Pameran Pranala tersirat dihelat di Neha Hub, Creativite Gallery, Cilandak, Jakarta selatan. (Sumber foto: Hypeabis.id/ Prasetyo Agung Ginanjar)

Menelisik Ekshibisi Pranala Tersirat, Saat Karya Seni Dinikmati di Luar Galeri

09 January 2024   |   06:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Ruang-ruang alternatif selalu memberi warna baru dalam khazanah seni rupa dunia. Kendati wadah dan simpul seni ini jarang dibahas dalam buku-buku sejarah seni rupa modern, tapi mereka memiliki peranan penting bagi perkembangan seni saat ini.

Di New York, misalnya, ruang alternatif muncul seiring bangkitnya praktik seni rupa sebagai reaksi atas otoritas peran galeri dan museum. Termasuk dengan didirikannya 112 Greene Street pada dekade 1960-an, yang memfokuskan kegiatannya pada instalasi dan seni pertunjukkan.

Kendati di Indonesia masih samar jejak-jejak pendirian ruang alternatif, tapi beberapa sumber menyebut Decenta, di Bandung, Jawa Barat sebagai salah satu pionir gelombang tersebut. Kemudian, berlanjut dengan maraknya ruang alternatif baru pada abad ke-21, terutama di kota-kota besar di Tanah Air. 

Baca juga: Jaring & Refleksi Iwan Yusuf Terhadap Laut di Pameran Pascamasa

Hal inilah sekiranya yang menjadi gagasan awal dari para seniman jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) untuk menggelar pameran Pranala Tersirat. Dihelat Neha Hub, Creativite Gallery, mereka mencoba memperluas praktik kesenian yang tidak selalu berada di 'lingkaran pusat medan seni'.

Total terdapat 6 perupa yang berpartisipasi dalam ekshibisi di ruang alternatif di Jakarta Selatan itu. Mereka adalah Fachriza Jayadimansyah, Guntur Wibowo, Oky Arfie Hutabarat, Philips Sambalao, Walid Syarthowi Basmalah, dan Wina Luthfiyya Ipnayati.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Fadel Fadillah (@efdeel_04)


Secara umum, mereka memacak puluhan karya dua dan tiga dimensi yang unik dan menantang daya pikir. Seniman Guntur Wibowo, misalnya, mencoba memaknai persoalan kebhinekaan lewat karya bertajuk Frame of Life (mix media, 127x163 cm) yang dengan estetik menggambarkan situasi sosial di tengah tahun politik.

Lewat karya bertitimangsa 2023 itu, sang seniman menghadirkan bingkai di dalam bingkai sebagai representasi kemajemukan masyarakat. Uniknya, kumpulan frame yang ditata dalam bingkai besar itu, digores dengan palet warna-warni, sehingga menghasilkan lukisan yang ekspresif.

Karya dengan kelindan pesan yang sama juga terepresentasi dalam lukisan Still Together, Rolling Life, dan Harmony Spiritual. Di mana mayoritas menggambarkan pemandangan atau bangunan daerah, motif-motif, ciri khas etnis, elemen kearifan lokal atau adat istiadat dari berbagai daerah di Tanah Air.
 

Karya Guntur Wibowo berjudul Frame of Life (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Guntur Wibowo berjudul Frame of Life (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Ada pula karya Wina Luthfiyya Ipnayati bertajuk Katineung (mixed media on paper, 12x9 cm, 2023). Diambil dari bahasa Sunda yang berarti mengenang, seri karya yang terdiri dari beberapa medium ini, memang menggali ingatan personal sang sepersiapaniman terhadap sosok yang dia sayangi.

Hal itu misalnya terepresentasi lewat 10 seri sketsa dengan gambar seperti bolpoin, pisang, kartu uno, kacamata, hingga kuas cat. Hadirnya garis lurus yang melintang dari kiri ke kanan dalam setiap lukisan juga menyiratkan bahwa waktu selalu melekat pada ruang, dan di sanalah terajut memori.

"Karya ini secara personal dipersembahkan untuk mengenang almarhumah ibu saya. Kecenderungan palet pink dan kuning itu merepresentasikan warna-warna bahagia," kata perupa asal Majalengka, Jawa Barat itu. 

Baca juga: Menilik Suara-suara yang Bergolak di Pameran Voice Against Reason
 

Proses Persiapan

Kurator pameran, Nirwan Sambudi, mengatakan bahwa Pranala merupakan kata yang diambil dari bahasa Jawa kuno, yang berarti anak sungai, saluran, atau terusan dari sebuah kolam. Frasa inilah kemudian yang diungkai sebagai benang merah pameran, terutama untuk menghantarkan narasi dari masing-masing perupa. 

Adapun, proses kreatif dari pameran ini setidaknya membutuhkan waktu 2 bulan hingga terselenggaranya ekshibisi. Lokasi Creativite Gallery, di Neha Hub dipilih untuk mencoba memperluas pasar, alih-alih di galeri komersial yang umum diketahui publik, atau ruang lingkup para perupa IKJ.

Sebagai kurator muda, salah satu tantangan dia untuk mengkurasi pameran ini adalah bagaimana dia mengemas beragam aspek dari para perupa lintas generasi itu. Terutama dalam menguatkan pesan yang disampaikan para perupa, lewat visual warna, komposisi, dan garis.
 

karya Oky Arfie Hutabarat berjudul Ruang pemandangan (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

karya Oky Arfie Hutabarat berjudul Ruang pemandangan (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Hal itu mislanya, terejawantah dalam karya Oky Arfie Hutabarat berjudul Ruang pemandangan (drawing pastel on paper 100x60 cm, 2019). Keunikan dari karya ini adalah objek manusia yang menjadi fokus lukisan ditampilkan secara terbalik. Sementara itu, ruang-ruang yang melingkupinya, seperti pintu, perabot, hingga gedung digambarkan lewat pola sketsa yang implisit.

"Mayoritas perupa ini banyak membawa isu personal dan domestik, oleh karena itu harus diterjemahkan dalam bahasa rupa yang bisa merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang menghayatinya," kata Nirwan.

Setali tiga uang, Gie Sanjaya, owner dari Neha Hub mengatakan, dibangunnya Creativite Gallery memang ditujukan sebagai ruang alternatif baru, khususnya kesenian di Jakarta. Sebab, selain menjadi galeri, tempat tersebut juga kerap dijadikan sebagai art space untuk membuat program-program edukasi untuk masyarakat.

Beberapa di antaranya adalah, edukasi terhadap komunitas-komunitas independen yang mengangkat isu penanganan kekerasan seksual, atau isu-isu sosial lain. Terutama untuk mengedukasi masyarakat, khususnya anak muda dalam melihat dan memaknai apa yang terjadi di realitas sosial hari ini.

"Tujuan dari hadirnya tempat ini memang ingin menjadi one stop solution untuk meningkatkan peran seni dan budaya khususnya di Indonesia," katanya. 

Baca juga: Kaleidoskop 2023: Pameran Seni Rupa Penting Sepanjang 2023

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Angkat Cerita Pernikahan Toxic, Film Sehidup Semati Tayang 11 Januari 2024

BERIKUTNYA

Profil dan Fakta Menarik Cillian Murphy, Aktor Terbaik di Golden Globe Awards 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: