Pameran Kartono Yudhokusumo, Tapak Tilas Arsip Langka Sejarah Seni Rupa Indonesia
11 December 2023 |
18:00 WIB
Nama Kartono Yudhokusumo, mungkin kurang begitu populer dibanding seniman S.Sudjojono atau Affandi. Namun, perupa asal Medan, Sumatra Utara itu merupakan salah tokoh penting pelukis Indonesia yang gagasan artistiknya turut memengaruhi seni rupa hari ini.
Di pameran bertajuk Kartono Yudhokusumo: Karya dan Arsip yang berlangsung dari 10 Desember 2023-21 Januari 2024 di Galeri Salihara, pengunjung akan bisa melihat kisah perjalanan sang seniman. Mulai dari drawing hingga lukisan yang belum banyak diketahui publik.
Ibarat memasuki linimasa waktu, pengunjung diajak memasuki kelindan gagasan sekaligus daya artistik dari Kartono Yudhokusumo. Gagasan itu merentang dalam rekam jejak pengkaryaan dokumentasi baik berupa gambar, lukisan, artefak, catatan, dan berita tentang dirinya yang dimuat di media massa.
Baca juga: Menyaksikan Pendar Cahaya di Tangan Laila Azra dalam Pameran Soca
Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan mengatakan, bukan tanpa alasan memang, mereka menggelar pameran arsip sejarah ini. Sebab, menurutnya, Kartono merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah seni rupa Indonesia yang gagasan artistiknya hingga saat ini belum banyak diketahui publik.
“Dia berhasil mengembangkan gaya seni lukis dekoratif yang sangat khas. Kita dapat melihat jejak tradisi, sekaligus artikulasi modern dalam banyak lukisannya," katanya.
Hal itu misalnya, terejawantah dalam lukisan bertajuk Anggrek (Oil Paint on Canvas, 72 x 91 cm). Karya bertitimangsa 2023 koleksi Galeri Nasional Indonesia itu secara detail menggambarkan Orchidaceae dengan segala keindahannya yang mengagumkan, lewat aksen dekoratif sekaligus bernuansa liris.
Saat diperhatikan dengan saksama, sang pelukis menorehkan palet-palet warna yang didominasi merah kehijauan. Tak hanya itu, lewat sapuan kuasnya, audiens juga bentuk-bentuk gradasi yang memperlihatkan latar pemandangan pegunungan dalam bentuk visual yang estetik laiknya sedang memasuki taman penuh bunga.
Karya dengan tema serupa juga terepresentasi dalam lukisan bertajuk Plants, Sanggar Seniman, Pemandangan, Melukis di Taman, dan Landscape. Hampir secara keseluruhan lewat deretan karya-karya tersebut, sang seniman mengeksplorasi keindahan aspek botanical dengan corak yang khas, termasuk penempatan objek yang memenuhi bidang kanvas.
"Karya-karya yang dipacak kebanyakan dari hasil studinya saat belajar menggambar. Sebenarnya beliau juga puya macam-macam kecenderungan, salah satunya ekspresif, meski tidak banyak lukisannya, karena meninggal saat masih muda," terang Asikin.
Sementara itu, kurator tamu Amir Sidharta, mengatakan bahwa karya-karya hasil studi dari Kartono mayoritas menggambarkan suasana pendudukan pada masa penjajahan Jepang. Hal itu misalnya, mewujud dalam kaya berjudul Stelengkoe di Poetra (Pencil on Paper 24,8 x32,5 cm) yang dibuat sebagai terapan pelajaran perspektif yang diterimanya dari B.J.A Rutgers.
Adapun, sketsa Kartono juga mewujud dalam karya berjudul Pameran Soerono, Istirahat, Kedai, Melatih, dan Santai. Ada pula karya berjudul Self Portrait, Punggung, Potret Perempuan Berkebaya, Sukabumi, dan Pohon di Pinggir Danau.
"Kartono ini termasuk salah satu pelukis besar di Indonesia, tapi namanya kurang begitu populer. Karyanya juga tidak banyak, sepengetahuan saya mungkin kurang dari 20 lukisan," katanya saat ditemui Hypeabis.id.
Baca juga: Pendar Baru Artistik Oky Rey Montha dalam Pameran Pilgrimage
Kartono banyak melukis pemandangan, alam benda, bangunan, suasana revolusi, dan objek sehari-hari dengan berbagai medium seperti cat air, pastel, cat minyak, tinta China, dan masih banyak lainnya.
Kemampuan melukis Kartono sudah diakui sejak usia muda. Terbukti dalam pemberitaan harian Jawa Nippo (sebuah harian Jepang) pada 13 Agustus 1934, pelukis Jepang; Chiyoji Yazaki mengakui bakat seorang laki-laki dari Jawa berusia kira-kira 10 tahun yang diharapkan akan memiliki masa depan yang baik.
Karya-karyanya dari 1934 kemungkinan besar dibuat ketika Kartono muda sedang ikut dalam kegiatan Masyarakat Pelukis Pastel, yang beberapa kali keliling kota Batavia untuk melukis bersama di bawah bimbingan pelukis senior Yazaki sebagai ketua kelompok itu.
Pada masa pendudukan Jepang, Kartono mendapat penghargaan dan kesempatan untuk berpameran. Menurut pemberitaan di harian Soeara Asia, 16 Oktober 1943, dalam pameran yang diselenggarakan 12 hingga 26 Oktober 1943 itu dipamerkan 43 karyanya yang dibuatnya selama 8 tahun.
Kartono Juga sempat menggambar tema-tema perjuangan dan revolusi saat masa kemerdekaan Indonesia. Objek prajurit baris-berbaris, berlatih, dan istirahat juga sering menjadi sumber inspirasi dalam melukis.
Tak hanya itu, sang seniman juga menggambarkan aksi perjuangan dalam lukisan yang berjudul Penyerangan pada Pengok dan Wonosari, yang mengisahkan upaya perjuangan pejuang-pejuang Indonesia melawan Belanda yang kembali ingin menjajah Tanah Air.
Setelah pengakuan kedaulatan pada 1949, Kartono pindah ke Bandung dan banyak melahirkan lukisan-lukisan pemandangan dari tempat-tempat yang dia kunjungi. Bahkan di Bandung, Kartono terus menggambar dan melukis pemandangan Bandung dan beragam tempat lain di Jawa Barat dengan mengendarai motor besarnya.
Kartono meninggal di usia 33 tahun akibat kecelakaan lalu lintas pada 11 Juli 1957. Secara umum, pameran ini akan mengajak pengunjung untuk melihat kekaryaan hidupnya yang terbilang singkat serta mengapresiasi apa yang telah Kartono tinggalkan untuk sejarah seni rupa Indonesia.
Baca juga: Refleksi Mitologi & Sejarah Perupa Kei Imazu dalam Pameran Unearth
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Di pameran bertajuk Kartono Yudhokusumo: Karya dan Arsip yang berlangsung dari 10 Desember 2023-21 Januari 2024 di Galeri Salihara, pengunjung akan bisa melihat kisah perjalanan sang seniman. Mulai dari drawing hingga lukisan yang belum banyak diketahui publik.
Ibarat memasuki linimasa waktu, pengunjung diajak memasuki kelindan gagasan sekaligus daya artistik dari Kartono Yudhokusumo. Gagasan itu merentang dalam rekam jejak pengkaryaan dokumentasi baik berupa gambar, lukisan, artefak, catatan, dan berita tentang dirinya yang dimuat di media massa.
Baca juga: Menyaksikan Pendar Cahaya di Tangan Laila Azra dalam Pameran Soca
Kurator Galeri Salihara, Asikin Hasan mengatakan, bukan tanpa alasan memang, mereka menggelar pameran arsip sejarah ini. Sebab, menurutnya, Kartono merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah seni rupa Indonesia yang gagasan artistiknya hingga saat ini belum banyak diketahui publik.
“Dia berhasil mengembangkan gaya seni lukis dekoratif yang sangat khas. Kita dapat melihat jejak tradisi, sekaligus artikulasi modern dalam banyak lukisannya," katanya.
Karya Kartono Yudhokusumo berjudul Anggrek (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Saat diperhatikan dengan saksama, sang pelukis menorehkan palet-palet warna yang didominasi merah kehijauan. Tak hanya itu, lewat sapuan kuasnya, audiens juga bentuk-bentuk gradasi yang memperlihatkan latar pemandangan pegunungan dalam bentuk visual yang estetik laiknya sedang memasuki taman penuh bunga.
Karya dengan tema serupa juga terepresentasi dalam lukisan bertajuk Plants, Sanggar Seniman, Pemandangan, Melukis di Taman, dan Landscape. Hampir secara keseluruhan lewat deretan karya-karya tersebut, sang seniman mengeksplorasi keindahan aspek botanical dengan corak yang khas, termasuk penempatan objek yang memenuhi bidang kanvas.
"Karya-karya yang dipacak kebanyakan dari hasil studinya saat belajar menggambar. Sebenarnya beliau juga puya macam-macam kecenderungan, salah satunya ekspresif, meski tidak banyak lukisannya, karena meninggal saat masih muda," terang Asikin.
Karya-karya sketsa Kartono Yudhokusumo (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Adapun, sketsa Kartono juga mewujud dalam karya berjudul Pameran Soerono, Istirahat, Kedai, Melatih, dan Santai. Ada pula karya berjudul Self Portrait, Punggung, Potret Perempuan Berkebaya, Sukabumi, dan Pohon di Pinggir Danau.
"Kartono ini termasuk salah satu pelukis besar di Indonesia, tapi namanya kurang begitu populer. Karyanya juga tidak banyak, sepengetahuan saya mungkin kurang dari 20 lukisan," katanya saat ditemui Hypeabis.id.
Baca juga: Pendar Baru Artistik Oky Rey Montha dalam Pameran Pilgrimage
Profil Kartono Yudhokusumo
Lahir di Lubuk Pakam, Sumatra Utara, pada 18 Desember 1924, Kartono telah belajar melukis sejak usia belia. Sejak muda perupa ini telah banyak berguru kepada pelukis-pelukis pemandangan ternama seperti Chiyoji Yazaki, S. Sudjojono, B.J.A. Rutgers dan W.F.M Bosschaert.Kartono banyak melukis pemandangan, alam benda, bangunan, suasana revolusi, dan objek sehari-hari dengan berbagai medium seperti cat air, pastel, cat minyak, tinta China, dan masih banyak lainnya.
Kemampuan melukis Kartono sudah diakui sejak usia muda. Terbukti dalam pemberitaan harian Jawa Nippo (sebuah harian Jepang) pada 13 Agustus 1934, pelukis Jepang; Chiyoji Yazaki mengakui bakat seorang laki-laki dari Jawa berusia kira-kira 10 tahun yang diharapkan akan memiliki masa depan yang baik.
Karya-karyanya dari 1934 kemungkinan besar dibuat ketika Kartono muda sedang ikut dalam kegiatan Masyarakat Pelukis Pastel, yang beberapa kali keliling kota Batavia untuk melukis bersama di bawah bimbingan pelukis senior Yazaki sebagai ketua kelompok itu.
Pada masa pendudukan Jepang, Kartono mendapat penghargaan dan kesempatan untuk berpameran. Menurut pemberitaan di harian Soeara Asia, 16 Oktober 1943, dalam pameran yang diselenggarakan 12 hingga 26 Oktober 1943 itu dipamerkan 43 karyanya yang dibuatnya selama 8 tahun.
Sosok Kartono Yudhokusumo dalam pemberitaan media massa (Sumber gambar: Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya)
Tak hanya itu, sang seniman juga menggambarkan aksi perjuangan dalam lukisan yang berjudul Penyerangan pada Pengok dan Wonosari, yang mengisahkan upaya perjuangan pejuang-pejuang Indonesia melawan Belanda yang kembali ingin menjajah Tanah Air.
Setelah pengakuan kedaulatan pada 1949, Kartono pindah ke Bandung dan banyak melahirkan lukisan-lukisan pemandangan dari tempat-tempat yang dia kunjungi. Bahkan di Bandung, Kartono terus menggambar dan melukis pemandangan Bandung dan beragam tempat lain di Jawa Barat dengan mengendarai motor besarnya.
Kartono meninggal di usia 33 tahun akibat kecelakaan lalu lintas pada 11 Juli 1957. Secara umum, pameran ini akan mengajak pengunjung untuk melihat kekaryaan hidupnya yang terbilang singkat serta mengapresiasi apa yang telah Kartono tinggalkan untuk sejarah seni rupa Indonesia.
Baca juga: Refleksi Mitologi & Sejarah Perupa Kei Imazu dalam Pameran Unearth
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.