Dalam instalasinya, Iwan mencoba mendedah pentingnya laut bagi kehidupan manusia. (Sumber gambar Studio Jaring)

Jaring & Refleksi Iwan Yusuf Terhadap Laut di Pameran Pascamasa

29 December 2023   |   15:50 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sebagai negara maritim dan kepulauan, Indonesia dikenal dengan wilayah perairannya yang luas. Bahkan, memiliki garis pantai terpanjang di Asia Tenggara. Namun, sepertinya selama ini publik justru lama memunggungi laut, teluk, selat, dan samudera.

Karya berjudul Air Pasang/Tidal Water, yang dipacak di pameran Seni Rupa Indonesia Kini: Pascamasa, dengan jeli melihat fenomena tersebut. Instalasi gigantik berukuran 280 x 280 x 300 cm itu merupakan buah tangan dari perupa Iwan Yusuf. 

Baca juga: Profil Iwan Yusuf, Seniman yang Haus Bereksplorasi dengan Ragam Media

Dalam instalasinya, Iwan coba mendedah pentingnya laut bagi kehidupan manusia. Bagi negara maritim, laut bahkan bisa menjadi sesuatu yang potensial jika dimanfaatkan dengan sangkil. Kendati begitu, masyarakat abai dan terus menjadikannya sebagai 'tempat sampah'.

Dari kejauhan, karya tersebut mirip ranjang indah berselimutkan kelambu. Namun, saat dilihat lebih dekat, imaji dan bayang-bayang itu lenyap. Visual mengenai keindahan berubah menjadi sesuatu yang semrawut, rumit, laiknya belantara hutan rimba.

Lewat instalasi itu, Iwan merangkai jaring baru dan bekas, menjadi semacam visual tentang laut. Namun, dia juga menyelipkan berbagai jenis sampah dari daratan, yang terus mengalir ke laut,  seperti termos bekas, botol plastik, styrofoam, sandal, hingga tali tampar.

"Menurut saya,semua sampah di laut itu berasal dari darat. Makanya itu saya ambil simbol tumbuhan darat, seperti  beringin, dan yang lainnya dalam pameran ini ” kata perupa yang berdomisili di Yogyakarta itu.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Iwan Yusuf (@studio_jaring)


Iwan mengatakan, karya bertitimangsa 2023 itu bercerita tentang pengaruh laut terhadap kehidupan di darat. Menurutnya, laut adalah penentu keadaan mahluk hidup, serta menjadi salah satu penanda babak baru, atau mungkin, akhir kehidupan, bagi umat manusia di muka Bumi.

Menurutnya, laut sebagai garis horizontal terendah di Bumi, selalu menjadi tempat turunnya sesuatu dari ketinggian (daratan). Beberapa di antaranya termasuk limbah yang dibiarkan lolos lalu menumpuk di lautan, hingga tindakan pengembangan daratan di laut, berupa reklamasi.

"Sebagian besar dari media karya ini adalah sampah laut yang kami kumpulkan di Pantai Samas di pesisir pantai Selatan, Yogyakarta," katanya.

Kurator pameran Rizki A Zaelani mengatakan, Pascamasa merupakan pameran yang mencoba merespons perkembangan terkini dari praktik kesenian yang bertaut pada isu pasca. Artinya, ekshibisi kali ini memang mencoba menjelajahi isu-isu era ‘kesudahan’, seperti pascaindustrial, pascamodern, dan pascakebenaran yang juga berlangsung di masyarakat.

Menurutnya, hadirnya para perupa yang datang dari praktik kesenian berbeda merupakan simbol bagaimana seni rupa Indonesia akan berkembang ke depan. Jadi, apa yang ditampilkan tidak menyimpulkan yang sedang terjadi hari ini, tetapi justru adalah persoalan 'nanti', sebagaimana salah satunya diwakilkan lewat karya Iwan Yusuf.

Pameran Seni Rupa Indonesia Kini: Pascamasa di Galeri Nasional Indonesia menampilkan karya terbaru dari 12 perupa Indonesia dalam berbagai medium. Dari lukisan, patung, instalasi, hingga suguhan seni interaktif, semuanya merespons perkembangan terkini dari praktik kesenian yang bertaut pada isu pasca.

"Hasil praktik seni rupa, dalam pameran ini justru adalah tindakan untuk menggali, menemukan, bahkan bergulat, dengan tiap-tiap sensasi pengalaman hidup," katanya.

Sebagai tambahan informasi, laut memang kerap menjadi tema dalam pameran Iwan Yusuf. Sebelumnya, dia juga sempat menggelar pameran tunggal bertajuk Garis Ombak di Jagad Gallery. Secara umum, pameran ini menghadirkan pengalaman personal sang seniman mengenai laut dan pantai, di kota kelahirannya, Gorontalo.

Adapun, selain Iwan Yusuf, berapa seniman yang karyanya dipajang di pameran Pascamasa adalah Arafura, Arkiv Vilmansa, Azizi Al Majid, Condro Priyoaji, Franziska Fennert, Irfan Hendrian, Meliantha Muliawan, Nesar Eesar, Nona Yoanisarah, Tomy Herseta, dan Sikukeluang. Total, ada 12 perupa yang karyanya dapat dinikmati di Galeri Nasional Indonesia hingga 20 Januari 2024, setiap hari pukul 09.00-19.00 WIB. 

Baca juga: Menilik Suara-suara yang Bergolak di Pameran Voice Against Reason

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 
 

SEBELUMNYA

Fantastis, Segini Pendapatan Mariah Carey dari Lagu All I Want for Christmas is You

BERIKUTNYA

5 Corak yang Bakal Jadi Tren Desain 2024, Content Creator Wajib Tahu Nih!

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: