Refleksi Mitologi & Sejarah Perupa Kei Imazu dalam Pameran Unearth
04 December 2023 |
19:00 WIB
Kisah mitologi selalu memberi inspirasi bagi para seniman dalam membuat karya seni. Terbaru, kelindan tersebut terejawantah dalam ekshibisi perupa Kei Imazu yang bertajuk Unearth. Pameran tunggal kedua seniman Jepang yang kini menetap di Bandung itu dihelat di ROH Projects Jakarta.
Tajuk Unearth yang secara harfiah bermakna menggali, digunakan sebagai pisau bedah Imazu untuk meneroka garis merah Hainuwele. Termasuk mengejawantahkannya dalam berbagai medium karya seni seperti lukisan, instalasi, dan patung tengkorak berukuran gigantik.
Baca juga: Jejak Seni Pahat dalam 5 Arca Bersejarah Era Singasari di Pameran Repatriasi di Galeri Nasional Indonesia
Hainuwele atau Gadis Kelapa merupakan cerita rakyat dari Pulau Seram di Kepulauan Maluku. Mitos ini berkisah tentang seorang wanita yang konon memiliki kekuatan untuk menghasilkan perhiasan dan benda-benda berharga melalui kotorannya.
Masyarakat yang awalnya merasa diuntungkan dari kekuatan tersebut mulai resah dengan kisah mistiknya. Lantaran takut dengan kekuatannya, mereka menjebak dan mengubur Hainuwele hidup-hidup sambil menginjak-injak tanah seraya menari di atas kuburannya.
Arkian, Ameta, sosok ibu bagi Hainuwele, menemukan jasad anaknya melalui bantuan seorang peramal. Jenazah Hainuwele lalu dipotong-potong dan disebar ke seluruh penjuru pulau. Potongan jasad Hainuwele kemudian tumbuh menjadi umbi-umbian yang menghidupi kepulauan tersebut.
Imazu menerjemahkan kisah Hainuwele melalui beragam karya seni rupa yang memenuhi ruang pameran. Seperti lukisan Girl's Waste yang menggambarkan sosok Hainuwele saat buang hajat dengan latar tiga orang Eropa. Mereka berpose di sebuah tempat yang visualnya terasa kabur di sebuah pantai.
Selain itu, ada juga instalasi Satene's Gate, yang merupakan gabungan dari beberapa karya. Instalasi ini sekilas terlihat seperti pagar rumah dengan figur seorang wanita, yakni Ameta yang sedang memegang potongan tangan Hainuwele saat dia mengutuk para penduduk yang telah membunuh anaknya.
Pada pagar tersebut tumbuh berbagai tanaman serupa umbi-umbian, dan di beakangnya terlihat transformasi sosok manusia yang telah menjadi binatang. Dalam kisah Hainuwele dikatakan, bahwa setelah Ameta menanam jasad anaknya di penjuru pulau, dia kemudian menantang orang-orang untuk melewatinya.
Jika orang tersebut bagian dari penduduk yang telah membunuh anaknya, maka mereka akan berubah menjadi binatang, tapi jika tidak, maka akan tetap menjadi manusia. Sedangkan, di bagian depan gerbang juga terdapat karya Heart (Blue Shade), berupa patung berbentuk jantung dengan tumbuhan hidup di atasnya.
Tak hanya itu, organ-organ tubuh dari kisah Hainuwele yang ditumbuhi tanaman juga tersebar berbagai ruang pameran ROH Galeri. Potongan-potongan tubuh seperti kaki, jantung, paru-paru, usus, yang semuanya berisi tanah dan ditumbuhi tanaman sejenis talas menhaditkan kesan indah sekaligus mencekam.
"Dari sinilah menurut mitos, semua organ tubuh Hainuwele kelak menjadi umbi-umbian yang bisa menjadi makanan bagi masyarakat di Kepulauan Seram,” kata Kei Imazu.
Sementara itu, di bagian ruang pamer galeri orange juga terdapat lukisan gigantik berukuran 350x800 cm berjudul Hainuwele. Alih-alih hanya mengisahkan sosok Hainuwele, Imazu juga menggambarkan berbagai kelindan sejarah di Indonesia dan negara Asia, khususnya Jepang.
Beberapa di antaranya seperti penemuan rangka manusia kerdil (Homo Floresiensis) di situs Liang Bua, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selain itu Kei juga melukiskan berbagai figur dari peradaban Jomon, seperti hasil kebudayaan berupa tembikar yang digunakan dalam prosesi adat pertanian di Jepang.
Penelisikan Kei dalam konteks mitos dan sejarah Busur Banda juga dapat dijadikan kerangka geohistoris yang membentuk pameran tersebut. Terlebih jika merujuk kehidupannya sebagai seniman Jepang yang akhirnya membesarkan keluarga dan berkarya di Indonesia.
Hal itu terejawantah dalam dua lukisan tersembunyi berjudul Madoko dan The Rain of Bullets. Karya dua dimensi bertitimangsa 2023 itu secara umum melukiskan hasil lempengan tektonik Busur Banda yang memiliki potensi sumber daya minyak dan gas melimpah, sehingga sempat dijadikan rebutan oleh Belanda dan Jepang.
"Dalam mengungkap keterikatan ini, sang seniman memang berharap dapat menumbuhkan hubungan yang lebih kritis terhadap asal usulnya di Jepang dan kehidupannya saat ini di Bandung," katanya.
Senada, Jun Tirtadji, Founder ROH mengatakan, upaya Imazu untuk mempertimbangkan kembali mitos Hainuwele merupakan sebuah penggalian feminis; yang tidak terbatas pada tubuhnya, tapi juga kisahnya sebagai orang yang kemudian bersuamikan seorang seniman asal Indonesia.
Menurut Jun, sang seniman telah berhasil menggali kisah-kisah yang telah berkembang di muka Bumi. Terutama melalui berbagi situs sejarah, yang kemudian divisualisasikan dengan indah, baik dari segi transformasi dan metamorfosis sebuah karya.
“Kei berhasil menambahkan sebuah lapisan yang lebih kompleks dalam karya-karyanya, terutama terkait dengan sejarah kolonialisme , terutama mengenai natural resources atau sumber daya alam dan energi di Indonesia,” katanya.
Baca juga: Eksplorasi Medium Kekaryaan Oky Rey Montha dalam Pameran Tunggal Pilgrimage
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Tajuk Unearth yang secara harfiah bermakna menggali, digunakan sebagai pisau bedah Imazu untuk meneroka garis merah Hainuwele. Termasuk mengejawantahkannya dalam berbagai medium karya seni seperti lukisan, instalasi, dan patung tengkorak berukuran gigantik.
Baca juga: Jejak Seni Pahat dalam 5 Arca Bersejarah Era Singasari di Pameran Repatriasi di Galeri Nasional Indonesia
Hainuwele atau Gadis Kelapa merupakan cerita rakyat dari Pulau Seram di Kepulauan Maluku. Mitos ini berkisah tentang seorang wanita yang konon memiliki kekuatan untuk menghasilkan perhiasan dan benda-benda berharga melalui kotorannya.
Masyarakat yang awalnya merasa diuntungkan dari kekuatan tersebut mulai resah dengan kisah mistiknya. Lantaran takut dengan kekuatannya, mereka menjebak dan mengubur Hainuwele hidup-hidup sambil menginjak-injak tanah seraya menari di atas kuburannya.
Arkian, Ameta, sosok ibu bagi Hainuwele, menemukan jasad anaknya melalui bantuan seorang peramal. Jenazah Hainuwele lalu dipotong-potong dan disebar ke seluruh penjuru pulau. Potongan jasad Hainuwele kemudian tumbuh menjadi umbi-umbian yang menghidupi kepulauan tersebut.
Imazu menerjemahkan kisah Hainuwele melalui beragam karya seni rupa yang memenuhi ruang pameran. Seperti lukisan Girl's Waste yang menggambarkan sosok Hainuwele saat buang hajat dengan latar tiga orang Eropa. Mereka berpose di sebuah tempat yang visualnya terasa kabur di sebuah pantai.
Karya Kei Imazu berjudul Girl's Waste, Oil paint on polyurethane coated printed fabric, 48×68×3 cm, 2023. (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Pada pagar tersebut tumbuh berbagai tanaman serupa umbi-umbian, dan di beakangnya terlihat transformasi sosok manusia yang telah menjadi binatang. Dalam kisah Hainuwele dikatakan, bahwa setelah Ameta menanam jasad anaknya di penjuru pulau, dia kemudian menantang orang-orang untuk melewatinya.
Jika orang tersebut bagian dari penduduk yang telah membunuh anaknya, maka mereka akan berubah menjadi binatang, tapi jika tidak, maka akan tetap menjadi manusia. Sedangkan, di bagian depan gerbang juga terdapat karya Heart (Blue Shade), berupa patung berbentuk jantung dengan tumbuhan hidup di atasnya.
Tak hanya itu, organ-organ tubuh dari kisah Hainuwele yang ditumbuhi tanaman juga tersebar berbagai ruang pameran ROH Galeri. Potongan-potongan tubuh seperti kaki, jantung, paru-paru, usus, yang semuanya berisi tanah dan ditumbuhi tanaman sejenis talas menhaditkan kesan indah sekaligus mencekam.
"Dari sinilah menurut mitos, semua organ tubuh Hainuwele kelak menjadi umbi-umbian yang bisa menjadi makanan bagi masyarakat di Kepulauan Seram,” kata Kei Imazu.
Beberapa di antaranya seperti penemuan rangka manusia kerdil (Homo Floresiensis) di situs Liang Bua, Flores, Nusa Tenggara Timur. Selain itu Kei juga melukiskan berbagai figur dari peradaban Jomon, seperti hasil kebudayaan berupa tembikar yang digunakan dalam prosesi adat pertanian di Jepang.
Kolonialisme
Carlos Quijon, Jr., sejarawan sekaligus kurator seni berbasis di Manila, Filipina mengatakan, karya Kei Imazu secara umum berkisah tentang sejarah kolonialisme di Indonesia. Terutama terkait eksplorasi minyak mentah di Blok Bula, Pulau Seram pada 1895 oleh Belanda dan diteruskan Jepang.Penelisikan Kei dalam konteks mitos dan sejarah Busur Banda juga dapat dijadikan kerangka geohistoris yang membentuk pameran tersebut. Terlebih jika merujuk kehidupannya sebagai seniman Jepang yang akhirnya membesarkan keluarga dan berkarya di Indonesia.
Hal itu terejawantah dalam dua lukisan tersembunyi berjudul Madoko dan The Rain of Bullets. Karya dua dimensi bertitimangsa 2023 itu secara umum melukiskan hasil lempengan tektonik Busur Banda yang memiliki potensi sumber daya minyak dan gas melimpah, sehingga sempat dijadikan rebutan oleh Belanda dan Jepang.
"Dalam mengungkap keterikatan ini, sang seniman memang berharap dapat menumbuhkan hubungan yang lebih kritis terhadap asal usulnya di Jepang dan kehidupannya saat ini di Bandung," katanya.
Karya Kei Imazu berjudul Skull of Homo floresiensis, Acrylonitrile butadiene styrene, Polyurethane paint, 150x154x216 cm, 2023. (sumber gambar Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Menurut Jun, sang seniman telah berhasil menggali kisah-kisah yang telah berkembang di muka Bumi. Terutama melalui berbagi situs sejarah, yang kemudian divisualisasikan dengan indah, baik dari segi transformasi dan metamorfosis sebuah karya.
“Kei berhasil menambahkan sebuah lapisan yang lebih kompleks dalam karya-karyanya, terutama terkait dengan sejarah kolonialisme , terutama mengenai natural resources atau sumber daya alam dan energi di Indonesia,” katanya.
Baca juga: Eksplorasi Medium Kekaryaan Oky Rey Montha dalam Pameran Tunggal Pilgrimage
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.