Fakta Gejala Kanker Pankreas, Sulit Terdeteksi & Mirip Penyakit Maag
05 January 2024 |
22:00 WIB
Genhype, nyeri ulu hati kini tak bisa lagi disepelekan. Gejala ini terlihat mirip dengan penyakit maag yang diderita orang ketika terlambat makan. Namun, nyeri di ulu hati juga merupakan pertanda munculnya penyakit yang lebih serius, seperti kanker pankreas.
Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan kanker pankreas termasuk jenis yang sulit dideteksi. Lokasinya yang tersembunyi di belakang lambung membuat gejala yang timbul sangat umum, tidak spesifik, dan terkadang mirip penyakit maag.
Baca juga: Daging Steak Berpotensi Sebabkan Kanker Pankreas, Ini Alasannya
Selain nyeri ulu hati, pengidap kanker pankreas juga biasanya akan mengalami mual dan kembung. Gejala yang sangat umum ini yang membuat sejumlah orang menyepelekan. Lantaran gejalanya mirip penyakit maag, orang jadi tidak melakukan tindakan lebih lanjut untuk pemeriksaan.
Hasilnya, deteksi kanker pankreas jadi begitu terlambat. Menurut Ari, pengidap kanker pankreas kerap kali datang ke rumah sakit dalam kondisi stadium akhir. Hal ini membuat risiko kematian akibat penyakit ini jadi makin tinggi.
“Kanker pankreas sulit dideteksi karena tidak memiliki gejala. Beberapa gejalanya mirip maag dengan adanya sakit di ulu hati. Bahkan, munculnya gejala ini bukan pertanda ada kanker, tetapi justru ciri penyakit sudah masuk tahap selanjutnya,” ungkap Ari dalam Media Briefing Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia yang digelar virtual, Jumat (05/1/2024).
Ari menegaskan bahwa gejala kanker pankreas memang tidak khas. Menurutnya, salah satu cara yang cukup efektif untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan medical check up secara rutin. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya agar deteksi kanker bisa lebih dini.
Guna mendapatkan diagnosis akurat, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti melihat ada atau tidaknya tanda penyakit kuning dan benjolan di perut. Setelah itu, beberapa pemeriksaan penunjang juga dilakukan.
Anggota dewan pertimbangan PB IDI menjelaskan ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan. Misalnya, tes darah untuk mendeteksi kadar protein CA19-9 dan mengukur kadar hormon insulin, glukagon, dan somatostatin yang berkaitan dengan kanker pankreas.
Selain itu, pemeriksaan juga meliputi fungsi hati, kadar bilirubin total, hingga lipase. Jika meningkat, dokter akan melakukan eksplorasi lebih lanjut untuk memastikan penyakitnya. Hal ini dilakukan dengan pencitraan non-invasive.
“Misalnya, dengan USG untuk mendeteksi tumor berukuran lebih dari 2 cm, CT scan abdomen untuk memberikan gambaran pankreas lebih baik, dan MRI untuk pemeriksaan EUS dan biopsy jika diperlukan,” imbuhnya.
Menurut Ari, orang yang sudah berusia 40 tahun sebaiknya melakukan medical check up secara rutin. Namun, jika seseorang termasuk dalam kategori risiko, misalnya memiliki genetik kanker dari orang tua, sebaiknya mulai melakukan medical check up pada umur 35 tahun ke atas.
“Yang tidak kalah penting adalah memperbaiki pola hidup. Sebab, penyakit ini lebih banyak menyerang kepada usia 55 tahun ke atas. Meski sebenarnya kanker pankreas juga bisa dialami oleh dewasa muda. Saya pernah menemui yang usia 30 tahun,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan bahwa dalam menangani kanker pankreas, program preventif, promotif, dan kuratif meski berjalan beriringan. Dalam hal preventif, tentu gaya hidup sehat, pola makan yang baik, dan olahraga mesti dikedepankan.
Menurutnya, paradigma lebih baik mencegah daripada mengobati mesti dilakukan, bukan hanya sebagai semboyan belaka. Sebab, cara ini juga nantinya bisa membuat potensi kematian jadi berkurang. Secara pembiayaan, orang pun tidak perlu mengeluarkan uang berlebih untuk pengobatan.
Selain itu, akses masyarakat terhadap pengobatan penyakit ini juga sebenarnya terbuka. Sebab, kanker pankreas termasuk sakit yang bisa diklaim dengan BPJS.
Baca juga: Kenali Penyebab & Gejala Kanker Paru, Penyakit yang Diderita Aktris Senior Kiki Fatmala
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan kanker pankreas termasuk jenis yang sulit dideteksi. Lokasinya yang tersembunyi di belakang lambung membuat gejala yang timbul sangat umum, tidak spesifik, dan terkadang mirip penyakit maag.
Baca juga: Daging Steak Berpotensi Sebabkan Kanker Pankreas, Ini Alasannya
Selain nyeri ulu hati, pengidap kanker pankreas juga biasanya akan mengalami mual dan kembung. Gejala yang sangat umum ini yang membuat sejumlah orang menyepelekan. Lantaran gejalanya mirip penyakit maag, orang jadi tidak melakukan tindakan lebih lanjut untuk pemeriksaan.
Hasilnya, deteksi kanker pankreas jadi begitu terlambat. Menurut Ari, pengidap kanker pankreas kerap kali datang ke rumah sakit dalam kondisi stadium akhir. Hal ini membuat risiko kematian akibat penyakit ini jadi makin tinggi.
“Kanker pankreas sulit dideteksi karena tidak memiliki gejala. Beberapa gejalanya mirip maag dengan adanya sakit di ulu hati. Bahkan, munculnya gejala ini bukan pertanda ada kanker, tetapi justru ciri penyakit sudah masuk tahap selanjutnya,” ungkap Ari dalam Media Briefing Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia yang digelar virtual, Jumat (05/1/2024).
Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam (Sumber gambar: tangkapan layar media briefing PB IDI)
Guna mendapatkan diagnosis akurat, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti melihat ada atau tidaknya tanda penyakit kuning dan benjolan di perut. Setelah itu, beberapa pemeriksaan penunjang juga dilakukan.
Anggota dewan pertimbangan PB IDI menjelaskan ada beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan. Misalnya, tes darah untuk mendeteksi kadar protein CA19-9 dan mengukur kadar hormon insulin, glukagon, dan somatostatin yang berkaitan dengan kanker pankreas.
Selain itu, pemeriksaan juga meliputi fungsi hati, kadar bilirubin total, hingga lipase. Jika meningkat, dokter akan melakukan eksplorasi lebih lanjut untuk memastikan penyakitnya. Hal ini dilakukan dengan pencitraan non-invasive.
“Misalnya, dengan USG untuk mendeteksi tumor berukuran lebih dari 2 cm, CT scan abdomen untuk memberikan gambaran pankreas lebih baik, dan MRI untuk pemeriksaan EUS dan biopsy jika diperlukan,” imbuhnya.
(Sumber gambar: tangkapan layar media briefing PB IDI)
“Yang tidak kalah penting adalah memperbaiki pola hidup. Sebab, penyakit ini lebih banyak menyerang kepada usia 55 tahun ke atas. Meski sebenarnya kanker pankreas juga bisa dialami oleh dewasa muda. Saya pernah menemui yang usia 30 tahun,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan bahwa dalam menangani kanker pankreas, program preventif, promotif, dan kuratif meski berjalan beriringan. Dalam hal preventif, tentu gaya hidup sehat, pola makan yang baik, dan olahraga mesti dikedepankan.
Menurutnya, paradigma lebih baik mencegah daripada mengobati mesti dilakukan, bukan hanya sebagai semboyan belaka. Sebab, cara ini juga nantinya bisa membuat potensi kematian jadi berkurang. Secara pembiayaan, orang pun tidak perlu mengeluarkan uang berlebih untuk pengobatan.
Selain itu, akses masyarakat terhadap pengobatan penyakit ini juga sebenarnya terbuka. Sebab, kanker pankreas termasuk sakit yang bisa diklaim dengan BPJS.
Baca juga: Kenali Penyebab & Gejala Kanker Paru, Penyakit yang Diderita Aktris Senior Kiki Fatmala
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.