinta ini menjadi sajian apik sepanjang film. Dua duda dan janda yang patah hati ini sama-sama berusaha memulihkan diri di tempat baru dengan orang yang juga baru.

Walau mereka pun sadar, pertemuan ini bisa saja menghasilkan luka baru. Sepanjang film, penonton akan dibuat greget dengan romantisnya hubungan Raia dan River. Namun, selayaknya manusia yang masih memiliki trauma, adegan romantis itu kerap kali berujung pada perasaan aneh. 

Suasana, tempat, hingga nama panggilan rupanya bisa jadi trigger bagi seseorang untuk menarik lagi luka lama di ingatannya. Hal ini membuat satu sama lain bingung mencerna emosi yang sedang dirasakannya.

Ini benar-benar gambaran yang kompleks dari seseorang yang ingin menghilangkan trauma dan memulai hubungan baru. Di sisi lain, film ini makin menarik karena dialognya yang ringan dan mudah dicerna, meski urusan trauma sebenarnya adalah persoalan yang berat. 

Baca juga: Review Film Ali Topan, Romansa yang Menggugat Kemapanan
 

Nicholas Saputra dan Putri Marino di film The Architecture of Love (Sumber gambar: Starvision)

Nicholas Saputra dan Putri Marino di film The Architecture of Love (Sumber gambar: Starvision)

Film ini juga menghadirkan elemen keseharian sebagai fondasi emosi yang penting. Misalnya, soal River yang tak pernah mengganti kaos kaki berwarna hijaunya. Sepanjang film, kaos kaki ini juga menjadi petunjuk untuk mengungkap layer-layer emosi dari River.

Secara umum, film ini mampu menghadirkan konsistensi cerita dan pendalaman karakter yang dieksekusi dengan baik. Pengenalan dan pendalaman itu diungkap tidak hanya lewat dialog maupun emosi yang dihadirkan, tetapi juga detail-detail kecil.

Penonton pun selalu diajak untuk menebak ke mana karakter-karakter ini akan berkembang. Plot ceritanya tidak terlalu cepat, juga tak terlalu lambat. Film ini memainkan misteri dari setiap karakternya dan mengungkapnya satu demi satu dari perjalan momen per momen.

Sebagai lead utama, Nicholas Saputra dan Putri Marino memerankan film ini dengan amat baik. Ekspresinya dan naik turunnnya emosi dari orang yang mengalami trauma cinta berhasil diterjemahkan dengan baik. Kedua aktor ini membawakan berbagai momen manis Raia dan River secara natural dan tidak terlihat cringe, mengingat mereka sebenarnya adalah pasangan dewasa.

Di film ini, Nicholas bahkan menampilkan beberapa emosi yang cukup meluap-luap, yang membuat adegannya terasa lebih mengena. Di luar itu, aktor pendukung lainnya juga menampilkan akting yang tak kalah bagus dari Nicholas dan Putri.

Kemudian, film ini yang mengambil shooting dengan latar belakang New York juga menjadi hal menarik lain. New York tidak hanya menjadi sekadar marketing film. Penggunaan lokasi di kota ini benar-benar disesuaikan dengan konteks cerita.

Pemandangan kota New York akan jadi sajian visual yang asyik ditonton sepanjang film. Gedung-gedung di sana, yang masing-masing punya cerita, juga ditarik ke dalam konteks emosi yang sedang dirasakan oleh Raia dan River.

Satu-satunya hal yang cukup mengganggu di film ini adalah adanya beberapa dialog yang terkesan kurang alamiah. Pilihan kata dari dialognya kurang natural dan terkesan hanya asal comot dari teks di buku.

Beberapa kali, kalimat yang muncul juga seperti terlalu ingin dibuat quotable. Padahal, tak semua permasalahan selalu diambil dari sudut pandang bijak, ada kalanya biarkan emosi pemain saja yang berbicara.

Di luar itu, film ini tetap saja menjadi sajian yang dapat dinikmati secara santai tanpa harus berpikir panjang. Namun setelah menontonnya, tetap ada hal yang merefleksikan hidup kita khususnya dalam percintaan.

Film The Architecture of Love yang diproduksi oleh Starvision, Karuna Pictures, dan Legacy Pictures ini masih tayang di bioskop Tanah Air, setelah pertama kali beredar di bioskop Indonesia pada 30 April 2024 lalu. 

Baca juga: Review Film Siksa Kubur, Minim Parade Jumpscare Tapi Penuh Kengerian

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Jaga Bumi dari Kerusakan, Begini 4 Langkah Mudah Menerapkan Sustainable Lifestyle

BERIKUTNYA

Hypeabis Raih Penghargaan di Ajang SPS Awards 2024 

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: