Ilustrasi suhu panas. (Sumber gambar: Freepik)

Epidemiolog Ungkap Daftar Penyakit yang Bisa Muncul Akibat Suhu Panas Ekstrem

29 April 2024   |   23:07 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Suhu panas tengah melanda sejumlah negara di Asia Tenggara. Di Thailand yang berada dekat dengan Indonesia, suhu udaranya bahkan mencapai 52 derajat Celcius. Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat beberapa wilayah di Tanah Air mencapai suhu lebih dari 35 derajat Celcius. 

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan fenomena suhu panas di Indonesia terjadi karena posisi semu matahari pada April berada dekat sekitar khatulistiwa. Alhasil, udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari. 

Environmentalist sekaligus epidemiolog Dicky Budiman menilai suhu panas merupakan dampak dari perubahan iklim. Fenomena kompleks ini disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi penyebab utamanya adalah aktivitas manusia, terutama emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana, dan nitrogen oksida. 

“Aktivitas seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industri pertanian menyumbang secara signifikan terhadap peningkatan gas rumah kaca di atmosfer,” ujarnya kepada Hypeabis.id, Senin (29/4/2024). 

Baca juga: BMKG Sebut El Nino Surut La Nina Datang, Apa Dampaknya di Indonesia?

Dicky mengingatkan dampak perubahan iklim terhadap kesehatan global sangatlah signifikan. Perubahan suhu yang ekstrem, kenaikan tingkat polusi udara, perubahan pola hujan, dan kenaikan tingkat air laut dapat menyebabkan masalah kesehatan masyarakat. 

Contoh masalah kesehatan akibat perubahan suhu ekstrem ini termasuk peningkatan risiko penyakit infeksi seperti malaria dan demam berdarah, peningkatan kasus penyakit pernapasan akibat polusi udara. Kemudian, penyebaran penyakit vector-borne seperti demam berdarah dan chikungunya ke daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh.

Perubahan iklim, lanjutnya, juga meningkatkan risiko terjadinya wabah penyakit, termasuk pandemi. Perubahan lingkungan seperti deforestasi dapat memengaruhi habitat satwa liar dan meningkatkan kontak manusia dengan hewan penyimpan penyakit potensial. Sementara itu, perubahan iklim juga dapat memengaruhi pola migrasi hewan vektor penyakit seperti nyamuk dan tikus.

Ada sejumlah penyakit wabah yang bisa terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan interaksi manusia dengan lingkungan. Pertama yakni penyakit tular vektor seperti malaria, demam berdarah, zika, dan chikungunya yang ditularkan oleh vektor seperti nyamuk dan kutu.

“Perubahan iklim dapat mempengaruhi distribusi geografis vektor dan meningkatkan kemungkinan penularan penyakit ini,” jelas Dicky.

Kedua, penyakit zoonosis seperti ebola, virus nipah, dan virus influenza burung yang berasal dari hewan dan dapat ditularkan ke manusia. Perubahan lingkungan seperti deforestasi dan kehilangan habitat hewan liar dapat meningkatkan kontak manusia dengan hewan pembawa penyakit ini.

Ketiga, penyakit pernapasan akibat polusi udara. Polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti asma dan pneumonia.

Keempat, penyakit yang menular melalui air dan akibat buruknya sanitasi. Peningkatan banjir dan kualitas air yang buruk dapat menyebabkan peningkatan penyakit yang ditularkan melalui air, seperti diare dan kolera.

Sementara itu, risiko penyakit wabah atau penyakit menular baru yang disebabkan oleh virus atau bakteri baru menurut Dicky akan selalu ada.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan munculnya penyakit baru termasuk perubahan iklim, urbanisasi, perubahan ekologi, dan globalisasi. Misalnya, perubahan iklim dapat mengubah habitat vektor penyakit dan memungkinkan penyebaran penyakit baru ke wilayah yang sebelumnya tidak terjangkau. 

“Oleh karena itu, pemantauan penyakit, surveilans, dan respons cepat sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengendalikan penyakit baru sebelum menjadi pandemi atau wabah yang parah,” terangnya.

Dicky menyebut gelombang panas yang lebih panjang, lebih intens, dan lebih sering diprediksi akan terjadi di banyak wilayah dunia sebagai akibat dari perubahan iklim. Gelombang panas yang ekstrem dapat menyebabkan peningkatan angka kematian dan masalah kesehatan seperti kelelahan panas, dehidrasi, dan penyakit kardiovaskular.

“Kelompok rentan seperti anak-anak, lanjut usia, dan mereka dengan kondisi kesehatan yang sudah ada rentan terhadap dampak ini,” jelas Dicky. 

Baca juga: Jakarta Makin Panas, Waspadai Kondisi Heatstroke dengan Mengenal Gejala Sampai Penanganannya

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

ZEROBASEONE Bakal Gelar Konser Tunggal Perdana di Indonesia 26 Oktober 2024

BERIKUTNYA

Ketahui 6 Jenis Facial Treatment Untuk Berbagai Jenis Permasalahan Kulit

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: