Resensi Buku Kakek dalam Kucing-kucing Takamoto, Sekelumit Kisah Berlatar Jepang yang Asyik Diikuti
29 January 2024 |
14:14 WIB
Chelsea Venda
Jurnalis Hypeabis.id
Menggunakan Jepang sebagai pusat narasi, sebelas cerita di buku Kakek dalam Kucing-kucing Takamoto adalah karya terbaru dari Bagus Dwi Hananto. Melalui buku ini, pengarang akan mengajak pembacanya menjelajahi Negeri Sakura dalam berbagai bentuk, dari yang rural maupun urban hingga modern dan tradisional.
Konflik yang diangkat di buku ini, berpadu dengan gaya cerita yang manis, menjadi ramuan untuk menarik pembaca ke dalam tiap kisahnya. Pembaca seakan sedang berada di Jepang dan mengalami langsung apa yang sedang terjadi di buku ini.
Pengarang melalui berbagai ceritanya selalu menyuguhkan narasi yang indah, tetapi sekaligus penuh perenungan. Buku ini banyak bermain-main tentang realitas di Jepang, kehidupan di dalamnya, dan kultur yang berkelindan di antaranya yang membuat setiap cerita jadi penuh warna.
Baca juga: Review Buku Membuka Tabir Makna Batu Nisan Belanda: Ketika Sejarah Tertinggal di Pekuburan
Pengetahuan pengarang dalam meramu Jepang dan hal-hal di dalamnya patut diapresiasi. Sebab, Jepang tidak hanya dihadirkan dalam latar belakang, tetapi juga muncul sebagai bentuk pola hidup, pola pikir, yang mana berpengaruh pada setiap penokohan.
Bagus Dwi Hananto berhasil menuliskan kedalaman itu dengan baik. Dengan gaya penceritaan yang mengalir, buku setebal 154 halaman ini sangat bisa dibaca dalam sekali duduk. Utamanya, bagi penggemar kumpulan cerpen.
“Menulis cerita pendek dengan mengusung Jepang sebagai sentral baru saya lakukan pada 2018. Setelah menyesap kebudayaan Negeri Sakura, saya menemukan ketertarikan untuk menulis cerita dengan menggunakan realitas lain; realitas yang bukan berasal dari lingkungan sekitar,” tulis Bagus dalam buku Kakek dalam Kucing-kucing Takamoto.
Dalam buku ini, pengarang dengan kepiawaiannya juga menyisipkan berbagai personifikasi dari lanskap alam di Jepang. Misalnya, kisah tentang sebatang pohon shidarezakura yang ditinggalkan pemiliknya. Pengarang meramu peristiwa itu dengan memunculkan ikatan magis dalam elegi yang mengharukan.
Tak hanya itu, ngeong kucing pun bisa bermakna lain. Dalam cerita "Seekor Kucing dalam Rashomon" misalnya, hewan berbulu ini digambarkan punya kekuatan untuk merekam berbagai kejadian yang tinggal menunggu waktu terungkap.
Melalui cerita tersebut, hubungan manusia dengan alam, termasuk hewan, menjadi wajah menarik untuk terus digali di buku ini. Cerita-cerita tersebut juga seolah menunjukkan perubahan pola interaksi menarik yang barangkali telah bersalin rupa menjadi intensi baru di tengah zaman yang serba canggih ini.
Dengan mengangkat narasi tentang Jepang, buku ini otomatis akan memunculkan banyak kota kata dari Negeri Sakura tersebut. Pada beberapa bagian, pengarang memilih untuk tetap menggunakan bahasa Jepang dalam beberapa istilah yang mungkin bertujuan menjaga arti sesungguhnya.
Namun, tak perlu khawatir beberapa istilah asing itu akan membingungkan. Sebab, setiap istilah Jepang memiliki catatan kaki untuk membantu pembaca yang belum paham budaya Jepang memahami setiap kata yang muncul.
Pada akhirnya, tokoh-tokoh di dalam kumpulan cerpen ini adalah pemancing bagi perenungan. Memantik diskusi tentang hubungan interaksi manusia dengan alam, sekaligus manusia dengan berbagai kemalangannya di tengah kecanggihan dunia.
Data Buku
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Konflik yang diangkat di buku ini, berpadu dengan gaya cerita yang manis, menjadi ramuan untuk menarik pembaca ke dalam tiap kisahnya. Pembaca seakan sedang berada di Jepang dan mengalami langsung apa yang sedang terjadi di buku ini.
Pengarang melalui berbagai ceritanya selalu menyuguhkan narasi yang indah, tetapi sekaligus penuh perenungan. Buku ini banyak bermain-main tentang realitas di Jepang, kehidupan di dalamnya, dan kultur yang berkelindan di antaranya yang membuat setiap cerita jadi penuh warna.
Baca juga: Review Buku Membuka Tabir Makna Batu Nisan Belanda: Ketika Sejarah Tertinggal di Pekuburan
Pengetahuan pengarang dalam meramu Jepang dan hal-hal di dalamnya patut diapresiasi. Sebab, Jepang tidak hanya dihadirkan dalam latar belakang, tetapi juga muncul sebagai bentuk pola hidup, pola pikir, yang mana berpengaruh pada setiap penokohan.
Bagus Dwi Hananto berhasil menuliskan kedalaman itu dengan baik. Dengan gaya penceritaan yang mengalir, buku setebal 154 halaman ini sangat bisa dibaca dalam sekali duduk. Utamanya, bagi penggemar kumpulan cerpen.
“Menulis cerita pendek dengan mengusung Jepang sebagai sentral baru saya lakukan pada 2018. Setelah menyesap kebudayaan Negeri Sakura, saya menemukan ketertarikan untuk menulis cerita dengan menggunakan realitas lain; realitas yang bukan berasal dari lingkungan sekitar,” tulis Bagus dalam buku Kakek dalam Kucing-kucing Takamoto.
Dalam buku ini, pengarang dengan kepiawaiannya juga menyisipkan berbagai personifikasi dari lanskap alam di Jepang. Misalnya, kisah tentang sebatang pohon shidarezakura yang ditinggalkan pemiliknya. Pengarang meramu peristiwa itu dengan memunculkan ikatan magis dalam elegi yang mengharukan.
Tak hanya itu, ngeong kucing pun bisa bermakna lain. Dalam cerita "Seekor Kucing dalam Rashomon" misalnya, hewan berbulu ini digambarkan punya kekuatan untuk merekam berbagai kejadian yang tinggal menunggu waktu terungkap.
Melalui cerita tersebut, hubungan manusia dengan alam, termasuk hewan, menjadi wajah menarik untuk terus digali di buku ini. Cerita-cerita tersebut juga seolah menunjukkan perubahan pola interaksi menarik yang barangkali telah bersalin rupa menjadi intensi baru di tengah zaman yang serba canggih ini.
Dengan mengangkat narasi tentang Jepang, buku ini otomatis akan memunculkan banyak kota kata dari Negeri Sakura tersebut. Pada beberapa bagian, pengarang memilih untuk tetap menggunakan bahasa Jepang dalam beberapa istilah yang mungkin bertujuan menjaga arti sesungguhnya.
Namun, tak perlu khawatir beberapa istilah asing itu akan membingungkan. Sebab, setiap istilah Jepang memiliki catatan kaki untuk membantu pembaca yang belum paham budaya Jepang memahami setiap kata yang muncul.
Pada akhirnya, tokoh-tokoh di dalam kumpulan cerpen ini adalah pemancing bagi perenungan. Memantik diskusi tentang hubungan interaksi manusia dengan alam, sekaligus manusia dengan berbagai kemalangannya di tengah kecanggihan dunia.
Data Buku
- Judul: Kakek dalam Kucing-kucing Takamoto
- Penulis: Bagus Dwi Hananto
- Penyunting: Dorothea Rosa Herliany
- Penyelia Akhir: Alit Tisna Palupi, Raihan Robby
- Perancang Sampul: Sukutangan
- Penata Letak: Artha Sasmitha
- Tebal Buku: 154 hlm
- Tahun Terbit: 2023
- Penerbit: Indonesia Tera
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.