Film Agak Laen Tembus 7 Juta Penonton, Kritikus Film Minta Hal Ini
25 February 2024 |
14:33 WIB
Industri perfilman Indonesia tengah bersemi pada awal tahun ini. Ditandai dengan meledaknya jumlah penonton film Agak Laen yang menembus angka 7 juta penonton di masa yang kerap dinilai ‘paceklik’ bagi para sineas. Fenomena ini terbilang unik mengingat jarangnya film lokal yang masuk ke dalam jajaran blockbuster pada awal tahun.
Kesuksesan film besutan para komika yang diorkestrasi Muhadkly Acho ini memang patut dirayakan karena mampu mengalahkan film-film impor seperti buatan Marvel di layar bioskop. Kritikus film Hikmat Darmawan menilai film Indonesia bisa dikatakan sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pihak bioskop pun semakin realistis dengan memberikan banyak slot layar untuk film lokal.
Kendati demikian, yang masih menjadi perhatian adalah apakah infrastruktur yang ada sudah mumpuni untuk menampung banyaknya film Indonesia yang diproduksi. Ketika sebuah film mencetak blockbuster dengan cepat, Hikmat menyebut jatah layar untuk film lainnya tentu akan disunat. Alhasil, film lain tidak mendapat kesempatan lebih untuk berpromosi dan menambah jumlah penonton. “Jadi banyak yang mengeluh dan merasa apes kadung [filmnya] beredar di Februari dan tau-tau ada film ini [Agak Laen],” ujarnya ketika berbincang dengan Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Agak Laen Tembus 7 Juta Penonton, Siap Berubah Jadi Manusia Silver
Oleh karena itu, Hikmat berpendapat industri film nasional yang beranjak cerah kembali ini harus dibarengi dengan perbaikan infrastruktur seperti penambahan jumlah layar bioskop sesuai dengan proporsi jumlah penduduk. Jumlah layar yang hanya 2.500 di Indonesia tentu tidak cukup untuk menampung ratusan film lokal dalam setahun. Alhasil, terjadi perebutan slot dan kanibalisme antar satu dan lainnya.
Di tengah kepercayaan masyarakat terhadap film lokal, pembenahan infrastruktur ini memang patut menjadi perhatian. Jangan sampai praktiknya terus menerus tidak sehat.
Seharusnya menurut Hikmat, ada kebijakan proteksi film yang potensial dan punya pasarnya sendiri. Aneka film harus disediakan kebijakan slotnya sendiri. “Agak Laen di samping harus dirayakan, tetapi juga dijadikan pelajaran bagaimana mengelola kebijakan slot film supaya lebih fair,” tegasnya.
Bicara tingginya animo masyarakat terhadap film Agak Laen, tidak lepas dengan cerita ringan yang dibawa. Hikmat menyebut film ini juga mengangkat kearifan lokal, namun sangat relatable dengan kehidupan masyarakat. Ditambah basis massa atau penggemar yang dibangun melaui podcast para komika, terlepas dari genre komedi horor yang dibawa.
Hikmat menerangkan saat ini kepercayaan sinefil terhadap film Indonesia cukup tinggi. Sebab, kualitasnya tak kalah mumpuni dengan film impor. Bahkan efek jumpscare dari film horor lokal bisa lebih menakutkan ketimbang film Hollywood. Di sisi lain, cerita yang dibawakan pun sangat erat dengan kehidupan masyarakat. “Relatability, yang nonton punya kedekatan. Unsur ini makin penting, didukung kebijakan slot film yang bagus,” imbuhnya.
Soal genre, memang saat ini film Indonesia didominasi horor. Jika dibandingkan era 80-90-an, genre film buatan sineas Tanah Air kurang beragam. Tercatat hanya ada 4 genre yang mendominasi yakni genre horor, komedi, melodrama cinta, dan melodrama religi.
Hikmat menerangkan pascareformasi, banyak rumah produksi yang latah. Ketika sebuah genre berhasil meraih perhatian masyarakat, mereka pun menghadirkan genre serupa dan enggan mengeksplorasi lebih jauh. “Semoga kreatornya bisa lebih menghadirkan genre beragam,” harapnya.
Baca Juga: Film Agak Laen Siap Tayang di Bioskop Malaysia & Brunei Darussalam Mulai 29 Februari 2024
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: M. Taufikul Basari
Kesuksesan film besutan para komika yang diorkestrasi Muhadkly Acho ini memang patut dirayakan karena mampu mengalahkan film-film impor seperti buatan Marvel di layar bioskop. Kritikus film Hikmat Darmawan menilai film Indonesia bisa dikatakan sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pihak bioskop pun semakin realistis dengan memberikan banyak slot layar untuk film lokal.
Kendati demikian, yang masih menjadi perhatian adalah apakah infrastruktur yang ada sudah mumpuni untuk menampung banyaknya film Indonesia yang diproduksi. Ketika sebuah film mencetak blockbuster dengan cepat, Hikmat menyebut jatah layar untuk film lainnya tentu akan disunat. Alhasil, film lain tidak mendapat kesempatan lebih untuk berpromosi dan menambah jumlah penonton. “Jadi banyak yang mengeluh dan merasa apes kadung [filmnya] beredar di Februari dan tau-tau ada film ini [Agak Laen],” ujarnya ketika berbincang dengan Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Agak Laen Tembus 7 Juta Penonton, Siap Berubah Jadi Manusia Silver
Oleh karena itu, Hikmat berpendapat industri film nasional yang beranjak cerah kembali ini harus dibarengi dengan perbaikan infrastruktur seperti penambahan jumlah layar bioskop sesuai dengan proporsi jumlah penduduk. Jumlah layar yang hanya 2.500 di Indonesia tentu tidak cukup untuk menampung ratusan film lokal dalam setahun. Alhasil, terjadi perebutan slot dan kanibalisme antar satu dan lainnya.
Di tengah kepercayaan masyarakat terhadap film lokal, pembenahan infrastruktur ini memang patut menjadi perhatian. Jangan sampai praktiknya terus menerus tidak sehat.
Seharusnya menurut Hikmat, ada kebijakan proteksi film yang potensial dan punya pasarnya sendiri. Aneka film harus disediakan kebijakan slotnya sendiri. “Agak Laen di samping harus dirayakan, tetapi juga dijadikan pelajaran bagaimana mengelola kebijakan slot film supaya lebih fair,” tegasnya.
Bicara tingginya animo masyarakat terhadap film Agak Laen, tidak lepas dengan cerita ringan yang dibawa. Hikmat menyebut film ini juga mengangkat kearifan lokal, namun sangat relatable dengan kehidupan masyarakat. Ditambah basis massa atau penggemar yang dibangun melaui podcast para komika, terlepas dari genre komedi horor yang dibawa.
Hikmat menerangkan saat ini kepercayaan sinefil terhadap film Indonesia cukup tinggi. Sebab, kualitasnya tak kalah mumpuni dengan film impor. Bahkan efek jumpscare dari film horor lokal bisa lebih menakutkan ketimbang film Hollywood. Di sisi lain, cerita yang dibawakan pun sangat erat dengan kehidupan masyarakat. “Relatability, yang nonton punya kedekatan. Unsur ini makin penting, didukung kebijakan slot film yang bagus,” imbuhnya.
Soal genre, memang saat ini film Indonesia didominasi horor. Jika dibandingkan era 80-90-an, genre film buatan sineas Tanah Air kurang beragam. Tercatat hanya ada 4 genre yang mendominasi yakni genre horor, komedi, melodrama cinta, dan melodrama religi.
Hikmat menerangkan pascareformasi, banyak rumah produksi yang latah. Ketika sebuah genre berhasil meraih perhatian masyarakat, mereka pun menghadirkan genre serupa dan enggan mengeksplorasi lebih jauh. “Semoga kreatornya bisa lebih menghadirkan genre beragam,” harapnya.
Baca Juga: Film Agak Laen Siap Tayang di Bioskop Malaysia & Brunei Darussalam Mulai 29 Februari 2024
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.