Ulasan Novel The Black Cat & Other Stories, Kisah Kucing Hitam Misterius Penuh Teka-teki

Konon semua kucing hitam itu jelmaan penyihir, begitu kata takhayul kuno yang hanya dipercaya oleh segelintir orang. Suatu ketika, mahluk berbulu itu ditemukan menggantung pada dahan pohon dengan simpul tali yang melilit lehernya. Sejak saat itulah ingatan akan kengerian tersebut hadir di setiap mimpi buruk pembaca.

Begitulah cara Edgar Allan Poe meramu kisah-kisah misteri dan horor yang penuh teka-teki. Cerita Pluto si kucing hitam hanyalah satu dari ke-tigabelas judul yang dikompilasi dalam novel The Black Cat & Other Stories. Penyajiannya dikelompokkan dalam dua genre, 10 kisah horor dan 3 kisah detektif.

Baca juga: Review Buku Resep Kaliurang, Cerita-cerita Tersembunyi di Balik Sebuah Makanan

Di antaranya ada 'Kucing Hitam' (The Black Cat), 'Jantung yang Meraung' (The Tell-Tale Heart), 'Tong Amontillado' (The Cask of Amontillado), 'Lubang dan Pendulum' (The Pit and the Pendulum), 'Topeng Maut Merah' (The Masque of the Red Death), dan lainnya.

The Black Cat & Other Stories sendiri telah memasuki cetakan ke-9 pada 2022 kemarin. Sementara ceritanya sendiri yang ditulis sekitar era 1800-an, sehingga membuatnya kental akan budaya Amerika pada masa itu. Buku ini di alih bahasakan oleh Shinta Dewi dengan gaya bertutur, membuat penceritaan tetap mengalir dan membantu pembaca memahami konteks.

Stephen King sang pemangku takhta di jagat fiksi horror yang terkenal dengan sejumlah karyanya seperti IT, The Shining, dan Pet Sematary, sempat berujar bahwa Poe bukan sekadar penulis kisah misteri atau suspense, dialah perintis genre tersebut.

Adapun Sir Arthur Conan Doyle sang pencipta lakon detektif legendaris Sherlock Holmes juga mengakui bahwa Poe merupakan ayah bagi kisah-kisah detektif di dunia.

Poe sebagai penulis memang punya gaya yang khas saat mengisahkan cerita horror. Dia mencetuskan bahwasanya ketakutan itu bersumber pada manusia sendiri dan sisi gelap mereka, seperti kegilaan-kegilaan yang dilakukan di ambang batas mimpi dan sadar.

Tak sedikit penulis fiksi begitu naif membangun karakter manusia-manusia berwatak baik. Poe justru ingin membongkar bahwa salah satu sifat dasar manusia adalah keburukan seperti iri hati, dendam, dan amarah. Manusia memiliki sisi lain dalam diri mereka yang mendorongnya untuk berbuat jahat. Lebih keji lagi, meskipun tahu perbuatan itu tidak benar, tapi dilakukan terus seperti sudah kecanduan.

Dalam kisah 'Kucing Hitam', dipaparkan bagaimana sang narator mendeskripsikan kejahatannya dipicu oleh suatu dorongan yang disebut 'roh yang lebih kejam' sebagai metafor dari pengaruh alkohol. Inilah yang membuatnya membunuh kucing hitam peliharaannya dan istrinya dengan sadis.

Begitupun dalam judul lainnya, Poe menggambarkan adegan pembunuhan dengan brutal, seperti pemenggalan, penguburan hidup-hidup, atau memotong bagian tubuh dengan bilah sabit pada cerita 'Lubang dan Pendulum'.

Tapi justru bukan di situ letak kengeriannya. Apa yang digambarkan sebagai ketakutan adalah ketika munculnya hasrat membunuh yang merayap ke dalam jiwa manusia karena alasan yang teramat sepele. Bahkan korbannya sendiri tak menyadari bahwa itu akan menjadi dalih bagi kematiannya.

Adapun untuk kisah-kisah detektif, Poe menciptakan lakon C. Auguste Dupin. Detektif tersebut menyelesaikan perkara-perkara kriminal dengan pemikiran deduktif yang Poe istilahkan dengan 'rasionalisasi' sebagai metode penyelidikannya. Ini kemudian menginspirasi banyak penulis fiksi detektif dalam menciptakan tokoh sentralnya seperti Sherlock Holmes oleh Doyle dan Hercule Poirot karya Agatha Christie.

Dalam buku ini Poe menulis cerita berjudul, 'Kisah Pembunuhan Rou Morgue' pada 1843, yang diperkirakan sebagai cerita detektif pertama di dunia. Kala itu Dupin tengah menangani sebuah misteri di Rou Morgue, yakni rumah tua yang menjadi saksi bisu terjadinya pembantaian tragis. Dia mengungkap siapa pelakunya hanya dengan membaca pemberitaan koran tentang kasus tersebut.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda