Hypeprofil Wien Muldian: Giat Menjaga Nyala Api Dunia Literasi
22 March 2024 |
17:00 WIB
Di tengah dunia yang makin tergila-gila dengan kecanggihan dan serba virtual, Wien Muldian percaya kalau ruang fisik, sama pentingnya untuk terus ada. Baginya, selama masih memiliki raga, manusia akan selalu membutuhkan interaksi murni tanpa sekat virtual.
Wien, yang merupakan pegiat literasi memanifestasikan ide itu dengan mendirikan Baca di Tebet, sebuah perpustakaan dan ruang temu yang digagasnya bersama penulis Kanti W Janis. Dirinya lalu menyulap sebuah rumah keluarga di daerah Tebet menjadi perpustakaan dengan ruangan yang nyaman dan memanjakan para pembacanya.
Nama Wien Muldian memang tak asing lagi di dunia literasi. Keterlibatannya dalam gerakan literasi telah dimulainya sejak masih duduk di bangku sekolah dan terus dilakukannya hingga sekarang.
Baca juga: Baca di Tebet Bawa Konsep Perpustakaan yang Homey & Unik, Kutu Buku Wajib Mampir!
Wien mengenang sedari kecil dirinya berada di lingkungan yang sudah dibiasakan untuk membaca buku. Ayahnya berprofesi sebagai hakim dan ibunya seorang guru membuatnya mendapatkan pola asuh yang menarik, karena anak-anaknya selalu diajak untuk berdiskusi tentang banyak hal.
Kebiasaan itu membuat Wien selalu berminat untuk ingin tahu sesuatu. Hal tersebut kemudian diakomodir dengan membaca dan menggali informasi, sesuatu yang akhirnya begitu disukainya.
Lingkungan memang jadi faktor penting dalam membangun kebiasaan membaca. Selain dari keluarga, Wien menyebut kalau di sebelah SD-nya, di daerah Pontianak, Kalimantan Barat, ada sebuah perpustakaan.
Perpustakaan itu punya bacaan yang disukai olehnya. Akses yang dekat dari bacaan ini mempertebal kecintaannya pada dunia literasi. Hampir setiap pulang sekolah, dirinya selalu mampir dan membaca buku.
Ketika pindah ke Cirebon, Jawa Barat, pun, Wien kecil masih menemukan perpustakaan yang asyik di dekat tempat tinggal barunya. Hal ini ditambah dukungan keluarga besar yang kerap memberinya ragam buku.
“Dulu awal mula jatuh cinta sama buku tentu buku-buku kayak geografi atau kisah 100 tokoh berpengaruh, ya untuk umur anak-anak. Beberapa komik juga, ya pasti bacaan yang sama dengan seumuran saya waktu itu,” ungkap Wien kepada Hypeabis.id saat ditemui di Baca di Tebet.
Wien yang melihat buku sebagai satu hal yang menarik akhirnya terpancing untuk ikut membuat perpustakaan. Sedari kelas 4 SD, dia sudah membangun perpustakaan kecil-kecilan. Banyak teman-temannya yang meminjam buku koleksinya, yang didapat dari membeli sendiri maupun hasil pemberian dari keluarga besarnya.
Wien lalu mendalami kesukaannya ini dengan mengambil S1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Universitas Indonesia (1992-1999) dan pendidikan singkat Social Development Studies di Jepang (1996).
Wien sempat menjadi pegawai negeri sipil selama 14 tahun di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan sempat memimpin Perpustakaan Kemendikbud. Pada 2006, dia terpilih menjadi Pemuda Berprestasi Nasional oleh Kantor Menpora.
Kisah hidupnya dimuat di buku Catatan Emas: Kisah 20 Pemuda Indonesia yang Mengukir Sejarah. Dia juga mendapat penghargaan MTV Trax Young Leader Generation pada 2005 dan Mizan Award pada 2003.
Dia juga aktif membangun jejaring dengan para pegiat dan lembaga untuk memperkuat literasi masyarakat. Misalnya, dengan bergiat di Persatuan Penulis Indonesia ALINEA, dan saat ini menjadi Narasumber Nasional Literasi Digital Kemenkominfo.
Dirinya juga sempat menjadi Pelaksana Harian Gerakan Literasi Nasional (GLN) (2016-2020), Wakil Ketua Satgas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Kemendikbudristek (2016-2022), Narasumber Nasional Kurikulum 2013 bidang literasi, dan salah satu pendiri Forum Taman Bacaan Masyarakat, kemudian 2 periode menjadi Sekjen sebelum sekarang menjadi penasihat.
Tak hanya itu, Penggagas dan penggerak Forum Indonesia Membaca ini pernah mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) on Libraries 2009 Library of Congress-Department of State, USA, menjadi Komite Nasional Indonesia Guest of Honour Frankfurt Book Fair 2015, hingga mengikuti Community Development Course JICA tahun 1996 di Tokyo.
Saat ini, selain menjabat Ketua Umum Perhimpunan Literasi Indonesia (PLI), CEO Indonesian Writers Inc. (IWI), Ketua Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) dan Ketua Dewan Perpustakaan Jakarta, Wien aktif untuk mengelola perpustakaan dan ruang temu Baca di Tebet.
Baca juga: Jadi Simpul Literasi di Jakarta, Ini Wajah Baru Taman Literasi Martha Christina Tiahahu
Sebab, Wien percaya kalau membaca sebenarnya bukan aktivitas personal. Membaca adalah sebuah proses sebelum seseorang menuangkan gagasanya ke orang lain lagi. Untuk itulah, Baca di Tebet dibuat.
Baca di Tebet yang didirikan pada 20 Februari 2022 ini mencoba hadir dengan menggabungkan dua konsep, yakni perpustakaan dan ruang temu. Perpustakaan sebagai sumber pengetahuan dan ruang temu sebagai wadah saling berbagi pengetahuan.
Dalam mewujudkan tujuan itu, Wien menyulap rumah keluarga di daerah Tebet menjadi perpustakaan dengan beberapa ruang berbeda. Masing-masing ruang dibedakan untuk memberikan proses menikmati bacaan yang berbeda pula, sekaligus agar tempat ini bisa lebih melebur dengan zaman.
Salah satu yang cukup berbeda dari perpustakaan lain adalah diperbolehkannya pembaca untuk membawa makanan dan minuman. Bagi Wien, perpustakaan bukan lagi tempat yang kaku dan memuat banyak peraturan.
“Idealnya, kalau kita mau makin seru bacanya, kita harus kenyang dong. Toh, di rumah juga kita baca buku sambil ngeteh, ngopi, atau makan camilan. Kita mau bikin perpustakaan jadi kayak baca di rumah. Kendatipun, tetap kita bedakan, tidak semua ruang bisa untuk itu,” ungkap Wien.
Ada setidaknya lima ruang yang ada di perpustakaan dan ruang temu ini. Pertama ada ruang diskusi. Ruangan ini ada di lantai 1, satu area sama dengan kafe Makan Di Tebet (MDT). Kedua, ruang temu Roy B.B Janis. Di ruangan ini, pembaca boleh makan dan minum sambil baca dan diskusi.
Ketiga, ada ruang baca. Di ruangan ini, pembaca tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman, kecuali air mineral, di sini juga disediakan air buat isi ulang botol minum.
Keempat ada ruang pikir. Tidak jauh sama ruang baca, ruang pikir juga punya peraturan yang sama, yakni cuma air mineral yang boleh dibawa. Kelima, ada ruang karya. Tempat ini tidak bisa dipakai buat membaca dan hanya bisa digunakan setelah reservasi, misalnya untuk membuat podcast dan sebagainya.
Keberagaman ruang ini diharapkan oleh Wien bisa mewujudkan visi besar Baca di Tebet sebagai perpustakaan dan ruang temu. Sebab, baginya membaca bukanlah aktivitas yang membosankan. Saat ini, justru konsep membaca untuk bergembira dan bersantai mesti terus digaungkan.
Ujungnya, gerakan literasi di Indonesia bisa lebih meluas lagi. Menurut Wien, gerakan literasi itu bukan sebuah ajakan untuk membaca, melainkan ajakan untuk memilih bacaan sehingga menemukan kecocokan dengan buku.
“Jangan membaca itu diseragamkan. Setiap orang memiliki minat terhadap bacaan yang berbeda-beda, ini bisa dipengaruhi oleh lingkungan, tontonan, minat pengetahuan, dan sebagainya. Nah, inilah yang dikuatkan, kemampuan minat membacanya yang harus dibangun, dengan buku yang jadi pilihannya,” ujarnya.
Baca juga: Eksklusif Profil Ainun Mutmainnah: Akselerasi Literasi dari Jantung Taman Sari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Wien, yang merupakan pegiat literasi memanifestasikan ide itu dengan mendirikan Baca di Tebet, sebuah perpustakaan dan ruang temu yang digagasnya bersama penulis Kanti W Janis. Dirinya lalu menyulap sebuah rumah keluarga di daerah Tebet menjadi perpustakaan dengan ruangan yang nyaman dan memanjakan para pembacanya.
Nama Wien Muldian memang tak asing lagi di dunia literasi. Keterlibatannya dalam gerakan literasi telah dimulainya sejak masih duduk di bangku sekolah dan terus dilakukannya hingga sekarang.
Baca juga: Baca di Tebet Bawa Konsep Perpustakaan yang Homey & Unik, Kutu Buku Wajib Mampir!
Wien mengenang sedari kecil dirinya berada di lingkungan yang sudah dibiasakan untuk membaca buku. Ayahnya berprofesi sebagai hakim dan ibunya seorang guru membuatnya mendapatkan pola asuh yang menarik, karena anak-anaknya selalu diajak untuk berdiskusi tentang banyak hal.
Kebiasaan itu membuat Wien selalu berminat untuk ingin tahu sesuatu. Hal tersebut kemudian diakomodir dengan membaca dan menggali informasi, sesuatu yang akhirnya begitu disukainya.
Lingkungan memang jadi faktor penting dalam membangun kebiasaan membaca. Selain dari keluarga, Wien menyebut kalau di sebelah SD-nya, di daerah Pontianak, Kalimantan Barat, ada sebuah perpustakaan.
Perpustakaan itu punya bacaan yang disukai olehnya. Akses yang dekat dari bacaan ini mempertebal kecintaannya pada dunia literasi. Hampir setiap pulang sekolah, dirinya selalu mampir dan membaca buku.
Ketika pindah ke Cirebon, Jawa Barat, pun, Wien kecil masih menemukan perpustakaan yang asyik di dekat tempat tinggal barunya. Hal ini ditambah dukungan keluarga besar yang kerap memberinya ragam buku.
“Dulu awal mula jatuh cinta sama buku tentu buku-buku kayak geografi atau kisah 100 tokoh berpengaruh, ya untuk umur anak-anak. Beberapa komik juga, ya pasti bacaan yang sama dengan seumuran saya waktu itu,” ungkap Wien kepada Hypeabis.id saat ditemui di Baca di Tebet.
Wien yang melihat buku sebagai satu hal yang menarik akhirnya terpancing untuk ikut membuat perpustakaan. Sedari kelas 4 SD, dia sudah membangun perpustakaan kecil-kecilan. Banyak teman-temannya yang meminjam buku koleksinya, yang didapat dari membeli sendiri maupun hasil pemberian dari keluarga besarnya.
Wien lalu mendalami kesukaannya ini dengan mengambil S1 Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Universitas Indonesia (1992-1999) dan pendidikan singkat Social Development Studies di Jepang (1996).
Wien sempat menjadi pegawai negeri sipil selama 14 tahun di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan sempat memimpin Perpustakaan Kemendikbud. Pada 2006, dia terpilih menjadi Pemuda Berprestasi Nasional oleh Kantor Menpora.
Kisah hidupnya dimuat di buku Catatan Emas: Kisah 20 Pemuda Indonesia yang Mengukir Sejarah. Dia juga mendapat penghargaan MTV Trax Young Leader Generation pada 2005 dan Mizan Award pada 2003.
Dia juga aktif membangun jejaring dengan para pegiat dan lembaga untuk memperkuat literasi masyarakat. Misalnya, dengan bergiat di Persatuan Penulis Indonesia ALINEA, dan saat ini menjadi Narasumber Nasional Literasi Digital Kemenkominfo.
Dirinya juga sempat menjadi Pelaksana Harian Gerakan Literasi Nasional (GLN) (2016-2020), Wakil Ketua Satgas Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Kemendikbudristek (2016-2022), Narasumber Nasional Kurikulum 2013 bidang literasi, dan salah satu pendiri Forum Taman Bacaan Masyarakat, kemudian 2 periode menjadi Sekjen sebelum sekarang menjadi penasihat.
Tak hanya itu, Penggagas dan penggerak Forum Indonesia Membaca ini pernah mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) on Libraries 2009 Library of Congress-Department of State, USA, menjadi Komite Nasional Indonesia Guest of Honour Frankfurt Book Fair 2015, hingga mengikuti Community Development Course JICA tahun 1996 di Tokyo.
Saat ini, selain menjabat Ketua Umum Perhimpunan Literasi Indonesia (PLI), CEO Indonesian Writers Inc. (IWI), Ketua Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) dan Ketua Dewan Perpustakaan Jakarta, Wien aktif untuk mengelola perpustakaan dan ruang temu Baca di Tebet.
Baca juga: Jadi Simpul Literasi di Jakarta, Ini Wajah Baru Taman Literasi Martha Christina Tiahahu
Membangun Budaya Membaca untuk Bergembira dan Bersantai
Tak ada sesuatu yang wah atau heroik bagi Wien saat merancang perpustakaan Baca di Tebet. Baginya, setiap orang yang dekat dengan buku dan bacaan pasti akan punya mimpi yang sama, yakni membangun sebuah tempat untuk para pembaca buku bisa berkumpul dan berbagi hasil bacaan serta pemikiran.Sebab, Wien percaya kalau membaca sebenarnya bukan aktivitas personal. Membaca adalah sebuah proses sebelum seseorang menuangkan gagasanya ke orang lain lagi. Untuk itulah, Baca di Tebet dibuat.
Baca di Tebet yang didirikan pada 20 Februari 2022 ini mencoba hadir dengan menggabungkan dua konsep, yakni perpustakaan dan ruang temu. Perpustakaan sebagai sumber pengetahuan dan ruang temu sebagai wadah saling berbagi pengetahuan.
Pengunjung berada di perpustakaan dan ruang temu Baca di Tebet, Jakarta, Jumat (15/3/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Salah satu yang cukup berbeda dari perpustakaan lain adalah diperbolehkannya pembaca untuk membawa makanan dan minuman. Bagi Wien, perpustakaan bukan lagi tempat yang kaku dan memuat banyak peraturan.
“Idealnya, kalau kita mau makin seru bacanya, kita harus kenyang dong. Toh, di rumah juga kita baca buku sambil ngeteh, ngopi, atau makan camilan. Kita mau bikin perpustakaan jadi kayak baca di rumah. Kendatipun, tetap kita bedakan, tidak semua ruang bisa untuk itu,” ungkap Wien.
Ada setidaknya lima ruang yang ada di perpustakaan dan ruang temu ini. Pertama ada ruang diskusi. Ruangan ini ada di lantai 1, satu area sama dengan kafe Makan Di Tebet (MDT). Kedua, ruang temu Roy B.B Janis. Di ruangan ini, pembaca boleh makan dan minum sambil baca dan diskusi.
Ketiga, ada ruang baca. Di ruangan ini, pembaca tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman, kecuali air mineral, di sini juga disediakan air buat isi ulang botol minum.
Keempat ada ruang pikir. Tidak jauh sama ruang baca, ruang pikir juga punya peraturan yang sama, yakni cuma air mineral yang boleh dibawa. Kelima, ada ruang karya. Tempat ini tidak bisa dipakai buat membaca dan hanya bisa digunakan setelah reservasi, misalnya untuk membuat podcast dan sebagainya.
Pengunjung berada di perpustakaan dan ruang temu Baca di Tebet, Jakarta, Jumat (15/3/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Ujungnya, gerakan literasi di Indonesia bisa lebih meluas lagi. Menurut Wien, gerakan literasi itu bukan sebuah ajakan untuk membaca, melainkan ajakan untuk memilih bacaan sehingga menemukan kecocokan dengan buku.
“Jangan membaca itu diseragamkan. Setiap orang memiliki minat terhadap bacaan yang berbeda-beda, ini bisa dipengaruhi oleh lingkungan, tontonan, minat pengetahuan, dan sebagainya. Nah, inilah yang dikuatkan, kemampuan minat membacanya yang harus dibangun, dengan buku yang jadi pilihannya,” ujarnya.
Baca juga: Eksklusif Profil Ainun Mutmainnah: Akselerasi Literasi dari Jantung Taman Sari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.