Shang-Chi & Representasi Asia dalam Deretan Film Superhero Marvel
22 September 2021 |
19:31 WIB
Secara resmi, salah satu film terbaru dalam jagat Marvel Cinematic Universe (MCU) yaitu Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings telah hadir di bioskop di Indoneisa mulai Rabu (22/9). Film yang dibintangi oleh Simu Liu, Awkwafina, Meng'er Zhang, Tony Leung, dan Michelle Yeoh ini menghadirkan berbagai macam emosi dan representasi yang relevan bagi masyarakat.
Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings bercerita tentang Shang-Chi (Simu Liu) yang memiliki kehidupan normal sebagai seorang petugas parkir valet yang tiba-tiba mengalami perubahan besar ketika sejumlah pembunuh bayaran mengejarnya dan merampas liontin pemberian ibunya.
Sebagai akibatnya, dia dan sahabatnya Katy (Awkwafina) harus pergi ke Macau untuk menemui sang adik, Xu Xia-Ling (Meng'er Zhang), agar bisa memperingatkannya terhadap ancaman tersebut. Setelahnya, Shang-Chi dan Xia-Ling harus berhadapan dengan masa lalu mereka yang sudah ditinggalkan dan menghentikan organisasi Ten Rings milik ayahnya, Xu Wen-Wu (Tony Leung) yang berbahaya.
Karakter Shang-Chi sendiri dibuat oleh Marvel Comics pada tahun 1970, lalu dihidupkan kembali oleh produser Kevin Feige dan Jonathan Schwartz melalui sentuhan baru yang segar dan relevan dengan karakter masyarakat Asia yang tegas, berani, dan mampu membawa nilai-nilai kolektif di dalam kehidupannya.
Meski memiliki nilai-nilai kehidupan dan kebiasaan yang kental dengan masyarakat Asia pada umumnya, Shang-Chi tetap memiliki beberapa kebiasaan dan karakter yang terbentuk karena lingkungan tempat dia tinggal di masa kini yaitu di Amerika Serikat. Salah satunya adalah memiliki kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Tidak hanya karakter Shang-Chi saja yang kental dengan unsur kebudayaan dan kebiasaan Asia, beberapa karakter lainnya seperti Katy yang merepresentasikan perempuan Asia yang tinggal di negara Barat dan Xia-Ling yang merepresentasikan perempuan Asia yang tinggal di negara Timur tanpa membuatnya terkesan berlebihan dengan menghidupkan beberapa hal yang relevan bagi masyarakat saat ini.
Katy menunjukkan bagaimana perempuan dengar gelar pendidikan yang cemerlang harus menghadapi tuntutan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di tengah persaingan yang keras di negara Barat, sedangkan Xia-Ling menunjukkan realitas tentang bagaimana perempuan seringkali dibatasi untuk melakukan sesuatu yang dianggap tidak cocok atau sesuai dengan citranya sebagai perempuan.
Selain masalah sosial di dalamnya, Shang-Chi juga menekankan representasi tentang pentingnya kolektif dalam membangun sebuah komunitas masyarakat yang kompak dan penuh kekeluargaan sehingga makna keluarga di dalam film ini terasa begitu kuat. Penekanan keluarga ini menjadi salah satu hal yang kompleks dalam film ini sebagaimana disampaikan sutradara Destin Daniel Cretton.
“Yang membuat kisah ini menarik adalah hubungan yang kompleks antara ayah yang melatih anaknya menjadi seorang pembunuh, dan saat anaknya telah tumbuh dewasa, ia harus bertarung melawannya. Hal itu sangat menarik bagi saya," jelasnya.
Representasi Asia dalam Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings enggak hanya tergambar dari cerminan karakter dan kebiasaan, tapi juga ada beberapa detail yang disajikan secara apik seperti pemandangan kota yang menarik, kostum atau wardrobe yang terpengaruh banyak dari kebudayaan beberapa negara di Asia seperti China dan Vietnam, hingga koreografi bela diri yang terinspirasi dari Kung Fu, Wushu, Hong Quan, Muay Thai, Silat, Krav Maga, dan Jiu-Jitsu.
Dalam segi lagu soundtrack orisinal dan scoring, Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings menghadirkan lagu-lagu garapan artis-artis Asia yang mampu membangun suasana saat menontonnya. Didominasi oleh lagu pop dan hip hop, soundtrack ini juga memperkuat sejumlah adegan yang terkesan biasa menjadi sesuatu yang menarik, misalnya pengunaan musik hip hop bertempo cepat saat adegan perkelahian membuatnya semakin menegangkan.
Jika membandingkan pengaplikasikan soundtrack dari artis-artis Asia di dalam film Hollywood seperti yang dilakukan The Fast and the Furious: Tokyo Drift, penggunaan soundtrack dan scoring di dalam Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings memberikan cita rasa yang lebih menegangkan dan menambah suasana yang dibangun baik untuk mempertegas kesan sebuah kota maupun mendramatisir adegan pertarungan puncak.
Secara keseluruhan representasi masyarakat Asia yang hadir di dalam film Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings menunjukkan bahwa budaya Asia tidak hanya sekadar terlihat dari tampilan fisik seperti pakaian, musik, dan pemandangan tempat, tapi juga ada elemen kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Asia juga tercermin di dalam film ini.
Sebut saja dengan beberapa referensi lelucon yang terinspirasi dari beberapa karya Asia yang ikonik seperti Dragon Ball atau beberapa dialog lucu yang mengena bagi sebagian masyarakat Asia.
Editor: Fajar Sidik
Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings bercerita tentang Shang-Chi (Simu Liu) yang memiliki kehidupan normal sebagai seorang petugas parkir valet yang tiba-tiba mengalami perubahan besar ketika sejumlah pembunuh bayaran mengejarnya dan merampas liontin pemberian ibunya.
Sebagai akibatnya, dia dan sahabatnya Katy (Awkwafina) harus pergi ke Macau untuk menemui sang adik, Xu Xia-Ling (Meng'er Zhang), agar bisa memperingatkannya terhadap ancaman tersebut. Setelahnya, Shang-Chi dan Xia-Ling harus berhadapan dengan masa lalu mereka yang sudah ditinggalkan dan menghentikan organisasi Ten Rings milik ayahnya, Xu Wen-Wu (Tony Leung) yang berbahaya.
Karakter Shang-Chi sendiri dibuat oleh Marvel Comics pada tahun 1970, lalu dihidupkan kembali oleh produser Kevin Feige dan Jonathan Schwartz melalui sentuhan baru yang segar dan relevan dengan karakter masyarakat Asia yang tegas, berani, dan mampu membawa nilai-nilai kolektif di dalam kehidupannya.
Meski memiliki nilai-nilai kehidupan dan kebiasaan yang kental dengan masyarakat Asia pada umumnya, Shang-Chi tetap memiliki beberapa kebiasaan dan karakter yang terbentuk karena lingkungan tempat dia tinggal di masa kini yaitu di Amerika Serikat. Salah satunya adalah memiliki kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Tidak hanya karakter Shang-Chi saja yang kental dengan unsur kebudayaan dan kebiasaan Asia, beberapa karakter lainnya seperti Katy yang merepresentasikan perempuan Asia yang tinggal di negara Barat dan Xia-Ling yang merepresentasikan perempuan Asia yang tinggal di negara Timur tanpa membuatnya terkesan berlebihan dengan menghidupkan beberapa hal yang relevan bagi masyarakat saat ini.
Katy menunjukkan bagaimana perempuan dengar gelar pendidikan yang cemerlang harus menghadapi tuntutan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di tengah persaingan yang keras di negara Barat, sedangkan Xia-Ling menunjukkan realitas tentang bagaimana perempuan seringkali dibatasi untuk melakukan sesuatu yang dianggap tidak cocok atau sesuai dengan citranya sebagai perempuan.
Selain masalah sosial di dalamnya, Shang-Chi juga menekankan representasi tentang pentingnya kolektif dalam membangun sebuah komunitas masyarakat yang kompak dan penuh kekeluargaan sehingga makna keluarga di dalam film ini terasa begitu kuat. Penekanan keluarga ini menjadi salah satu hal yang kompleks dalam film ini sebagaimana disampaikan sutradara Destin Daniel Cretton.
“Yang membuat kisah ini menarik adalah hubungan yang kompleks antara ayah yang melatih anaknya menjadi seorang pembunuh, dan saat anaknya telah tumbuh dewasa, ia harus bertarung melawannya. Hal itu sangat menarik bagi saya," jelasnya.
Representasi Asia dalam Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings enggak hanya tergambar dari cerminan karakter dan kebiasaan, tapi juga ada beberapa detail yang disajikan secara apik seperti pemandangan kota yang menarik, kostum atau wardrobe yang terpengaruh banyak dari kebudayaan beberapa negara di Asia seperti China dan Vietnam, hingga koreografi bela diri yang terinspirasi dari Kung Fu, Wushu, Hong Quan, Muay Thai, Silat, Krav Maga, dan Jiu-Jitsu.
Dalam segi lagu soundtrack orisinal dan scoring, Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings menghadirkan lagu-lagu garapan artis-artis Asia yang mampu membangun suasana saat menontonnya. Didominasi oleh lagu pop dan hip hop, soundtrack ini juga memperkuat sejumlah adegan yang terkesan biasa menjadi sesuatu yang menarik, misalnya pengunaan musik hip hop bertempo cepat saat adegan perkelahian membuatnya semakin menegangkan.
Jika membandingkan pengaplikasikan soundtrack dari artis-artis Asia di dalam film Hollywood seperti yang dilakukan The Fast and the Furious: Tokyo Drift, penggunaan soundtrack dan scoring di dalam Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings memberikan cita rasa yang lebih menegangkan dan menambah suasana yang dibangun baik untuk mempertegas kesan sebuah kota maupun mendramatisir adegan pertarungan puncak.
Secara keseluruhan representasi masyarakat Asia yang hadir di dalam film Shang-Chi and The Legend of The Ten Rings menunjukkan bahwa budaya Asia tidak hanya sekadar terlihat dari tampilan fisik seperti pakaian, musik, dan pemandangan tempat, tapi juga ada elemen kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Asia juga tercermin di dalam film ini.
Sebut saja dengan beberapa referensi lelucon yang terinspirasi dari beberapa karya Asia yang ikonik seperti Dragon Ball atau beberapa dialog lucu yang mengena bagi sebagian masyarakat Asia.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.