Eksplorasi Keindahan Wastra Khas Sulawesi dalam Mode Kekinian
01 March 2024 |
17:30 WIB
Sebagai negara yang dengan ragam etnik dan budaya, Indonesia menyimpan berjuta keindahan seni dan warisan tradisional, salah satu yang mungkin belum banyak dieksplorasi adalah keindahan wastra khas Sulawesi, baik tenun, ikat, maupun batik.
Sebut saja wastra Matraman yang merupakan warisan budaya Nusantara di wilayah Keresidenan Kediri dan Madiun. Kain yang terdiri dari Batik Tulungagung, Batik Kabupaten Kediri, Batik Kabupaten Ponorogo dan Tenun Ikat Kediri ini terinspirasi dari keberagaman dan keindahan flora dibalut kekayaan budaya Mataraman yang sarat akan makna dan nilai filosofi dari generasi ke generasi.
Baca juga: Ternyata Ini Alasan Tenun Jadi Wastra Favorit Selain Batik
Selain itu, ada pula tenun ikat Donggala dari Sulawesi Tengah dan tenun khas Sulawesi Tenggara yang terdiri dari tenun Masalili, tenun Wakatobi, tenun Buton Tengah yang memiliki warna, corak, serta kesan tiga dimensi earthtone dengan makna filosofi yang sangat mendalam.
Salah satu desainer yang sering mengangkat dan mengeksplorasi keindahan wastra khas Sulawesi adalah Wignyo Rahadi. Pada koleksi terbarunya kali ini, Wignyo mendesain koleksi fesyen dari kain tenun Buton Tengah yang identik dengan motif garis-garis.
Tenun yang menjadi bahan utama koleksi bertema Wangku Worio ini ditenun oleh pengrajin tenun Buton Tengah binaan Dekranasda Buton Tengah Provinsi Sulawesi Tenggara. Inspirasi dari teknik tenun kali ini diberi hiasan sistem sulam sehingga terdapat tekstur motif yang timbul.
Wignyo menghadirkan 12 tampilan terdiri dari dress, celana dan outerwear yang didominasi dengan warna cerah nan lembut seperti merah, mustard, monokromatis kuning, orange, terracotta dan coklat. Adapun material yang digunakan adalah kain tenun Buton Tengah yang dikombinasi dengan kain lurik, tenun benang putus, Tenun tenun sutra ikat, tenun sutera sobi dan tenun sutera lainnya
Untuk memberi kesan yang lebih elegan dan trendi Wignyo mempercantiknya dengan aksentuasi berupa detail lipit, kerutan, tali membentuk pita, dan obi di bagian pinggang.
“Sebagai daya pikat saya memberikan sentuhan ornament tumpuk, dan menempatkan draperi dengan bentuk cuttingan simetris serta penempatan motif yang berfokus pada kain tenun Buton Tengah,” tuturnya.
Selain Wignyo, desainer lainnya yang mengkreasikan ragam tenun dari Sulawesi adalah Tia Hidayat. Melalui koleksinya yang bertema Sucuretra, Tia menjadikan tenun Wakatobi, tenun Buton, dan tenun Masalili sebagai napas utama busana rancangannya.
Securetra sendiri berasal dari kata Secure Sultra yang berarti para penjaga dari Pulau Sultra (Sulawesi Tenggara). Tia mengaku terinspirasi dari isu utama tentang keamanan dunia maya dengan menampilkan padu padan fesyen bertema cyber security yang memberikan kesan misterius tetapi tetap fashionable.
Adapun potongan modenya mulai dari long dress, blouse, celana, rok, dan outerwear, dilengkapi sentuhan ornamen tumpuk, draperi, dan cutting asimetris. Tia juga memberikan detail ikatan membentuk silang dan cut out pada bagian lengan yang menjadi daya pikat koleksi kali ini
Untuk mendukung karakter cyber security, Tia menambahkan aksen detail aksesoris berupa leather belt, leather mask, leather glove, vest belt, dan kacamata.
Rangkaian koleksi kali ini didominasi dengan warna warna Technology Tone seperti Electric Blue, Cobalt, Neon Orange, Arctic Blue, dan kombinasi sentuhan warna warna gelap seperti Navy, Blue Gradient, Lembayung biru dan Hitam.
“Saya memilih motif yang mewakili nuansa atau pattern technology dengan menggunakan Wastra Tenun Buton , Masalili dan Wakatobi hasil pelatihan tenun oleh pengrajin tenun binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara,” tuturnya.
Sementara itu, desainer lokal asal Sulawesi Tenggara, Julie Kaimuddin, juga ikut serta merancang busana dengan memanfaatkan tenun Sulawesi dari tenun Masalili, tenun Wakatobi, dan tenun Buton tengah.
Dalam rancangannya kali ini, Julie Kaimuddin menampilkan 6 tampilan menggambarkan busana bertemakan Orimono Holo Sultra. “Orimono "Ori" artinya Lipat, "mono" artinya Tenun, Holo diambil dari kata Hologram yaitu teknologi digital hologram dan Sultra adalah singkatan dari Sulawesi Tenggara,” jelasnya.
Untuk memberikan kesan yang lebih modern dan kontemporer, Julie memadukan tenun tradisional Sulawesi ini dengan kain liquid dan kulit sintetis liquid yang terbuat dari logam reflektif cair sehingga memberi kesan cahaya seperti cairan.
Selain itu, dia juga memanfaatkan penggunaan kain jacquard warna silver yang disesuaikan dengan konsep warna hologram, dan beberapa aksesoris hologram 3D origami yang diintegrasikan dengan material teknologi terbaru sehingga tercipta harmoni antara masa lalu dan masa kini.
Untuk memperkenalkan keragaman Wastra Mataraman, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri menggandeng sejumlah desainer yakni Lucky Purnami, Nuzul Kurniawan, dan Ariza Rimayanti.
Ketiga desainer lokal asal Karesidenan Kediri tersebut mempersembahkan sembilan koleksi ready to wear menggunakan material berupa Kain Batik Tulis Kediri dan tenun motif floral yang dominasi warna cerah seperti Terracota, monokromatis orange dan biru.
Rangkaian koleksinya kali ini mengambil tema Gemah Ripah Loh Jinawi yang bermakna ketentraman, kemakmuran dan kesuburan yang dituangkan dalam motif Wastra. Sentuhan ornamen tumpuk, draperi, cutting-an dengan bentuk asimetris dan penempatan detail pada bagian depan busana turut menjadi daya pikat koleksi dari olahan wastra Matraman tersebut.
Baca juga: Alternatif Liburan, Kunjungi 8 Desa Tenun Ini Yuk!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebut saja wastra Matraman yang merupakan warisan budaya Nusantara di wilayah Keresidenan Kediri dan Madiun. Kain yang terdiri dari Batik Tulungagung, Batik Kabupaten Kediri, Batik Kabupaten Ponorogo dan Tenun Ikat Kediri ini terinspirasi dari keberagaman dan keindahan flora dibalut kekayaan budaya Mataraman yang sarat akan makna dan nilai filosofi dari generasi ke generasi.
Baca juga: Ternyata Ini Alasan Tenun Jadi Wastra Favorit Selain Batik
Selain itu, ada pula tenun ikat Donggala dari Sulawesi Tengah dan tenun khas Sulawesi Tenggara yang terdiri dari tenun Masalili, tenun Wakatobi, tenun Buton Tengah yang memiliki warna, corak, serta kesan tiga dimensi earthtone dengan makna filosofi yang sangat mendalam.
Salah satu desainer yang sering mengangkat dan mengeksplorasi keindahan wastra khas Sulawesi adalah Wignyo Rahadi. Pada koleksi terbarunya kali ini, Wignyo mendesain koleksi fesyen dari kain tenun Buton Tengah yang identik dengan motif garis-garis.
Tenun yang menjadi bahan utama koleksi bertema Wangku Worio ini ditenun oleh pengrajin tenun Buton Tengah binaan Dekranasda Buton Tengah Provinsi Sulawesi Tenggara. Inspirasi dari teknik tenun kali ini diberi hiasan sistem sulam sehingga terdapat tekstur motif yang timbul.
Desainer Wignyo Rahadi membawa koleksi fesyen dari tenun Buton Tengah (sumber gambar : IFC)
Untuk memberi kesan yang lebih elegan dan trendi Wignyo mempercantiknya dengan aksentuasi berupa detail lipit, kerutan, tali membentuk pita, dan obi di bagian pinggang.
“Sebagai daya pikat saya memberikan sentuhan ornament tumpuk, dan menempatkan draperi dengan bentuk cuttingan simetris serta penempatan motif yang berfokus pada kain tenun Buton Tengah,” tuturnya.
Selain Wignyo, desainer lainnya yang mengkreasikan ragam tenun dari Sulawesi adalah Tia Hidayat. Melalui koleksinya yang bertema Sucuretra, Tia menjadikan tenun Wakatobi, tenun Buton, dan tenun Masalili sebagai napas utama busana rancangannya.
Securetra sendiri berasal dari kata Secure Sultra yang berarti para penjaga dari Pulau Sultra (Sulawesi Tenggara). Tia mengaku terinspirasi dari isu utama tentang keamanan dunia maya dengan menampilkan padu padan fesyen bertema cyber security yang memberikan kesan misterius tetapi tetap fashionable.
Adapun potongan modenya mulai dari long dress, blouse, celana, rok, dan outerwear, dilengkapi sentuhan ornamen tumpuk, draperi, dan cutting asimetris. Tia juga memberikan detail ikatan membentuk silang dan cut out pada bagian lengan yang menjadi daya pikat koleksi kali ini
Untuk mendukung karakter cyber security, Tia menambahkan aksen detail aksesoris berupa leather belt, leather mask, leather glove, vest belt, dan kacamata.
Rangkaian koleksi kali ini didominasi dengan warna warna Technology Tone seperti Electric Blue, Cobalt, Neon Orange, Arctic Blue, dan kombinasi sentuhan warna warna gelap seperti Navy, Blue Gradient, Lembayung biru dan Hitam.
“Saya memilih motif yang mewakili nuansa atau pattern technology dengan menggunakan Wastra Tenun Buton , Masalili dan Wakatobi hasil pelatihan tenun oleh pengrajin tenun binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Tenggara,” tuturnya.
Sementara itu, desainer lokal asal Sulawesi Tenggara, Julie Kaimuddin, juga ikut serta merancang busana dengan memanfaatkan tenun Sulawesi dari tenun Masalili, tenun Wakatobi, dan tenun Buton tengah.
Dalam rancangannya kali ini, Julie Kaimuddin menampilkan 6 tampilan menggambarkan busana bertemakan Orimono Holo Sultra. “Orimono "Ori" artinya Lipat, "mono" artinya Tenun, Holo diambil dari kata Hologram yaitu teknologi digital hologram dan Sultra adalah singkatan dari Sulawesi Tenggara,” jelasnya.
Untuk memberikan kesan yang lebih modern dan kontemporer, Julie memadukan tenun tradisional Sulawesi ini dengan kain liquid dan kulit sintetis liquid yang terbuat dari logam reflektif cair sehingga memberi kesan cahaya seperti cairan.
Selain itu, dia juga memanfaatkan penggunaan kain jacquard warna silver yang disesuaikan dengan konsep warna hologram, dan beberapa aksesoris hologram 3D origami yang diintegrasikan dengan material teknologi terbaru sehingga tercipta harmoni antara masa lalu dan masa kini.
Untuk memperkenalkan keragaman Wastra Mataraman, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri menggandeng sejumlah desainer yakni Lucky Purnami, Nuzul Kurniawan, dan Ariza Rimayanti.
Ketiga desainer lokal asal Karesidenan Kediri tersebut mempersembahkan sembilan koleksi ready to wear menggunakan material berupa Kain Batik Tulis Kediri dan tenun motif floral yang dominasi warna cerah seperti Terracota, monokromatis orange dan biru.
Rangkaian koleksinya kali ini mengambil tema Gemah Ripah Loh Jinawi yang bermakna ketentraman, kemakmuran dan kesuburan yang dituangkan dalam motif Wastra. Sentuhan ornamen tumpuk, draperi, cutting-an dengan bentuk asimetris dan penempatan detail pada bagian depan busana turut menjadi daya pikat koleksi dari olahan wastra Matraman tersebut.
Baca juga: Alternatif Liburan, Kunjungi 8 Desa Tenun Ini Yuk!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.