Ternyata Ini Alasan Tenun Jadi Wastra Favorit Selain Batik
02 October 2023 |
12:13 WIB
Kain batik menjadi wastra yang cukup populer di dalam dan luar negeri. Kendati demikian, tenun juga terus meningkat penggemarnya. Kain yang terbuat dari gabungan benang secara memanjang dan melintang ini naik daun dalam beberapa dua tahun terakhir.
Wakil Ketua Indonesia Fashion Chamber Lisa Fitria mengatakan tenun lebih banyak diminati dibandingkan batik dalam dua tahun terakhir seiring ragam inovasi dari pengrajin dan promosi yang dilakukan para desainer. Ada sejumlah alasan mengapa tenun semakin digemari.
Baca juga: 5 Langkah Merawat Kain Tenun Agar Lebih Awet dan Tidak Cepat Pudar
Selain motifnya tidak serumit batik karena lebih banyak garis dan geometris, proses tenun terbilang cukup unik, terutama jika menggunakan gedogan yang menghasilkan kain mahal karena pembuatannya terbilang rumit. Belum lagi teknik pewarnaannya yang menggunakan bahan-bahan dari alam hingga menambah nilai dari tenun itu sendiri.
Menurut Lisa, kain tenun pun lebih bisa diterima kaum muda karena tidak coraknya tidak terlalu formal seperti batik. Alhasil, kain ini bisa masuk di segala gaya atau karakteristik fesyen, termasuk androgini yang digelutinya.
“Lebih gampang saya untuk mengolahnya dibandingkan batik. Batik harus ikuti motifnya sehingga kurang fleksibel dibandingkan dengan mengolah tenun,” ujarnya.
Lisa terbilang sebagai salah satu desainer yang mengeksplorasi tenun, terutama lurik yang berasal dari Yogyakarta. Menurutnya lurik saat ini memiliki ragam variasi yang bisa dieksplor, tidak hanya garis-garis saja. Harganya pun juga lebih terjangkau dan mudah didapat karena produksinya yang begitu masif.
Selain lurik, wanita yang bergelut di dunia fesyen sejak kelas 5 Sekolah Dasar (SD) itu juga kerap menggunakan tenun dari Sumatera Utara, salah satunya Harungguan yang memiliki nilai filosofis yang tinggi. Motif tenun itu katanya hanya bisa dikuasai lima orang yang tinggal di daerah tersebut.
“Jadi enggak bisa tambah dan enggak bisa berkurang. Kalau ada satu orang penenun meninggal, satu orang yang tadinya tidak bisa, jadi bisa,” tuturnya.
Menurutnya, cerita dari proses hingga filosofis inilah yang membuat wastra tenun begitu menarik. Hampir setiap daerah pun memiliki motifnya dan ciri khasnya sendiri. Kain ini pun bisa dibuat menjadi ragam produk fesyen yang unik seperti outer, rompi, hingga dekorasi.
Dengan gerakan bangga buatan produk Indonesia, para pengrajin di setiap daerah pun mulai berinovasi. Ditambah dengan ragam fashion show seperti yang dihadirkan IFC, mereka teredukasi untuk membuat model fesyen yang lebih modern dan mengikuti selera pasar global, tetapi tetap menonjolkan motif dari tenun itu sendiri.
Alhasil, peminat wastra Nusantara semakin meluas. Bukan hanya dari pasar lokal, namun juga internasional. Desainer Indonesia pun semakin dikenal dan sering tampil dalam pagelaran fashion show dunia. Salah satunya Didiet Maulana.
Desainer sekaligus pemilik jenama IKAT Indonesia itu bakal tampil dengan karyanya di acara peragaan busana bergengsi, New York Fashion Week (NYFW) Indonesia Now The Shows Spring Summer 23/24. Dalam fashion show kali ini, IKAT Indonesia by Didiet Maulana melansir karya dengan judul koleksi Wiron yang diambil dari kata Wiru, dalam bahasa Jawa berarti lipatan-lipatan kecil memanjang bersusun pada kain.
Koleksi ini terdiri dari busana ready to-wear wanita yang mewakili kedinamisan gerak anak muda dan siluet baru yang memancarkan wanita Indonesia yang optimis dan energik.
“Koleksi ini juga dibuat untuk mendukung komunitas penenun dan mempromosikan keindahan budaya serta kain tenun Ikat Indonesia,” tutur Didiet.
Dalam koleksi tersebut, Didiet menghadirkan long vest, wrap dress, wrap skirt, long coat, dan lightweight trench coat, serta koleksi baju renang dengan sentuhan motif tenun Ikat Indonesia. Mengambil dari trend warna spring/summer 2024 seperti nutshell, fondant pink, dan cyber lime, Didiet menyebut kombinasi warna ini terinspirasi dari warna-warna tropis pemandangan alam yang ada di Indonesia seperti pantai, pegunungan, bukit, dan hutan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Wakil Ketua Indonesia Fashion Chamber Lisa Fitria mengatakan tenun lebih banyak diminati dibandingkan batik dalam dua tahun terakhir seiring ragam inovasi dari pengrajin dan promosi yang dilakukan para desainer. Ada sejumlah alasan mengapa tenun semakin digemari.
Baca juga: 5 Langkah Merawat Kain Tenun Agar Lebih Awet dan Tidak Cepat Pudar
Selain motifnya tidak serumit batik karena lebih banyak garis dan geometris, proses tenun terbilang cukup unik, terutama jika menggunakan gedogan yang menghasilkan kain mahal karena pembuatannya terbilang rumit. Belum lagi teknik pewarnaannya yang menggunakan bahan-bahan dari alam hingga menambah nilai dari tenun itu sendiri.
Menurut Lisa, kain tenun pun lebih bisa diterima kaum muda karena tidak coraknya tidak terlalu formal seperti batik. Alhasil, kain ini bisa masuk di segala gaya atau karakteristik fesyen, termasuk androgini yang digelutinya.
“Lebih gampang saya untuk mengolahnya dibandingkan batik. Batik harus ikuti motifnya sehingga kurang fleksibel dibandingkan dengan mengolah tenun,” ujarnya.
Lisa terbilang sebagai salah satu desainer yang mengeksplorasi tenun, terutama lurik yang berasal dari Yogyakarta. Menurutnya lurik saat ini memiliki ragam variasi yang bisa dieksplor, tidak hanya garis-garis saja. Harganya pun juga lebih terjangkau dan mudah didapat karena produksinya yang begitu masif.
Selain lurik, wanita yang bergelut di dunia fesyen sejak kelas 5 Sekolah Dasar (SD) itu juga kerap menggunakan tenun dari Sumatera Utara, salah satunya Harungguan yang memiliki nilai filosofis yang tinggi. Motif tenun itu katanya hanya bisa dikuasai lima orang yang tinggal di daerah tersebut.
“Jadi enggak bisa tambah dan enggak bisa berkurang. Kalau ada satu orang penenun meninggal, satu orang yang tadinya tidak bisa, jadi bisa,” tuturnya.
Menurutnya, cerita dari proses hingga filosofis inilah yang membuat wastra tenun begitu menarik. Hampir setiap daerah pun memiliki motifnya dan ciri khasnya sendiri. Kain ini pun bisa dibuat menjadi ragam produk fesyen yang unik seperti outer, rompi, hingga dekorasi.
Dengan gerakan bangga buatan produk Indonesia, para pengrajin di setiap daerah pun mulai berinovasi. Ditambah dengan ragam fashion show seperti yang dihadirkan IFC, mereka teredukasi untuk membuat model fesyen yang lebih modern dan mengikuti selera pasar global, tetapi tetap menonjolkan motif dari tenun itu sendiri.
Alhasil, peminat wastra Nusantara semakin meluas. Bukan hanya dari pasar lokal, namun juga internasional. Desainer Indonesia pun semakin dikenal dan sering tampil dalam pagelaran fashion show dunia. Salah satunya Didiet Maulana.
Desainer sekaligus pemilik jenama IKAT Indonesia itu bakal tampil dengan karyanya di acara peragaan busana bergengsi, New York Fashion Week (NYFW) Indonesia Now The Shows Spring Summer 23/24. Dalam fashion show kali ini, IKAT Indonesia by Didiet Maulana melansir karya dengan judul koleksi Wiron yang diambil dari kata Wiru, dalam bahasa Jawa berarti lipatan-lipatan kecil memanjang bersusun pada kain.
Koleksi ini terdiri dari busana ready to-wear wanita yang mewakili kedinamisan gerak anak muda dan siluet baru yang memancarkan wanita Indonesia yang optimis dan energik.
“Koleksi ini juga dibuat untuk mendukung komunitas penenun dan mempromosikan keindahan budaya serta kain tenun Ikat Indonesia,” tutur Didiet.
Dalam koleksi tersebut, Didiet menghadirkan long vest, wrap dress, wrap skirt, long coat, dan lightweight trench coat, serta koleksi baju renang dengan sentuhan motif tenun Ikat Indonesia. Mengambil dari trend warna spring/summer 2024 seperti nutshell, fondant pink, dan cyber lime, Didiet menyebut kombinasi warna ini terinspirasi dari warna-warna tropis pemandangan alam yang ada di Indonesia seperti pantai, pegunungan, bukit, dan hutan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.