Resensi Novel Markas Cinta, Album Cerita Keluarga yang Menghangatkan Hati
09 May 2023 |
17:03 WIB
Setiap keluarga setidaknya pasti punya satu album foto yang setiap halamannya berisi potret kebersamaan mereka. Mulai dari momen bersejarah seperti pernikahan, kelahiran anak pertama, hari ulang tahun, wisuda, atau sekadar momen lucu yang tak sengaja tertangkap kamera.
Sayangnya, jarang sekali foto-foto yang terpajang di album tersebut dituliskan catatan kecil di bawahnya. Kalaupun ada, isinya hanya nama tempat dan waktu ketika peristiwanya berlangsung. Sementara cerita yang terjadi saat itu tidak dituliskan sama sekali.
Padahal suatu saat orang-orang yang melihat album foto bisa bernostalgia sambil mengenang momen lawas tersebut, tentu sayang sekali jika semuanya terlupakan begitu saja. Nah, kira-kira apa jadinya kalau album cerita keluarga tersebut dituangkan dalam sebuah novel?
Baca juga: Resensi Buku Lantak La, Sebuah Petualangan Seru Penuh Imajinasi
Markas Cinta merupakan sebuah novel berisi kumpulan cerita pendek yang mengisahkan cerita-cerita keseharian keluarga yang menghangatkan hati. Buku ini disusun oleh komunitas penulis The Writers yang bekerjasama dengan Samara Initiative.
Mereka adalah Donna Nasution, Ida Sylviana, Ayah Ariif Te, Citra Yuliasari, Ati Kisjanto, Binny Buchori, Nina Masjhur, Dini Novita, May Mona, Vee Cemal, Agustina Kumala, Gatot Subroto, dan Budiman Hakim. Semuanya berasal dari latar belakang profesi yang berbeda seperti ibu rumah tangga, sutradara, mantan wartawan, aktivis HAM, dan lainnya.
Kisah-kisah yang disajikan pun cenderung ringan, dengan genre slice of life atau potongan dari kejadian sehari-hari. Bukan tentang konflik keluarga yang semrawut seperti benang kusut. Tujuan penulisnya juga sederhana saja, yakni mengangkat nilai-nilai budaya keluarga melalui tulisan.
Budaya keluarga memengaruhi anggotanya melalui cara berpikir, bertindak, mengolah rasa dalam kehidupan sehari-sehari, dan cara meyakini agamanya. Lantaran budaya tersebut akan diteruskan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Misalnya cerita pendek berjudul Siapa Emas Siapa Logam karya Ida Sylviana yang isinya seputar obrolan antara ibu dan anaknya pada sore hari. Sang anak menggelontorkan semua keluh kesahnya sepulang kerja dari tempat magangnya sebagai sales alat musik.
Dunia kerja memang demikian, tentu sang ibu yang sudah paham asam garam kehidupan pun pernah menyelaminya. Namun, dalam buku ini diperlihatkan bagaimana sikapnya yang begitu bijak menasihati anaknya tanpa perlu menggurui. ‘Nanti juga akan terlihat, siapa emas siapa logam’, kata ibu.
Ada juga cerita pendek dari Budiman Hakim berjudul Antara Istri, Rendang, dan Ibu yang menceritakan lamunan masa kecilnya kala menyantap rendang buatan sang istri. Berawal dari kebiasaan makan Budiman yang lebih suka mengambil rendang satu per satu, ketimbang menyendok beberapa potong sekaligus ke piringnya.
Pada dasarnya, hal sederhana seperti kebiasaan makan pun diwariskan dari keluarga. Inilah yang membuatnya terhanyut dalam lamunan panjang di meja makan mengingat-ingat masa kecilnya yang hidup dalam kesederhanaan.
Ibunya yang suka hemat itu bilang, ‘Ngambil lauk harus satu, ntar yang lain gak kebagian’. Oleh sebab itu, biarpun sekarang hidupnya berkecukupan, apalagi ditambah punya istri yang jago masak rendang, kebiasaan makan itu tak pernah dia tinggalkan.
Novel dengan konsep album cerita keluarga ini dapat menjadi pengobat rindu yang mampu menghadirkan kembali kehangatan rumah. Akan lebih menarik lagi jika setiap orang bisa Menyusun album cerita keluarganya sendiri, yang akan menjadi warisan berharga untuk anak cucunya di masa mendatang.
Baca juga: Resensi Buku Lauk Daun: Kisah yang Jenaka dan Penuh Kritik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Sayangnya, jarang sekali foto-foto yang terpajang di album tersebut dituliskan catatan kecil di bawahnya. Kalaupun ada, isinya hanya nama tempat dan waktu ketika peristiwanya berlangsung. Sementara cerita yang terjadi saat itu tidak dituliskan sama sekali.
Padahal suatu saat orang-orang yang melihat album foto bisa bernostalgia sambil mengenang momen lawas tersebut, tentu sayang sekali jika semuanya terlupakan begitu saja. Nah, kira-kira apa jadinya kalau album cerita keluarga tersebut dituangkan dalam sebuah novel?
Baca juga: Resensi Buku Lantak La, Sebuah Petualangan Seru Penuh Imajinasi
Markas Cinta merupakan sebuah novel berisi kumpulan cerita pendek yang mengisahkan cerita-cerita keseharian keluarga yang menghangatkan hati. Buku ini disusun oleh komunitas penulis The Writers yang bekerjasama dengan Samara Initiative.
Mereka adalah Donna Nasution, Ida Sylviana, Ayah Ariif Te, Citra Yuliasari, Ati Kisjanto, Binny Buchori, Nina Masjhur, Dini Novita, May Mona, Vee Cemal, Agustina Kumala, Gatot Subroto, dan Budiman Hakim. Semuanya berasal dari latar belakang profesi yang berbeda seperti ibu rumah tangga, sutradara, mantan wartawan, aktivis HAM, dan lainnya.
Kisah-kisah yang disajikan pun cenderung ringan, dengan genre slice of life atau potongan dari kejadian sehari-hari. Bukan tentang konflik keluarga yang semrawut seperti benang kusut. Tujuan penulisnya juga sederhana saja, yakni mengangkat nilai-nilai budaya keluarga melalui tulisan.
Budaya keluarga memengaruhi anggotanya melalui cara berpikir, bertindak, mengolah rasa dalam kehidupan sehari-sehari, dan cara meyakini agamanya. Lantaran budaya tersebut akan diteruskan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Markas Cinta (Sumber Foto: Hypeabis.id/ Kintan Nabila)
Misalnya cerita pendek berjudul Siapa Emas Siapa Logam karya Ida Sylviana yang isinya seputar obrolan antara ibu dan anaknya pada sore hari. Sang anak menggelontorkan semua keluh kesahnya sepulang kerja dari tempat magangnya sebagai sales alat musik.
Dunia kerja memang demikian, tentu sang ibu yang sudah paham asam garam kehidupan pun pernah menyelaminya. Namun, dalam buku ini diperlihatkan bagaimana sikapnya yang begitu bijak menasihati anaknya tanpa perlu menggurui. ‘Nanti juga akan terlihat, siapa emas siapa logam’, kata ibu.
Ada juga cerita pendek dari Budiman Hakim berjudul Antara Istri, Rendang, dan Ibu yang menceritakan lamunan masa kecilnya kala menyantap rendang buatan sang istri. Berawal dari kebiasaan makan Budiman yang lebih suka mengambil rendang satu per satu, ketimbang menyendok beberapa potong sekaligus ke piringnya.
Pada dasarnya, hal sederhana seperti kebiasaan makan pun diwariskan dari keluarga. Inilah yang membuatnya terhanyut dalam lamunan panjang di meja makan mengingat-ingat masa kecilnya yang hidup dalam kesederhanaan.
Ibunya yang suka hemat itu bilang, ‘Ngambil lauk harus satu, ntar yang lain gak kebagian’. Oleh sebab itu, biarpun sekarang hidupnya berkecukupan, apalagi ditambah punya istri yang jago masak rendang, kebiasaan makan itu tak pernah dia tinggalkan.
Novel dengan konsep album cerita keluarga ini dapat menjadi pengobat rindu yang mampu menghadirkan kembali kehangatan rumah. Akan lebih menarik lagi jika setiap orang bisa Menyusun album cerita keluarganya sendiri, yang akan menjadi warisan berharga untuk anak cucunya di masa mendatang.
Baca juga: Resensi Buku Lauk Daun: Kisah yang Jenaka dan Penuh Kritik
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.