Manifestasi Spiritual Dwi Sasono dalam Proyek Patung Restorasi 'Lebur'
26 June 2023 |
13:24 WIB
1
Like
Like
Like
Akhir 2014 menjadi awal baru bagi perjalanan Dwi Sasono sebagai seniman. Kala itu, aktor berusia 43 tahun itu sedang merayakan usia pernikahannya dengan sang istri, Widi Mulia, yang ke tujuh tahun. Di sebuah desa di Yogyakarta, dia ditawari untuk membeli sebuah patung sapi dengan bentuk yang tidak utuh.
Patung tersebut hanya terdiri dari bagian badan dan kaki depan, tanpa kepala dan ekornya. Tanpa pikir panjang, akhirnya dia memboyong patung sapi tidak sempurna itu ke rumahnya di Jakarta. Sejak saat itu, dia sering bermeditasi di sekitar pekarangan rumahnya sambil memandangi patung tersebut.
Baca juga: Eksklusif Sosok Jim Supangkat: Membaca Peta Seni Rupa Dunia Setelah Satu Abad Gagal Paham
Hari demi hari melihat dan mengamati patung itu, Dwi membayangkan bagaimana bentuk sapi tersebut jika menjelma menjadi sebuah patung yang utuh. Dia bertanya-tanya dengan dirinya sendiri, bagaimana caranya untuk menyempurnakan patung itu. Siapa sangka, pertanyaan itu rupanya membawanya pada perenungan yang lebih jauh sekaligus awal ketertarikannya untuk memperhatikan patung-patung yang tidak lengkap.
"Saya melihat patung ini bisa lengkap tapi kok sepertinya dengan elemen yang lain. Tapi saya membayangkannya dengan sesuatu yang berkilau," kata pria kelahiran Surabaya itu.
Seiring waktu, pemikiran untuk melengkapi potongan patung batu dengan pun terus menyeruak dalam dirinya. Dalam berbagai perjalanan ke luar kota dan melihat sejumlah patung batu yang tidak sempurna entah itu di tempat pengrajin ataupun halaman rumah seseorang, dia selalu tergelitik untuk menyempurnakannya.
Dwi pun mulai mencoba membeli beberapa patung Buddha yang tidak utuh dari pengrajin patung di beberapa daerah seperti Muntilan, Yogyakarta, Mojokerto, hingga Bali, termasuk bertanya kepada sejumlah pengrajin untuk tahu bagaimana melengkapi patung-patung tersebut. Dwi akhirnya menyimpulkan untuk mencoba menyempurnakan patung-patung itu dengan elemen logam untuk mencapai bentuk yang lebih artistik.
Baginya, patung-patung yang rusak itu telah melewati proses karma sekaligus hening, sampai pada akhirnya mereka disempurnakan dengan proses peleburan atau pencampuran dengan elemen logam. Layaknya proses kehidupan yang dialami tiap manusia, terlahir, ditempa, kemudian terlahir kembali menjadi sosok yang baru.
"Saya melihat patung-patung yang patah itu memiliki keindahannya sendiri," kata aktor pemeran film Mencuri Raden Saleh itu.
Akhirnya, pada 2018, Dwi mantap untuk menekuni proyek restorasi patung dan menamainya dengan proyek Lebur. Dia memulai proyeknya dengan menggarap 13 patung sekaligus untuk menggelar pameran perdananya. Patung-patung tersebut dipilihnya karena dirasa memiliki frekuensi dan vibrasi tersendiri dengan dirinya.
Namun, perjalanan Dwi untuk mewujudkan proyeknya itu tidak berjalan mulus. Tak sedikit pengrajin yang tidak menyanggupi untuk menyempurnakan patung-patung batu yang patah dengan material logam. Sekalipun ada yang menyanggupi, Dwi merasa tidak sreg dengan hasilnya. Barulah pada 2019, dia bertemu dengan seorang pengrajin logam di daerah Mojokerto yang menyanggupi proyek tersebut sampai saat ini.
Bagi Dwi, pengrajin tersebut memiliki teknik tersendiri untuk melengkapi patung-patung batu yang tidak utuh dengan logam, begitupun dalam menentukan campuran material logamnya. Sampai akhirnya, dia dan sang pengrajin menentukan bahwa material kuningan atau campuran kuningan-perunggu bisa menjadi alternatif terbaik untuk digabungkan dengan patung batu.
Berselang dua tahun atau tepatnya pada 2020, 13 patung dalam proyek perdana Lebur akhirnya selesai. Namun, proses pamerannya terpaksa harus tertunda karena pandemi yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia. Terlebih, kala itu, Dwi harus menjalani proses rehabilitasi karena kasus kepemilikan ganja yang menimpanya. Namun, baginya, itu justru menjadi bagian dari proses Lebur itu sendiri.
Selama enam bulan menjalani proses rehabilitasi, Dwi mengaku ditempa dengan banyak hal yang menjadi bagian pembelajaran dalam perjalanan kehidupannya sebagai manusia untuk menjadi pribadi yang baru dan lebih baik. "Saya melihat ini menjadi bagian dari Lebur, dari karya saya. Jadi Lebur ini adalah perenungan mendalam saya," ucapnya.
Kebanyakan patung yang dia dapatkan merupakan patung-patung dari ajaran Hindu dan Buddha. Meski begitu, dalam prosesnya, dia juga melakukan riset untuk mengidentifikasi patung batu yang tidak sempurna untuk menentukan wujud versi utuhnya. Sebab, tak jarang dia kesulitan untuk mengenali beberapa patung karena bentuknya yang hampir sama antara satu sama lain.
Dalam prosesnya, pengrajin akan melengkapi bagian patung yang hilang terlebih dahulu menggunakan lilin hingga menjadi satu wujud yang utuh. Jika bentuk dan ukurannya sudah sesuai, cetakan lilin akan dilapisi dengan pasir halus dilanjutkan dilapisi dengan tanah kasar. Pada bagian tengah cetakan lilin nantinya dibuat lubang untuk menaruh lelehan logam.
Ketika cairan logam panas dimasukkan, cetakan lilin otomatis akan meleleh sehingga yang tersisa adalah lapisan pasir yang berada di sisi luar. Nantinya, tutup pasir akan dibuka sehingga terbentuklah cetakan patung yang terbuat dari logam.
Beberapa patung yang telah dia restorasi dalam proyek Lebur diantaranya patung Ganesha yang merepresentasikan pengetahuan, Garuda Bhirawan mewakili kekuatan dan ketegasan, Buddha in Samadhi Mudra menggambarkan proses pembersihan diri, Buddha in Samshri Mudra mencitrakan kondisi rentan, dan Shishi sebagai simbol penjaga.
Adapun, saat ini, Dwi tengah mengerjakan sekitar 20 patung rekonstruksi dengan ukuran yang lebih besar dari karya-karyanya sebelumnya. Salah satunya adalah patung Dewi Sri yang tingginya mencapai hampir dua meter.
Untuk merestorasi satu patung, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar yakni mulai dari 3-6 bulan. Bagi Dwi, proyek ini bukan pekerjaan yang harus kejar tayang melainkan menjadi semacam perjalanan spiritualnya sebagai seorang manusia. "Perpaduan antara batu dan logam ini adalah sebuah ikatan meleburnya antara tubuh, jiwa, pikiran, dan spiritual. Itulah lebur," jelasnya.
Menyatunya dua material yakni batu yang identik dengan warna yang gelap dan logam yang berkilau juga secara tidak langsung menjadi simbol kehidupan yang selalu akan memiliki dua sisi, di balik sisi yang muram akan selalu ada cahaya yang akan memberikan pencerahan. Namun, Dwi tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan material selain logam dalam karya-karyanya berikutnya.
Meski berangkat dari rasa ketertarikannya, Dwi juga membuka diri bagi siapa saja yang ingin mengadopsi dan membeli karya-karya patungnya. Sebelumnya, patung-patung rekonstruksinya juga telah mengikuti pameran kolektif Artina di Mal Sarinah, Jakarta, pada awal tahun ini dan Art Jakarta Gardens 2022. Adapun, dia juga akan menggelar pameran pada akhir tahun ini.
Tak hanya berhenti pada karya-karya patung, ke depannya, Dwi mengaku akan menjadikan Lebur sebagai sebuah entitas seni miliknya. Dia akan membuat karya-karya lain di bawah nama Lebur, salah satunya membuat produk wewangian dan parfum khas dengan aroma bebatuan. "Ada juga keinginan untuk buat galeri Lebur antara di Bali atau Jogja," ujarnya.
Menurut Kurator Bob Edrian, gagasan untuk merestorasi patung menjadi karya seni yang artistik yang ditekuni Dwi menjadi salah satu kelebihan tersendiri dari proyek Lebur. Menurutnya, tak banyak seniman di Indonesia yang memiliki konsep untuk merestorasi patung-patung yang rusak dan menyempurnakannya dengan material yang berbeda.
Kelebihan lain terletak pada presentasi karya patung Lebur yang disajikan dengan elemen-elemen lain yakni bunyi yang dihasilkan dari tumbuhan yang muncul dalam karya-karya patung batunya, juga wewangian yang dibuat dengan aroma bebatuan yang khas. Dalam hal ini, makna Lebur sebagai nama proyek ini juga menjadi lebih luas.
Di sisi lain, penggunaan artisan dalam mengeksekusi sebuah karya seni juga sudah terbilang lumrah dalam medan seni rupa baik dalam skala global maupun lokal. Beberapa seniman yang menggunakan artisan dalam menciptakan karyanya adalah Jeff Koons dan Nyoman Nuarta. Sebab, tak setiap karya seni harus merupakan buah tangan langsung sang seniman.
"Dalam perkembangan seni kontemporer sejak tahun 1980-an akhir sampai sekarang, kemampuan teknis bukan satu-satunya ukuran utama seorang seniman dalam membuat karya, tetapi juga bagaimana ide atau gagasan itu dibuat," katanya.
Bob menilai satu hal yang masih perlu dieksplorasi dari proyek Lebur dari Dwi adalah dari sisi narasi untuk semakin memperkaya sisi gagasan sekaligus autentikasi karya-karya patung tersebut. Sebab, menurutnya, sebelum direstorasi, patung-patung tersebut sudah memiliki identifikasi dan narasinya masing-masing sesuai dengan wujudnya. "Ada pengembangan secara narasi yang perlu ditambahkan," ujarnya.
Baca juga: Jadi Jin Metal, Aktor Dwi Sasono Harus Pakai Makeup Tebal hingga Jaket Seberat 8 Kilogram
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Patung tersebut hanya terdiri dari bagian badan dan kaki depan, tanpa kepala dan ekornya. Tanpa pikir panjang, akhirnya dia memboyong patung sapi tidak sempurna itu ke rumahnya di Jakarta. Sejak saat itu, dia sering bermeditasi di sekitar pekarangan rumahnya sambil memandangi patung tersebut.
Baca juga: Eksklusif Sosok Jim Supangkat: Membaca Peta Seni Rupa Dunia Setelah Satu Abad Gagal Paham
Hari demi hari melihat dan mengamati patung itu, Dwi membayangkan bagaimana bentuk sapi tersebut jika menjelma menjadi sebuah patung yang utuh. Dia bertanya-tanya dengan dirinya sendiri, bagaimana caranya untuk menyempurnakan patung itu. Siapa sangka, pertanyaan itu rupanya membawanya pada perenungan yang lebih jauh sekaligus awal ketertarikannya untuk memperhatikan patung-patung yang tidak lengkap.
"Saya melihat patung ini bisa lengkap tapi kok sepertinya dengan elemen yang lain. Tapi saya membayangkannya dengan sesuatu yang berkilau," kata pria kelahiran Surabaya itu.
Seiring waktu, pemikiran untuk melengkapi potongan patung batu dengan pun terus menyeruak dalam dirinya. Dalam berbagai perjalanan ke luar kota dan melihat sejumlah patung batu yang tidak sempurna entah itu di tempat pengrajin ataupun halaman rumah seseorang, dia selalu tergelitik untuk menyempurnakannya.
Dwi pun mulai mencoba membeli beberapa patung Buddha yang tidak utuh dari pengrajin patung di beberapa daerah seperti Muntilan, Yogyakarta, Mojokerto, hingga Bali, termasuk bertanya kepada sejumlah pengrajin untuk tahu bagaimana melengkapi patung-patung tersebut. Dwi akhirnya menyimpulkan untuk mencoba menyempurnakan patung-patung itu dengan elemen logam untuk mencapai bentuk yang lebih artistik.
Aktor Dwi Sasono dengan beberapa patung restorasi dalam proyek Lebur (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
"Saya melihat patung-patung yang patah itu memiliki keindahannya sendiri," kata aktor pemeran film Mencuri Raden Saleh itu.
Akhirnya, pada 2018, Dwi mantap untuk menekuni proyek restorasi patung dan menamainya dengan proyek Lebur. Dia memulai proyeknya dengan menggarap 13 patung sekaligus untuk menggelar pameran perdananya. Patung-patung tersebut dipilihnya karena dirasa memiliki frekuensi dan vibrasi tersendiri dengan dirinya.
Namun, perjalanan Dwi untuk mewujudkan proyeknya itu tidak berjalan mulus. Tak sedikit pengrajin yang tidak menyanggupi untuk menyempurnakan patung-patung batu yang patah dengan material logam. Sekalipun ada yang menyanggupi, Dwi merasa tidak sreg dengan hasilnya. Barulah pada 2019, dia bertemu dengan seorang pengrajin logam di daerah Mojokerto yang menyanggupi proyek tersebut sampai saat ini.
Bagi Dwi, pengrajin tersebut memiliki teknik tersendiri untuk melengkapi patung-patung batu yang tidak utuh dengan logam, begitupun dalam menentukan campuran material logamnya. Sampai akhirnya, dia dan sang pengrajin menentukan bahwa material kuningan atau campuran kuningan-perunggu bisa menjadi alternatif terbaik untuk digabungkan dengan patung batu.
Berselang dua tahun atau tepatnya pada 2020, 13 patung dalam proyek perdana Lebur akhirnya selesai. Namun, proses pamerannya terpaksa harus tertunda karena pandemi yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia. Terlebih, kala itu, Dwi harus menjalani proses rehabilitasi karena kasus kepemilikan ganja yang menimpanya. Namun, baginya, itu justru menjadi bagian dari proses Lebur itu sendiri.
Selama enam bulan menjalani proses rehabilitasi, Dwi mengaku ditempa dengan banyak hal yang menjadi bagian pembelajaran dalam perjalanan kehidupannya sebagai manusia untuk menjadi pribadi yang baru dan lebih baik. "Saya melihat ini menjadi bagian dari Lebur, dari karya saya. Jadi Lebur ini adalah perenungan mendalam saya," ucapnya.
Proses Restorasi Patung
Dalam proyek ini, Dwi memilih dan mengkurasi patung-patung yang akan direstorasi termasuk konsep dan melakukan penyempurnaan pada tahap akhir (finishing). Sementara untuk proses penyempurnaan patung batu dengan material logam sepenuhnya dikerjakan oleh pengrajin.Kebanyakan patung yang dia dapatkan merupakan patung-patung dari ajaran Hindu dan Buddha. Meski begitu, dalam prosesnya, dia juga melakukan riset untuk mengidentifikasi patung batu yang tidak sempurna untuk menentukan wujud versi utuhnya. Sebab, tak jarang dia kesulitan untuk mengenali beberapa patung karena bentuknya yang hampir sama antara satu sama lain.
Dalam prosesnya, pengrajin akan melengkapi bagian patung yang hilang terlebih dahulu menggunakan lilin hingga menjadi satu wujud yang utuh. Jika bentuk dan ukurannya sudah sesuai, cetakan lilin akan dilapisi dengan pasir halus dilanjutkan dilapisi dengan tanah kasar. Pada bagian tengah cetakan lilin nantinya dibuat lubang untuk menaruh lelehan logam.
Ketika cairan logam panas dimasukkan, cetakan lilin otomatis akan meleleh sehingga yang tersisa adalah lapisan pasir yang berada di sisi luar. Nantinya, tutup pasir akan dibuka sehingga terbentuklah cetakan patung yang terbuat dari logam.
Beberapa patung yang telah dia restorasi dalam proyek Lebur diantaranya patung Ganesha yang merepresentasikan pengetahuan, Garuda Bhirawan mewakili kekuatan dan ketegasan, Buddha in Samadhi Mudra menggambarkan proses pembersihan diri, Buddha in Samshri Mudra mencitrakan kondisi rentan, dan Shishi sebagai simbol penjaga.
Adapun, saat ini, Dwi tengah mengerjakan sekitar 20 patung rekonstruksi dengan ukuran yang lebih besar dari karya-karyanya sebelumnya. Salah satunya adalah patung Dewi Sri yang tingginya mencapai hampir dua meter.
Untuk merestorasi satu patung, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar yakni mulai dari 3-6 bulan. Bagi Dwi, proyek ini bukan pekerjaan yang harus kejar tayang melainkan menjadi semacam perjalanan spiritualnya sebagai seorang manusia. "Perpaduan antara batu dan logam ini adalah sebuah ikatan meleburnya antara tubuh, jiwa, pikiran, dan spiritual. Itulah lebur," jelasnya.
Menyatunya dua material yakni batu yang identik dengan warna yang gelap dan logam yang berkilau juga secara tidak langsung menjadi simbol kehidupan yang selalu akan memiliki dua sisi, di balik sisi yang muram akan selalu ada cahaya yang akan memberikan pencerahan. Namun, Dwi tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan material selain logam dalam karya-karyanya berikutnya.
Meski berangkat dari rasa ketertarikannya, Dwi juga membuka diri bagi siapa saja yang ingin mengadopsi dan membeli karya-karya patungnya. Sebelumnya, patung-patung rekonstruksinya juga telah mengikuti pameran kolektif Artina di Mal Sarinah, Jakarta, pada awal tahun ini dan Art Jakarta Gardens 2022. Adapun, dia juga akan menggelar pameran pada akhir tahun ini.
Tak hanya berhenti pada karya-karya patung, ke depannya, Dwi mengaku akan menjadikan Lebur sebagai sebuah entitas seni miliknya. Dia akan membuat karya-karya lain di bawah nama Lebur, salah satunya membuat produk wewangian dan parfum khas dengan aroma bebatuan. "Ada juga keinginan untuk buat galeri Lebur antara di Bali atau Jogja," ujarnya.
Salah satu patung restorasi dalam proyek Lebur oleh Dwi Sasono (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Kelebihan lain terletak pada presentasi karya patung Lebur yang disajikan dengan elemen-elemen lain yakni bunyi yang dihasilkan dari tumbuhan yang muncul dalam karya-karya patung batunya, juga wewangian yang dibuat dengan aroma bebatuan yang khas. Dalam hal ini, makna Lebur sebagai nama proyek ini juga menjadi lebih luas.
Di sisi lain, penggunaan artisan dalam mengeksekusi sebuah karya seni juga sudah terbilang lumrah dalam medan seni rupa baik dalam skala global maupun lokal. Beberapa seniman yang menggunakan artisan dalam menciptakan karyanya adalah Jeff Koons dan Nyoman Nuarta. Sebab, tak setiap karya seni harus merupakan buah tangan langsung sang seniman.
"Dalam perkembangan seni kontemporer sejak tahun 1980-an akhir sampai sekarang, kemampuan teknis bukan satu-satunya ukuran utama seorang seniman dalam membuat karya, tetapi juga bagaimana ide atau gagasan itu dibuat," katanya.
Bob menilai satu hal yang masih perlu dieksplorasi dari proyek Lebur dari Dwi adalah dari sisi narasi untuk semakin memperkaya sisi gagasan sekaligus autentikasi karya-karya patung tersebut. Sebab, menurutnya, sebelum direstorasi, patung-patung tersebut sudah memiliki identifikasi dan narasinya masing-masing sesuai dengan wujudnya. "Ada pengembangan secara narasi yang perlu ditambahkan," ujarnya.
Baca juga: Jadi Jin Metal, Aktor Dwi Sasono Harus Pakai Makeup Tebal hingga Jaket Seberat 8 Kilogram
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.