Eksklusif Ernest Prakasa: Menatap Industri Film 2024 dengan Optimistis
30 December 2023 |
19:30 WIB
Ekspresi lega tampak pada wajah Ernest Prakasa pada suatu momen di pertengahan Desember 2023 lalu. Kala itu, official trailer film berjudul Agak Laen baru saja dirilis. Film ini diplot sebagai suguhan pembuka dari produser muda ini untuk mengarungi industri perfilman tahun baru 2024.
Judul baru ini menjadi penanda film panjang produksi ketiga dari Imajinari, sebuah perusahaan film yang dirintisnya bersama Dipa Andika beberapa tahun lalu. Setelah 8 tahun menjalin kemitraan dengan Starvision Plus (2015-2022), Ernest memulai keberanian dengan membuka lembaran baru dalam perjalanannya sebagai pekerja film di Imajinari.
Rumah barunya ini disebutnya sebagai tempat melanjutkan proses tanpa akhir dalam belajar dan bertumbuh. Imajinari adalah saudara kandung dari HAHAHA Corp, artist management yang juga dirintis bersama Dipa pada 2012 .
Meski sebagai rumah produksi usianya baru seumur jagung, sejumlah capaian menarik telah diraihnya. Film perdana Imajinari berjudul Ngeri-Ngeri Sedap berhasil meraih 2.886.121 penonton. Film yang menjadi debut rumah produksinya itu juga terpilih sebagai perwakilan Indonesia untuk kategori Best International Feature di Oscars 2022.
Baca juga: Lantaran Ini, Ernest Prakasa Akui Kesulitan Tentukan Jadwal Tayang Film Agak Laen
Tahun ini, Imajinari makin moncer. Ada dua sitkom dan tiga film panjang bioskop yang berhasil diproduksi. Satu film panjang berjudul Jatuh Cinta Seperti di Film-Film telah tayang pada 30 November 2023.
Dua film lainnya, yakni Agak Laen dan Kaka Boss disiapkan untuk tayang pada 2024. Film Agak Laen telah menentukan jadwal tayang pada 1 Februari 2024, sedangkan film Kaka Boss sejauh ini belum merilis tanggal penayangannya.
Bagi Ernest, tahun depan masih akan jadi tahun yang seru bagi industri film. Menyiapkan setidaknya dua film panjang pada 2024 menjadi sebuah sinyal optimisme darinya dalam menghadapi tahun politik tersebut.
Kepada Hypeabis.id, Ernest berbicara mengenai ekosistem perfilman Indonesia saat ini, tantangan yang bakal muncul, hingga strategi Imajinari ke depan. Berikut petikannya:
Jika melihat capaian film Indonesia tahun ini, bagaimana Anda melihat prospek perfilman Indonesia pada 2024?
Pencapaian film Indonesia tahun ini cukup bagus meski bisa dibilang tidak sespektakuler tahun lalu. Sebab, tahun lalu ada banyak faktor pendorongnya, termasuk ada euforia yang muncul setelah sekian lama tidak bisa menonton film di bioskop akibat pandemi Covid.19.
Tahun ini sepertinya industri sudah berjalan ke fase kenormalan baru lagi. Akan tetapi, saya melihat angkanya tetap positif. Jadi, saya saya yakin tahun depan sih selama pemilu berjalan dengan lancar dan tidak ada masalah di Indonesia, trennya masih akan meningkat.
Kalau secara ekosistem bagaimana? Sudah mendukung para sineas di dalamnya untuk berkarya berkelanjutan?
Ekosistem perfilman Indonesia sudah mendukung untuk para sineas berkarya secara berkelanjutan. Namun, yang perlu dan sedang kita coba perbaiki adalah persoalan jam kerja di industri ini. Di Indonesia, jam kerja sering kali jadi hal yang tidak diperhatikan secara serius.
Sebab, persoalan jam kerja juga berkaitan dengan bujet produksi. Dalam artian, kalau jumlah hari yang dipakai buat syuting bertambah, efeknya bujet produksi naik. Akhirnya, jam kerja yang jadi dikorbankan agar tidak menambah hari.
Namun, masalahnya, ada banyak orang yang tetap mau berkompromi, mau bekerja meski sedang tidak dalam kondisi yang ideal. Nah, hal ini kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk membuat produksi yang kurang manusiawi.
Tahun 2024 ada Pemilu, sejauh mana pengaruh tahun politik terhadap industri perfilman?
Kalau pengaruh tahun politik pada perfilman sih rasanya baik-baik saja. Waktu 2019, angka penonton bioskop saat itu juga baik, bahkan tinggi sekali. Jadi, selama kehidupan beroperasi dengan normal, seharusnya industri ini bisa tetap berjalan degan baik.
Bagaimana Imajinari menyiapkan strategi khusus pada 2024 terkait produksi, penayangan, pembiayaan film, dll?
Sejauh ini belum ada strategi khusus. Kami masih baru, jadi cukup modest dengan hanya merilis dua film dalam setahun. Kalau dari segi pembiayaan, kami belakangan sering membuka skema investasi langsung ke project-nya, bukan ke rumah produksi secara keseluruhan.
Jadi, investasi yang berjalan itu langsung ke proyek film yang lagi digarap, bukan ke perusahaannya. Menurut saya, kalau funding itu masuk ke perusahaan, akan ada potensi kehilangan independensi dalam menentukan roadmap perusahaan.
Dengan membuka investasi ke dalam project, kita tetap punya otoritas penuh membuat roadmap sendiri tentang strategi perusahaan secara garis besar.
Apakah pada 2024, ada kondisi lain atau tantangan lain yang cukup menjadi kekhawatiran atau justru sebaliknya?
Rasanya enggak ada ya. Optimistis saja. baik-baik saja.
Apa ekspektasi Anda terhadap jumlah penonton film Indonesia? Kondisi pasarnya akan makin menarik?
Sebenarnya Indonesia masih sangat luas sekali marketnya dan potensinya masih banyak yang belum tersentuh. Karena jumlah layar kita dibanding jumlah penduduknya masih rendah sekali rasionya. Bahkan, kami lebih rendah dibanding Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
Masih banyak kota yang belum punya bioskop. Nah, ini potensi yang bisa meningkatkan jumlah penonton Indonesia. Ya, semoga bisa makin banyak.
Bagaimana Anda melihat wadah penayangan OTT tahun depan?
OTT di Indonesia saat ini masih berada di tahap awal ya, mungkin seperti di fase balita. Industri ini sepertinya belum memiliki fondasi yang kuat. Saya melihat prosesnya akan masih panjang ke depan.
Sebab, lawan OTT itu sebenarnya adalah film-film bajakan kan. Nah, masalahnya bajakan di sini benar-benar tidak terkendali. Jadi, butuh waktu untuk membentuk kesadaran bersama agar mau menonton konten secara legal, meski harus membayar untuk hal tersebut.
Bagaimana Anda melihat proses regenerasi pelaku film di Indonesia? Tolok ukurnya bisa dilihat dari mana?
Nah, proses regenerasi ini juga jadi masalah cukup besar di industri film. Sebab, kita tidak punya banyak sarana pendidikan film. Kampus atau kursus yang untuk industri dengan ukuran sebesar kita itu pengembangan SDM masih minim. Ini mungkin butuh peran pemerintah dalam hal seperti ini.
Dari genre atau bentuk, Bagaimana Anda melihat tontonan yang akan hadir pada 2024? Ada pola baru/khusus yang akan terjadi?
Horor masih akan jadi primadona, karena kedekatan kita dengan genre ini sudah menahun. Dari kecil bahkan kita sudah ditakut-takuti oleh horor. Jadi, genre ini akan selalu hidup. Namun, pasti akan ada genre penyeimbang, mulai dari komedi, drama, dan sebagainya.
Keberagaman ini menjadi hal yang wajib sih. Sebab, kalau yang muncul horor semua, penonton bisa jenuh. Khawatirnya, penonton malah jadi enggan ke bioskop dan malah jadi sepi.
Sudah ada banyak gaungnya film indonesia yang lolos festival film internasional, tapi dari komersial bagaimana? Apa sih kunci untuk bisa ekspor film seperti Korea atau Hollywood?
Kalau ekspor film, kaitannya dengan brand. Korea sekarang sudah sukses mem-branding diri mereka, sehingga kita punya kepercayaan. Bahwa, oh ada film Korea, ya oke. Bahkan, ketika kita belum tahu sutradaranya siapa, tetapi ketika itu di-branding film Korea, orang sudah percaya duluan atau setidaknya mau menengok.
Baca juga: Begini Kata Sutradara Ernest Prakasa tentang Teater Musikal Cek Toko Sebelah
Nah, branding itu kita belum punya. Kalau kita mau berbicara internasional, menurut saya ada dua hal utama yang perlu dibicarakan. Pertama adalah peran dari pemerintah seperti yang dilakukan di Korea dan Thailand, misalnya. Kedua, secara pribadi, Indonesia itu marketnya masih sangat luas. Jadi, di samping mengejar ke luar, perlu ada juga fokus ke dalam. Dimulai dari bikin konten terbaik buat orang Indonesia.
Editor: Fajar Sidik
Judul baru ini menjadi penanda film panjang produksi ketiga dari Imajinari, sebuah perusahaan film yang dirintisnya bersama Dipa Andika beberapa tahun lalu. Setelah 8 tahun menjalin kemitraan dengan Starvision Plus (2015-2022), Ernest memulai keberanian dengan membuka lembaran baru dalam perjalanannya sebagai pekerja film di Imajinari.
Rumah barunya ini disebutnya sebagai tempat melanjutkan proses tanpa akhir dalam belajar dan bertumbuh. Imajinari adalah saudara kandung dari HAHAHA Corp, artist management yang juga dirintis bersama Dipa pada 2012 .
Meski sebagai rumah produksi usianya baru seumur jagung, sejumlah capaian menarik telah diraihnya. Film perdana Imajinari berjudul Ngeri-Ngeri Sedap berhasil meraih 2.886.121 penonton. Film yang menjadi debut rumah produksinya itu juga terpilih sebagai perwakilan Indonesia untuk kategori Best International Feature di Oscars 2022.
Baca juga: Lantaran Ini, Ernest Prakasa Akui Kesulitan Tentukan Jadwal Tayang Film Agak Laen
Tahun ini, Imajinari makin moncer. Ada dua sitkom dan tiga film panjang bioskop yang berhasil diproduksi. Satu film panjang berjudul Jatuh Cinta Seperti di Film-Film telah tayang pada 30 November 2023.
Dua film lainnya, yakni Agak Laen dan Kaka Boss disiapkan untuk tayang pada 2024. Film Agak Laen telah menentukan jadwal tayang pada 1 Februari 2024, sedangkan film Kaka Boss sejauh ini belum merilis tanggal penayangannya.
Bagi Ernest, tahun depan masih akan jadi tahun yang seru bagi industri film. Menyiapkan setidaknya dua film panjang pada 2024 menjadi sebuah sinyal optimisme darinya dalam menghadapi tahun politik tersebut.
Kepada Hypeabis.id, Ernest berbicara mengenai ekosistem perfilman Indonesia saat ini, tantangan yang bakal muncul, hingga strategi Imajinari ke depan. Berikut petikannya:
Jika melihat capaian film Indonesia tahun ini, bagaimana Anda melihat prospek perfilman Indonesia pada 2024?
Pencapaian film Indonesia tahun ini cukup bagus meski bisa dibilang tidak sespektakuler tahun lalu. Sebab, tahun lalu ada banyak faktor pendorongnya, termasuk ada euforia yang muncul setelah sekian lama tidak bisa menonton film di bioskop akibat pandemi Covid.19.
Tahun ini sepertinya industri sudah berjalan ke fase kenormalan baru lagi. Akan tetapi, saya melihat angkanya tetap positif. Jadi, saya saya yakin tahun depan sih selama pemilu berjalan dengan lancar dan tidak ada masalah di Indonesia, trennya masih akan meningkat.
Kalau secara ekosistem bagaimana? Sudah mendukung para sineas di dalamnya untuk berkarya berkelanjutan?
Ekosistem perfilman Indonesia sudah mendukung untuk para sineas berkarya secara berkelanjutan. Namun, yang perlu dan sedang kita coba perbaiki adalah persoalan jam kerja di industri ini. Di Indonesia, jam kerja sering kali jadi hal yang tidak diperhatikan secara serius.
Sebab, persoalan jam kerja juga berkaitan dengan bujet produksi. Dalam artian, kalau jumlah hari yang dipakai buat syuting bertambah, efeknya bujet produksi naik. Akhirnya, jam kerja yang jadi dikorbankan agar tidak menambah hari.
Namun, masalahnya, ada banyak orang yang tetap mau berkompromi, mau bekerja meski sedang tidak dalam kondisi yang ideal. Nah, hal ini kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah orang untuk membuat produksi yang kurang manusiawi.
Tahun 2024 ada Pemilu, sejauh mana pengaruh tahun politik terhadap industri perfilman?
Kalau pengaruh tahun politik pada perfilman sih rasanya baik-baik saja. Waktu 2019, angka penonton bioskop saat itu juga baik, bahkan tinggi sekali. Jadi, selama kehidupan beroperasi dengan normal, seharusnya industri ini bisa tetap berjalan degan baik.
Bagaimana Imajinari menyiapkan strategi khusus pada 2024 terkait produksi, penayangan, pembiayaan film, dll?
Sejauh ini belum ada strategi khusus. Kami masih baru, jadi cukup modest dengan hanya merilis dua film dalam setahun. Kalau dari segi pembiayaan, kami belakangan sering membuka skema investasi langsung ke project-nya, bukan ke rumah produksi secara keseluruhan.
Jadi, investasi yang berjalan itu langsung ke proyek film yang lagi digarap, bukan ke perusahaannya. Menurut saya, kalau funding itu masuk ke perusahaan, akan ada potensi kehilangan independensi dalam menentukan roadmap perusahaan.
Dengan membuka investasi ke dalam project, kita tetap punya otoritas penuh membuat roadmap sendiri tentang strategi perusahaan secara garis besar.
Apakah pada 2024, ada kondisi lain atau tantangan lain yang cukup menjadi kekhawatiran atau justru sebaliknya?
Rasanya enggak ada ya. Optimistis saja. baik-baik saja.
Apa ekspektasi Anda terhadap jumlah penonton film Indonesia? Kondisi pasarnya akan makin menarik?
Sebenarnya Indonesia masih sangat luas sekali marketnya dan potensinya masih banyak yang belum tersentuh. Karena jumlah layar kita dibanding jumlah penduduknya masih rendah sekali rasionya. Bahkan, kami lebih rendah dibanding Thailand, Vietnam, dan Malaysia.
Masih banyak kota yang belum punya bioskop. Nah, ini potensi yang bisa meningkatkan jumlah penonton Indonesia. Ya, semoga bisa makin banyak.
Ernest Prakasa (Sumber gambar: Arman Poplicist)
Bagaimana Anda melihat wadah penayangan OTT tahun depan?
OTT di Indonesia saat ini masih berada di tahap awal ya, mungkin seperti di fase balita. Industri ini sepertinya belum memiliki fondasi yang kuat. Saya melihat prosesnya akan masih panjang ke depan.
Sebab, lawan OTT itu sebenarnya adalah film-film bajakan kan. Nah, masalahnya bajakan di sini benar-benar tidak terkendali. Jadi, butuh waktu untuk membentuk kesadaran bersama agar mau menonton konten secara legal, meski harus membayar untuk hal tersebut.
Bagaimana Anda melihat proses regenerasi pelaku film di Indonesia? Tolok ukurnya bisa dilihat dari mana?
Nah, proses regenerasi ini juga jadi masalah cukup besar di industri film. Sebab, kita tidak punya banyak sarana pendidikan film. Kampus atau kursus yang untuk industri dengan ukuran sebesar kita itu pengembangan SDM masih minim. Ini mungkin butuh peran pemerintah dalam hal seperti ini.
Dari genre atau bentuk, Bagaimana Anda melihat tontonan yang akan hadir pada 2024? Ada pola baru/khusus yang akan terjadi?
Horor masih akan jadi primadona, karena kedekatan kita dengan genre ini sudah menahun. Dari kecil bahkan kita sudah ditakut-takuti oleh horor. Jadi, genre ini akan selalu hidup. Namun, pasti akan ada genre penyeimbang, mulai dari komedi, drama, dan sebagainya.
Keberagaman ini menjadi hal yang wajib sih. Sebab, kalau yang muncul horor semua, penonton bisa jenuh. Khawatirnya, penonton malah jadi enggan ke bioskop dan malah jadi sepi.
Sudah ada banyak gaungnya film indonesia yang lolos festival film internasional, tapi dari komersial bagaimana? Apa sih kunci untuk bisa ekspor film seperti Korea atau Hollywood?
Kalau ekspor film, kaitannya dengan brand. Korea sekarang sudah sukses mem-branding diri mereka, sehingga kita punya kepercayaan. Bahwa, oh ada film Korea, ya oke. Bahkan, ketika kita belum tahu sutradaranya siapa, tetapi ketika itu di-branding film Korea, orang sudah percaya duluan atau setidaknya mau menengok.
Baca juga: Begini Kata Sutradara Ernest Prakasa tentang Teater Musikal Cek Toko Sebelah
Nah, branding itu kita belum punya. Kalau kita mau berbicara internasional, menurut saya ada dua hal utama yang perlu dibicarakan. Pertama adalah peran dari pemerintah seperti yang dilakukan di Korea dan Thailand, misalnya. Kedua, secara pribadi, Indonesia itu marketnya masih sangat luas. Jadi, di samping mengejar ke luar, perlu ada juga fokus ke dalam. Dimulai dari bikin konten terbaik buat orang Indonesia.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.